Lalat Ungu Punya Bulu Kalam
menulis bagaikan hidup di atas awan
Monday, 3 April 2017
Namanya Sandy P. Simanjuntak. kelahiran Sumatera Utara, 12 September 1989.
Awalnya kenal sebagi senior dr kampus lain karena sering koordinasi dan sering minta arahan bareng sahabat gue Daisy (gede), tp sekarang Dia sebagai atasan gue. kita keluarga besar dari Skomen Jayakarta. tiap hari kita ketemu. emg dari dulu gue anggap dia sebagai abang gue. karna cuma sm dia gue nurutnya. gue sayang beneran sayang bgt sama dia sebagai abang gue. cuma dia yg kalo marah, beneran marah dan ngasih tau kesalahannya trus di kasih tau yg bener itu kayak gimana. dia mengayomi bgt dari pertama gue kenal dia sampe SEKARANG.
ini gue mau cerita hari ketika foto di atas di ambil. foto ini di ambil waktu menghadiri undangan wisuda nya STIPAN di TMII.waktu itu kita datang bertiga. gue, dia, sm junior gue. dia sebagai Kepala Staff, gue sebagai wakil staff 4 log dan junior gue wakil dr staff 1 pam.
jujur.. kedatangan gue hari ini baru bisa gue putusin beberapa jam sebelum keberangkatan. yaa.. hari ini adalah wisudanya Ass 1 pam Jayakarta, Gideon Lase, yg skaligus adalah pacar gue saat ini. keberangkatan kita pagi ini, di mulai dari marah2nya dia sm gue, karena gue kelamaan, karna dia gk suka sm yg nama nya telat. dan sempet gue di suruh naik ojek online. tp yasudah,, itu berlalu dan kita punberangkat.
awalnya gue ragu buat datang hari ini, karna Gideon gk ada kasih kabar minta gue buat datang. di tambah lg pasti orang tua nya datang. sumpah... blm sanggup ngadepinnya. 1 hari sebelumnya akhirnya Gideon minta gue buat datang ke kosannya, trus dia cerita klo yg datang itu cm bapaknya ajj. dan baru disitu dia minta gue buat datang. habis maghrib tepat jam 7 gue balik, sesampainya di Skomen (markas menwa yg gue tempati bersama keluarga besar staff2 skomen se.jayakarta) gue ngelanjutin prakarya gue yg mau gue kasih sm dia di hari wisudanya. yaa gue cm bisa ngasih yg sederhana ajj, gue cm kasih boneka flanel miniatur dari dirinya dia yg memakai talikur merah melambangkan dia se.orang komandan dr batalyonnya.
acara demi acara di lewati, pemanggilan wisudawan selesai, lanjut ke pelantikan pelepasan wisudawan, itu selesai baru sesi foto2... jujur, gue gk brani buar pergi jauh dr sampingnya Sandy, karna gue segan lah... sampai akhirnya dia bialng, "taadinya kita mau langsung pulang, tp ini demi kamu adik saya, kapan lg bisa foto sebelum ditinggal pergi jauh. udah sana foto ini momen sekali seumur hidup" dari situ gue baru brani mencar dr dia.
gue rasa cukup buat hari ini, walaupun sebenarnya masih pengen banyak foto lg sm Gideon, tp gue ngeliat Gideon yg stengah2 sm gue waktu itu, dan gue rasa Sandy pun udh terlalu lama nungguin gue, dan gue akhiri ini dengan nyamperin dia sambil bilang "ayo" dan dia jawab "yakin mau pulang ?? yakin udh puas foto2nya? sambil terus dia godain gue dan dia mungkin tau klo gue masih pengen disitu. tp gue bialng sm dia " yakin, kita pulang sekarang" "yaudah ayo kita pulang" jawab nya dia.
akhirnya kita pun pulang, diantar sampai parkiran sm junior2nya Gideon Provoost dan Polmennya.
di mobil, sambil nahan air mata dan gue videoin dr bawah, gue bilang " Kas, makasih ya udah mau nungguin" sambil saltingnya gue gk tau mau ngomong apa lagi, cm senyum2 ajj. trus dia jawab sambil terus ngegodain gue "duhh... duhh.. duhh.... kata makasih ajj gk cukup" trus apa dong ? jawab gue "yaa kamu harus masak!" "Siap... mau di masakin apa ?" jawab gue. "yaa.. kali2 bikin rolade donng... jd inget sm doi suka bawain rolade dulu, hahaaa" gue sanggupi itu walau gue gk tau gimana bikin rolade itu. tp ini udh 4 hari yg lalu dia bilang gitu dan gue blm sempet masakin dia rolade. karna besok nya gue harus berangkat ke Citeko dampingi junior2 Menwa Special Grup latihan. bukan cuma disitu ajj, bagi gue ini surprise lg dr Sandy. dia langsung nganterin gue ke Jakarta Rescue buat ambil Apar portable. karna gue di tugasin ngambil itu, dan ini yg terakhir. pas di hari keberangkatan gue tgl 31 maret ke Citeko, yg harus nya gue brangkat pagi, ini di undur bisa sampe siang. karna yg harus nya Asep jemput Wadanmen ke Airport, itu di handle sm Kapolmen Ryan. sudah pasti ini kerjaan Sandy sang Kepala Staff yg langsung memerintahkan Staffnya, demi staff lainnya yg memang butuh bantuan. malam itu sambil dia beranjak pergi, dia bilang "ini demi kamu biar gak galau, dan harus tetap PROFESIONAL" itu pesan dia sm gue. bahwa gue harus PROFESIONAL. karna yg dia tau klo gue bakalan ditinggal sm Gideon balik ke Pemdanya di Nias yg udh ngirim dia study ke Jakarta.
alasan dia kasih pesan itu adalah, gk mudah pacaran sm orang yg sama2 1 organisasi, di kala ada yg ditinggalkan, pasti yg ditinggalkan itu mulai gk fokus dan uring2an gak jelas" Sandy ngejaga bgt gue supaya tetap profesional. semoga gue jg bisa jd yg diharapkan dia dalam menjaga keprofesionalan ini.
Lalat_Ungu
Wednesday, 9 November 2016
Malaikat yang dikirim dari langit
kau tau kau membuat dunia menjadi terang
saat aku jatuh, saat aku terluka
kau datang tuk bangkitkan ku.
hidup adalah minuman, dan cinta adalah obat
kini aku berpikir aku harus menjadi jarak
saat aku terluka, menjadi layu, dan kering
kau datangkan hujan dan membanjiri.
jadi minuman dariku...
saat aku begitu haus
kami ada di sebuah simponi
kini aku tak bisa dapatkan lebih
letakkan sayap padaku, sayap pada ku
saat aku begitu kasar
kami ada di sebuah simponi
saat ku rendahkan, rendahkan, rendah
membuat ku menjadi mabuk dan melayang,
melayanggg......
oh malaikat yang dikirim dari langit
ku rasakan itu mengalir di darahku
hidup adalah minuman, tentang cinta mu
tuk membuat bintang bersinar
lalu kita kan melesat ke langit.
kau tau kau membuat dunia menjadi terang
saat aku jatuh, saat aku terluka
kau datang tuk bangkitkan ku.
hidup adalah minuman, dan cinta adalah obat
kini aku berpikir aku harus menjadi jarak
saat aku terluka, menjadi layu, dan kering
kau datangkan hujan dan membanjiri.
jadi minuman dariku...
saat aku begitu haus
kami ada di sebuah simponi
kini aku tak bisa dapatkan lebih
letakkan sayap padaku, sayap pada ku
saat aku begitu kasar
kami ada di sebuah simponi
saat ku rendahkan, rendahkan, rendah
membuat ku menjadi mabuk dan melayang,
melayanggg......
oh malaikat yang dikirim dari langit
ku rasakan itu mengalir di darahku
hidup adalah minuman, tentang cinta mu
tuk membuat bintang bersinar
lalu kita kan melesat ke langit.
Tuesday, 9 February 2016
Adventure for Hijrah
BAGIAN
1 ( This Is Love?? Really?? )
Atika
Zahra RaTifa sekarang bukanlah Tifa 17 tahun yang lalu, bukan lagi wanita kecil
yang mungil dan lucu. Namun seorang wanita dewasa yang cantik dan bersahaja, ditambah
hijab yang menutupi auratnya terlihat lebih anggun. Sejak kecil gadis yang
memiliki panggilan Tifa ini begitu disayangi oleh kedua orang tuanya, hingga
akhirnya ia menginjak usia 18 tahun dan ia harus pergi meninggalkan rumah dan
kampung halamannya demi meraih cita-citanya dimasa depan. Dengan berat hati
kedua orang tuanya harus rela melepaskan Tifa melanjutkan pendidikannya
ketingkat universitas di sebuah universitas di jakarta. Semenjak Tifa
meninggalkan rumah ayah dan ibu merasakan kesepian karena tak lagi mendengar
dan melihat keceriaan Tifa yang selama ini mereka lihat disetiap harinya.
Setiap hari menjadi sebuah penantian bagi mereka untuk dapat melihat putri
semata wayangnya ini kembali kerumah dengan membawa gelar sarjana. Hampir
disetiap penghujung sholatnya mereka tak pernah lupa untuk mendoakan putri
kesayanggannya itu.
Tifa yang melanjutkan pendidikan di jakarta itu
tak memiliki cukup uang untuk sering pulang ke kampung halamannya. Hanya 1
tahun sekali yaitu saat lebaran saja Tifa bisa pulang kembali ke rumah untuk
bersimpuh dihadapan kedua orang tuanya meminta maaf atas setiap kesalahannya.
Mereka bukan dari keluarga yang kaya raya sehingga Tifa harus ekstra menabung
untuk bisa pulang bertemu dengan kedua orang tuannya. Sedang ayahnya bekerja
keras demi Tifa agar bisa melanjutkan pendidikannya di Jakarta. Tifa seorang
anak yang cerdas dibanding teman-temannya, sehingga akhirnya ia bisa masuk ke
universitas negeri di jakarta dengan mendapatkan beasiswa. Ya.. beasiswa ini
dirasa sangat membantu dirinya untuk meneruskan mimpinya yang ia rasa hampir
saja tak akan ia dapatkan. Dan setelah 4 tahun menempuh pendidikan dijakarta
akhirnya Tifa berhasil mendapatkan gelar sarjana.
Sore
itu dia baru saja kembali dari menyelesaikan pendidikannya di Jakarta dan
membawa pulang gelar sarjana, kedua orang tuanya begitu bahagia melihat anak
semata wayangnya kembali kerumah karena kerinduan yang mereka pendam selama
ini. Mereka bangga akhirnya anaknya ini telah berhasil menempuh pendidikannya
di universitas .
(Diruang tamu dimulailah obrolan yang hangat
diantara mereka)
Ibu:
yah, sekarang Tifa sudah jadi sarjana ya...(sambil tersenyum bahagia)
Ayah:
ia bu betul (dibalas dengan senyuman bahagia)
Ayah:
Tifa (begitu panggilan kesayangaannya), kamu mau melanjutkan kemana nak?
Tifa:
(dengan ekspresi yang bingung) hhmmmm, aku ingin mengajar saja yah.
Ibu:
kamu mau mengajar dimana nak? (sambar ibuku)
Tifa:
sebelum aku pulang ada sebuah sekolah dasar di jakarta yang menawarkan aku
untuk mengajar disana bu. Menurut Ibu
sama ayah bagaimana?
Ibu:
ibu setujuh saja nak, kalo ayah gimana? (sambil melirik ayah yang sedang
menikmati kopi buatanku)
Ayah:
ayah juga setuju, asal kamu bahagia nak. Dan bertanggung jawab setelah
memutuskan akan menerima tawaran itu.
Kapan kamu mulai mengajar nak?
Tifa:
sekitar 1 bulan lagi yah, doakan ia yah semoga Tifa menjadi guru yang teladan.
Ayah
dan ibu: Aamiin...
Ibu:
oia Tifa, kamu kan sudah dewasa. Ibu pikir udah saatnya untuk bertanya kapan
kamu menikah?
Tifa:
(dengan wajah shock) ah, kapan ya bu... Kapan-kapan deh bu? (sambil tertawa)
Ibu:
(dengan wajah sedikit kesel) loh ko gitu, memangnya kamu belum bertemu dengan seorang laki-laki yang membuat kamu
tertarik dengannya nak?
Tifa:
(dengan sedikit menunduk) belum bu, Tifa belum tertarik membahas soal cinta bu.
Tifa terlalu fokus dengan pendidikan Tifa, jadi Tifa sampai sekarang ga faham
deh tentang cinta. hihiihi
Ibu:
wualah, kalo tentang cinta belajar saja sama ayah, ayahmu jago tuh tentang
cinta. Ia kan yah, (sambil berkedip)
Ayah:
(sambil tersipu malu) ah, selalu saja ibu ini jago sekali memuji ayah
Ibu:
hihiih.... kan faktanya demikian yah (sambil kibas hijab)
Tifa:
hihihihi..... ibu bisa aja deh ngeledekin ayah.
Ayah:
tau nih ibu, belajar darimana sih?
Ibu:
belajar dari ayah lah. Siapa lagi?? Hahahaha
Tifa:
sudah-sudah kasihan ayah bu diledekin terus. Tapi yah, memang cinta itu seperti apa?
Ayah:
hmmmm, Di sebuah pulau tinggal sebuah cinta, kekayaan, kesombongan, dan waktu.
Suatu hari pulau itu tenggelam, namun cinta tidak mempunyai perahu untuk
menolong dirinya. Ketika cinta meminta tolong pada kekayaan, cinta tidak
dijinkan untuk menaiki perahu yang dimilikinya, karena perahunya penuh akan
harta. Ketika cinta meminta tolong pada kesombongan, lagi-lagi tidak ijinkan
karna takut perahu yang dimilikinya kotor. Namun ketika cinta meminta tolong
pada waktu, cinta dijinkan naik olehnya.
Why?
Kamu tau ga Tifa kenapa seperti itu?
Tifa:
hmmmm, ga tau yah. Kenapa yah, coba jelaskan yah biar Tifa ngerti.
Ayah:
karna hanya waktu yang mampu menghargai betapa besar arti dari sebuah CINTA.
CINTA sebuah kata yang memiliki banyak rahasia, CINTA sebuah kata yang memiliki
keindahan, CINTA sebuah kata yang mewakili setiap kata yang tidak mampu
diucapkan namun dapat dirasakan.
Karna
CINTA secangkir kopi pahit berubah menjadi sangat manis, karna CINTA setiap
kata sangat berarti, karna CINTA hidup merasa sangat menyenangkan, karna CINTA
putaran waktu menjadi sangat lambat, karna CINTA setiap langkah menjadi ringan,
karna CINTA setiap masalah menjadi ringan, karna CINTA awan hitam terlihat
sangat indah, karna CINTA cahaya lampu terlihat seindah cahaya rembulan, karna
CINTA setiap detik sangat berharga, karna CINTA hati selalu merindu.
Banyak
yang bermain dengan 1 kata 5 huruf yaitu CINTA, Sebuah permainan yang membuat
banyak orang merasakan SENANG dan BAHAGIA. sebuah permainan yang selalu
dimainkan tanpa ada akhirnya, diawal permainan banyak yang belum mengetahui
CINTA yang sesungguhnya yaitu CINTA SEJATI.
CINTA
SEJATI adalah ketika dia mencintai orang lain dan kamu masih mampu untuk
tersenyum sambil berkata: aku turut bahagia untuk mu. Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal
jika kamu masih mau mencoba, jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa
sanggup, jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu
masih tidak dapat melupakanya.
jika
kita benar-benar mencintai seseorang, kita senantiasa mendoakannya walaupun dia
tak berada di sisi kita. Perasaan cinta di mulai dari mata, sedangkan rasa suka
dimulai dari telinga, jadi jika kamu mau berhenti menyukai seseorang cukup
dengan menutup telinga, Tapi apabila kamu mencoba menutup matamu dari orang
yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal
di hatimu dalam jarak waktu yang cukup lama. Jangan simpan kata-kata cinta
kepada orang yang tersayang sehingga dia pergi meninggalkan dunia, sebaiknya
ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan di benakmu itu SEKARANG selagi masih ada
waktu.
Cinta
bukan mengajarkan kita lemah tetapi membangkitkan kekuatan, CINTA bukan
mengajarkan kita menghina diri tapi menghembuskan kegagahan, CINTA bukan
melemahkan semangat melainkan membangkitkan semangat. CINTA dapat merubah pahit
menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh,
penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, kemarahan menjadi rahmat.
sungguh
menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih
menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki
keberanian untuk menyatakan cintamu kepada dirinya. Hal yang menyedihkan dalam
hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang berarti bagimu, Hanya untuk
menemukan pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya
pergi begitu saja.
Kamu
tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu
hancur berkeping, hanya mendengar kata "HAI" darinya dapat menyatukan
kembali kepingan hati tersebut. Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang
mencintai kamu sepenuh hati sehingga kamu kehilangannya, Pada saat itu tiada
guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi. Cinta tidak pernah meminta
senantiasa memberi, cinta membawa penderitaan tapi tak pernah mendendam, tak
pernah balas dendam, dimana ada cinta disitu ada kehidupan. Jangan mencintai
seseorang seperti bunga, karena bunga mati kala musim berganti, cintailah dia
seperti sungai, karna sungai mengalir selamanya.
Permulaan
cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan
tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan, jika tidak, kamu hanya
mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya. Kata- kata
cinta lahir hanya sekedar di bibir dan bukan dihati yang mampu melumatkan
seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas
mampu mengobati segala luka di hati setiap orang yang mendengarkannya. kamu
tidak akan pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta, namun apabila sampai saatnya
itu, railah dengan kedua tanganmu dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta
tanda tanya di hatinya.
Cinta
bukanlah kata murah dan lumrah untuk dituturkan dari mulut ke mulut, tetapi
cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai
kesuciannya. Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak, bukan cinta namanya
jika hati tidak pernah terluka, bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah
merindu dan cemburu.
Bercinta
memang mudah, tapi untuk di cintai juga mudah, Tapi untuk di cintai oleh orang
yang kamu cintai itulah yang sukar diperoleh. Satu- satunya cara agar kita memperoleh
kasih sayang ialah jangan menuntut agar kita dicintai tetapi mulailah memberi
kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.
Tifa:
hmm... jadi begitu ya, so sweet banget deh ayah. Puitis.. “ledek Tifa”
Ayah
: Kamu ini tanya, dikasih tau malah ngeledekin ayah..
Tifa
: hihihih.... beneran deh ya.., so sweet banget itu dalem banget, siap-siap
kelelep Tifa tadi.. hiihihi
Ibu:
sudah-sudah hari semakin sore, kamu mandi dulu sana nak.
Tifa:
siap ibu.
Kakiku
melangkah perlahan-lahan, kata-kata ayahpun masih terdengar jelas ditelingaku.
“jedug”
Tanpa
kusadari palaku terpentok tembok saat ku sedang berjalan menuju kamar, dengan
berbarengan kedua orangtuaku bertanya “kamu kenapa nak?”
dengan
tersipu malu ku hanya menjawab “gapapa ko”. Aku melanjutkan perjalanan kedalam
kamar kesayanganku, tempat yang sangat kurindukan dan juga merupakan tempat
favoritku untuk merenung. Disana sudah ada sebuah boneka kesayanganku yang
sudah menantiku sejak lama, tanpa sabar kuhampiri boneka yang kuberi nama
“angel” dia yang selalu menemaniku disaat kedua orangtua ku sudah terlelap
dalam mimpinya. Kucium dan kupeluk erat bonekaku, lagi-lagi kata-kata ayah
terdengar ditelingaku yang mambuatku merenung tentang cinta. Renunganku mampu
membuatku flashback saat pertamakali aku
masuk universitas, didalam ingatanku ada seorang pria yang secara diam-diam
mengagumi dan menyukaiku sejak pertama kali kami berkenalan. Dia bernama Jody.
Ini adalah
cerita perkenalanku dengan Jody
3
September 2009 hari pertama ku masuk kuliah.
Tepat
pukul 05.00 jam weker ku pun berbunyi, dan terdengar suara “kring kring kring” dengan mata sayup ku
mencari asal suara itu, ternyata suara dari hp ku. Ibu ku menelepon....
Aku:
assalamu’alaikum...
Ibu:
walaikumusalam, kamu sudah bangun nak?
Aku:
sudah bu, ini mau ambil wudhu untuk sholat subuh.
Ibu:
alhamdulillah, ia sudah sana kamu sholat dulu.
Aku:
ia ibu, assalamu’alaikum. Love you
Ibu:
walaikumusalam. Love you too.
Tanpa
menunda lagi aku melangkahkan kaki menuju kamar mandi tepat berada disebelah
kamar kosku, suasana sungguh sangat tenang dan menyenangkan. Kubuka keran dan
airpun mengalir, air begitu dingin dan sejuk segera aku mengambil air wudhu.
Setelah berwudhu dengan segera ku melakukan kewajiban ku sebagai muslimah, aku
selalu ingat pesan ayah “nak, dimanapun
kamu berada, sesulit apapun keadaanmu, sesibuk apapun dirimu jangan pernah
tinggalkan sholat ya.” Alhamdulillah
kewajibanku kini sudah kulakukan, sambil menunggu waktu kuliah kuhabiskan
waktuku untuk membaca Al-Qur’an. Ayat demi ayat, surat demi surat telah kubaca
tanpa sadar waktupun berputar dengan cepat. Lagi dan lagi jam wekerku pun
berbunyi pertanda aku harus segera bergegas bersiap-siap untuk melangkahkan
kaki menuju kampus pertamaku, dengan bergegas kuambil perlengkapan mandiku.
Sehabis mandi ku keluarkan satu persatu baju dilemari. Kucoba pakaian tersebut
didepan cermin, 30 menit waktu terbuang memilih pakaian yang pas kukenakan untuk hari pertamaku kuliah dan
akhirnya ku memutuskan memakai pakaian model gamis warna biru langit dengan
hijab berwarna putih. Pakaian itu adalah hadiah ulang tahunku yang lalu dari
ayah, ternyata setelah lama ga pernah kukenakan masih muat padahal badanku
bertambah melar karna kebanyakan ngemil tiap malam sungguh menyedihkan L.
Pakaian
sudah kukenakan, hijabpun sudah tertata rapi di wajahku dan akupun tidak pernah
lupa merias wajahku sewajarnya. Tanpa berlama-lama didepan cermin aku bergegas
melangkahkan kakiku menuju kampus kebanggaanku dan orangtuaku, hanya 5 menit
akupun telah sampai ditempat ku untuk menuntut ilmu. Disana aku dan semua
mahasiswa/wi dikumpulkan disuatu tempat untuk saling berkenalan, mataku terpana
seakan waktu berhenti seketika saat melihat salah satu mahasiswa baru yang
datang terlambat saat itu dengan sebuah motor dan helm yang menutupi kepalanya
. Aku menarik nafas panjang, mengisi sela paru-paruku dengan kehidupan. Angin
kini membelaiku lembut. Menyibak hijabku ke udara, lalu detik kemudian turun
lagi. Pandanganku menerawang langit yang kini kemerahan. Kupejamkan mataku,
suara jantung yang berdegup kencang di dalam sana jelas terdengar. Untuk
sesaat, kutinggalkan kenyataan dan kembali ke masa lalu saat dia membuka
helmnya dan menghampiriku.
Pertama
kali aku merasakan perasaan yang sangat aneh saat pertama kali aku bertemu
dengannya. Entah ini perasaan apa, karna akupun tidak mengerti dengan perasaan
ini.Tidak seperti pada orang lain yang kunilai secara fisik. Kalau melihat Dia
dari fisiknya, lebih sempurna lagi. Tinggi, kulitnya sawo matang, cool, macho
dan masih banyak lagi. Ia mampu membuat pandangan pertamaku tentangnya berarti
dari hati. Kebaikan, kejujuran, dan hatinya yang lembut, terlihat jelas dari
auranya yang kian memancar.
"Jody"
ia menyebut namanya sembari tersenyum padaku, tangannya ikut menyambut
kedatanganku dan ajak saat itu.
"Tifa"
aku balas tersenyum. Kurai tangannya dan segera saja rasa hangat
menyelubungiku.
“sudah
jangan lama-lama salamannya”begitu yang dikatakan oleh sahabat kecilku yang
bernama Zahra, dia kuliah dan masuk diuniversitas sama denganku. Dengan spontan
dan muka sedikit memerah ku melepaskan tangannya.
“ah,
kamu ini Zahra bikin aku malu saja”dengan sigap akupun menjawab ucapannya.
“maaf
Tifa, bukan maksudku untuk membuatmu malu, tapi akupun ingin berkenalan
denganya. Hehehe” begitu jawab sahatbatku
Dan
aku pun segera memperkenalkan sahabatku dengan laki-laki yang baru saja aku
kenal.
“perkenalkan
dia sahabatku namanya Zahra” mereka pun saling berjabat tangan.
“sudah-sudah
jangan lama-lama salamannya”ucapan balasku kepada Zahra
Wajah
Zahra pun memerah seperti yang sudah kualami dan dia menyubitku dengan keras,
dengan spontan ku berteriak “aaaaddduuuhhhhh”
Jody pun hanya tersenyum melihat kelakuan kami yang sangat memalukan saat itu.
Huuffttt semua gara-gara Zahra merusak situasi yang sangat menyenangkan ini L.
Terdengar
suara teriakan dari kejauhan ”hey, kalian cepat kesini” begitu ucapan salah
satu senior saat itu. Aku, Zahra, dan Jody bergegas memenuhi panggilan senior
ku. Kami pun saling berkenalan dengan mahasiswa/wi yang lain, dalam hati ku
berucap”hari ini sungguh menyenangkan J”.
Perkenalan
pun telah usai dan hari pertamaku kuliah pun telah usai, ku jalani detik demi
detik, jam demi jam, hari demi hari dikampus tersebut. Suatu hari Zahra
bercerita tentang gosip yang sudah buming dikampus kami “Tifa, kamu sudah
dengar tentang gosip kamu sama Jody”dengan penuh semangat dia bertanya padaku.
dengan
kaget akupun menjawab ”ah, gosip apa? Aku ga pernah peduli dengan gosip yang
beredar dikampus kita ra”
“itu
loh Tifa, gosip tetang Jody yang mengagumi dan menyukaimu sejak pertama kali
kalian berkenalan”
Dengan
sedikit senang aku pun memastikan kebenaran gosip tersebut “ah, yang benar
kamu? Itu kan cuman gosip.”
Zahra
menyakinkanku bahwa itu bukan hanya sekedar gosip murahan melainkan itu adalah
kenyataan “ih itu beneran tau Tifa, malah Jody minta bantuanku untuk
mendekatkan dia sama kamu”
Dengan
rasa yang kaget bercampur dengan rasa senang aku pun menjawabnya “ah, kamu
jangan bercanda Zahra”
“ih,
aku serius Tifa. Aku ga bercanda” begitu sahabatku menjawab.
Buku
yang sedang kubaca saat itu menjadi sangat tidak berarti, pikirkan ku hanya
tertuju pada pembicaraan kami. Namun seketika semua berubah setelah mengingat
pesan ibu dan ayahku “Tifa, ingat ya kamu
ke jakarta untuk menuntut ilmu. Sementara hal-hal yang membuatmu tidak
konsentrasi terahadap kuliahmu lupakan sejenak.” Aku pun bergegas melupakan
pembicaraan dengan Zahra dan aku kembali membaca buku yang sedang kubaca sambil
berkata “kalau memang itu yang sesungguhnya biarkan saja, aku ke jakarta untuk
menuntut ilmu. Jika dia jodohku pasti kami dipertemukan kembali di waktu dan
tempat yang berbeda, aku serahkan hidupku, ibadahku, dan jodohku hanya pada
Allah SWT”.
Setelah
mendengar perkataanku Zahra hanya berucap “okelah kalo begitu”
dia
pun segera kembali ke kamarnya yang tidak jauh dengan kamarku. Ditinggalnya aku
oleh Zahra dalam kesendirian dikamar membuatku merenung akan pembicaraan kami,
tiba-tiba terdengar suara adzan menyadarkanku. Bergegas akupun mengambil wudhu
dan melakukan kewajibanku, setelah sholat ku berdoa “ya Allah kaulah pemilik
alam semesta ini, Kaulah pembolak-balik hati ini, Kaulah maha segalanya. Aku
percaya dibalik pertemuanku dengan Jody, Kau merencanakan yang baik untuk kami.
Kau yang mengetahui siapa yang pantas jadi imamku nanti, jika memang dia yang
pantas untuk menjadi imamku tolong pertemukan kami kembali diwaktu dan tempat
yang berbeda. Dan biarkan aku disini menyelesaikan tugasku sebagai seorang
anak, namun jika memang dia bukan jodohku tolong hilangkan dia dari pikiranku
sekarang juga. Aamin”
Tiba-tiba
terdengar suara yang menyambut “Aamiin” ternyata itu suara Zahra yang sudah
berada didepan pintu kamarku tanpa aku sadari.
diapun
meledeki ku “cie Jody cie”
dengan
wajah malu aku hanya menjawab “husss, sudahlah jangan mengejekku mulu. Kamu
sudah sholat?”
Dia
pun menjawab “belum, hehehehe”
“sudah
sholat dulu sana, sholat itu penting jangan pernah tinggalkan sholat”
“siap
Ustadzah, hehehhe” dia pun bergegas mengambil wudhu dan sholat di kamarnya.
Disaat
ku mengulang kembali masa lalu tiba-tiba terdengar
“tok
tok tok, kamu sedang apa nak sudah mandi belum? Sudah sholat belum? ayah sudah
menunggumu di meja makan” ternyata ibuku yang sudah berada didepan kamarku.
Dengan
rasa kaget yang luar biasa aku hanya menjawab tanpa membukakan beliau pintu “ia
bu, sebentar lagi Tifa keluar”
Aku pun bergegas untuk mandi dan sholat,
selepas mandi pun bergegas aku menunaikan sholat. Seusia sholat kurenunggi
kembali apa yang terjadi dimasa lalu.., Astagfirallah.. aku ingat masa itu
hatiku mulai merasakan apa yang remaja lain rasakan. ya.. Virus merah jambu itu
sempat menguasai diriku tatkala itu, setelah lama ku renungi, kembali aku
teringat akan firman ALLAH dalam surah
An-Nur . وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman :
"Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An
Nuur: 31)
Ya..
menundukan pandangan, itulah kesalahanku tatkala aku pertama mengenal Jody,
kubiarkan pandanganku tak terjaga kala itu hingga syaitan mampu masuk dan
menyebarkan virus merah jambu itu padaku. Tapi bukankah cinta itu adalah fitrah
manusia??? Belum mampu ku definisikan itu sebuah dosa atau kah bukan. Saat itu
juga aku teringat bahwa aku berjabat tangan dengan Jody dan laki-laki lain
tatkala masa diperkuliahan yang baru ku ketahui baru-baru ini ternyata hal
tersebut dilarang. Ku raih buku yang
membahas hukum berjabat tangan dengan non mahrom. Ku baca dan ku dapati sebuah hadist
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ
يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ
يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya
kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada
menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni).
Tifa
mengambil kesimpulan bahwa Allah saja memerintahkan kami untuk menundukan
pandangan dan sebuah sentuhan tentu melebihi dari sebuah pandangan kan, ya..
Tifa seketika merasa sangat takut tatkala meningat kejadian perjumpaannya
dengan Jody. Inalillahi... Astagfirallah kata tifa dalam hati, ya.., itulah
kesalahanku tatkala aku menyambut uluran tangan mereka kala itu. Dan saat
berjabat tangan dengan Jody pula perasaanku kian kacau, rupanya syaitan telah
menyelinap masuk kala itu. Tiba-tiba terdengar ibu memanggil namaku, sehingga
aku berlekas melepas mukenah yang ku kenakanan dan berjalan membuka pintu, tanpa
berlama-lama lagi aku bergegas menuju meja makan. Ibu ku berkata benar ayah
sudah menungguku dari 30 menit yang lalu, dengan wajah bersalah berjalan sambil
nenunduk akupun menarik kursi dan duduk tepat disebelah ibuku.
Baru
saja aku duduk ayah berkata “kamu lama sekali nak, ngapain aja dikamar?”
Ayah bertanya apa yang ku kerjakan dikamar
hingga lama sekali mereka harus menungguku kala itu.
Dengan
nada bingung aku menjawab “ah, tidak ngapa-ngapain yah. Cuma tadi tifa buka
buku lama dan malah ke asikan baca sampai lupa. Hehehehe”
Ibuku
menyambar seperti tiang listrik “paling juga Tifa lagi merenung tentang cinta
yah, hahahaa”
Aku
hanya terpaku diam tanpa bahasa,
syukurlah membela ku ayah berkata “sudah kita makan dulu , nanti saja
kita bicara lagi setelah makan”
mendengar
perkataan ayah hatiku sedikit merasa tenang. Fiuuhhh, you’re the best my father
J
Makan
pun telah usai, sekarang tugasku untuk membereskan meja makan dan mencuci
piring. Sambil mencuci piring dibenakku selalu timbul pertanyaan yang sama
berulang-ulang “nanti ayah sama ibu membahas tentang cinta lagi ga ya? Kalo
ngebahas aku mesti jawab apa?”
Tiba-tiba
terdengar sebuah ucapan yang menyadarkanku “Tifa, kamu cuci piring ko sambil
bengong. Hayo kamu lagi mikirin apa?”
Aku
pun menengok dan ternyata ibu berdiri disampingku sedang membuat kopi untuk
ayah dan aku menjawab dengan jawaban pembelaan “ga mikirin apa-apa ko bu, aku
terpana melihat suasana diluar sana. Hehehe”
Ibu
kurang yakin dengan jawabanku dan dia bertanya kembali “ah, yang bener? Ia
sudah kalo gitu jangan kebanyakan bengong. Nanti abis cuci piring langsung
keruang tamu ia nak, ada yang ayah mau sampaikan sama kamu.”
Deg deg deg deg
deg dengan cepat jantung ini berirama
mendengar perkataan ibu “ah, ia bu nanti aku kesana abis cuci piring”
Ku
segera menyelesaikan tugas ku mencuci piring, setelah itu ku melangkahkan kaki
dengan cepat menuju ruang tamu dengan muka yang sangat kebingungan, penuh tanda
tanya, dan hati yang tidak tenang. Baru kali ini aku merasakan perasaan ini
selama aku dirumah ini, “kira-kira ayah mau nyampaikan apa ia” begitu ucapku
dalam hati selama perjalanan menuju ruang tamu.
Sesampainya
diruang tamu aku mengambil nafas yang sangat dalam dan duduk disebelah ibuku,
situasi ini sungguh meneganggakan lebih meneganggkan disaat aku menghadapi
sidangku dulu.
Kupandangi
wajah ayahku yang sedang menikmati kopi buatan ibuku, wajahnya sungguh serius
sekali begitupun dengan wajah ibuku yang sedang membaca majalah. Baru kali ini
aku melihat wajah kedua orangtua ku sangat serius sekali, hatiku semakin tidak
tenang setelah melihat wajah mereka begitupun dengan pikiranku. Lagi-lagi
kuambil nafas yang sangat dalam untuk menenangkan jiwa dan ragaku, namun tidak
berhasil malah berhasil membuka percakapan yang dimulai oleh ayahku. huufftt
Ayah:
kamu kenapa Tifa?
Aku:
(dengan rasa kaget) ah, tidak kenapa-kenapa ko’ yah.
Ibu:
(sambil membaca majalah) paling juga dia tegang yah, dia kan kalo lagi tegang
seperti itu.
Ayah:
loh, kenapa kamu tegang nak?
Ibu:
wajar dia tegang yah, tadi pas ibu buatin kopi untuk ayah aku bilang ke Tifa
kalo cepet-cepet nyuci piringnya soalnya ayah mau menyampaikan sesuatu. (sambar
ibuku)
Ayah:
ooooo, begitu toh.
Aku:
ia yah, tadi ibu berkata seperti itu. Memang ayah mau menyampaikan apa ia yah?
Ayah:
hm.... memang ayah tadi mau menyampaikan apa ya bu. Ayah lupa.
“Haduh
ayah ada-ada aja perasaan udah ga tenang begini, sekujur tubuh gemetaran,
pikiran ga tenang masih saja bercanda.” Dalam hati ku berucap
Ibu:
loh ko ayah nanya ibu, ibu aja ga tau ayah mau nyampaiin apaan. Gimana sih ayah
ini...
Ayah:
hehehee, maaf maaf ayah hanya bercanda. Abis kalian terlihat serius sekali, apa
lagi Tifa terlihat tegang sekali.
Ibu:
dasar ayah ini, suasana lagi seperti ini masih sempet bercanda. Ia sudah
langsung aja ayah mau menyampaikan apa sama Tifa. (jawab ibuku)
Ayah:
hehehe, begini Tifa. Tadi sambil menunggumu ayah menerima telepon dari teman
lama ayah, kami berbincang banyak hal dan pada akhirnya kami ingin
mempertemukan kamu dengan anak teman ayah. Kebetulan teman anak ayah ini pria
dia seumuran sama sepertimu dan diapun baru lulus jadi sarjana, sekarang dia
sedang melanjutkan pendidikannya diluar negeri. Siapa tau kalian JODOH
Ibu:
nah kamu mau kan nak bertemu dengan anaknya teman ayah, sudah saatnya kamu
menikah nak. Lagipula ayah sama ibu sudah ga sabar menggendong cucu dari kamu.
(ibuku menyambar begitu saja)
Aku:
“aduh ku mesti jawab apa, ini rasanya seperti berada di pinggir pantai dengan
ombak yang sangat besar dan siap menerjangku kapan saja yang ingin membawaku
hanyut tenggelam kedalam lautan” dalam hatiku berucap
Ibu:
loh, kamu ko diam saja nak. Kamu takut ya kalo anaknya teman ayah wajahnya
tidak setampan ayahmu, hhehehee (ibu ku menjawab sambil mengejekku dan ayahku)
Aku:
tidak ko bu, baru aja aku mau jawab eh ibu udah motong duluan. Hehehee (jawab
balasku)
Ayah:
sudah-sudah ... jadi bagaimana Tifa?,
mau kan kenalan dengan anak teman
ayah saat mereka bersilahturahmi kerumah?
Aku:
memang kapan teman ayah bersilahturahmi kesini yah? (jawabku menepis perkataan
ibu)
Ayah:
seingat ayah, beliau bilang sekitar 3 atau 5 hari lagi. Dia sedang menunggu
anaknya yang sedang mengurus kuliahnya pulang.
Aku:
ah, 3 atau 5 hari lagi? (jantungku rasanya ingin copot mendengar kabar
tersebut)
Ayah:
ia nak, kenapa nak? Kamu sudah punya janji dengan orang lain?
Ibu:
bisa saja kamu nak, ngeles pertanyaan ayah seperti tukang bajaj dijakarta sana.
Hahahaaa (jawab ibuku)
Ayah:
ibu ini kasihan Tifa diledekin terus (jawab pembelaan dari ayah)
Aku:
“haduh ibu ini hati semakin tidak tenang mendengar kabar dari ayah, masih aja
diledekin apes-apes L”
jawabku dalam hati
Ibu:
hahahaaa, ia sudah hari semakin malam. Kamu istirahat saja sana nak. Pasti kamu
lelah sekali melakukan perjalanan 2 jam didalam pesawat
Aku:
ia ibu, aku istirahat dulu ia bu yah.
Akupun
bergegas pamit masuk kamar untuk istirahat, raga ini cukup lelah selain
melakukan perjalanan dari jakarta – medan menghabiskan waktu 2 jam dengan
pesawat ditambah dengan kabar dari ayah barusan. Ku melangkahkan kaki dengan
cepat menuju kamarku, dalam perjalanan menuju kamar kali ini aku tersandung
oleh kakiku sendiri dan hampir jatuh karna memikirkan kabar dari ayah. Ayah dan
ibu kaget serontak melihatku hampir jatuh sambil berkata “hati-hati nak” akupun
hanya mampu menjawab “ ia ibu”.
Sesampainya
didalam kamar akupun menebak-nebak seperti apa anak teman ayah nanti yang akan
berkunjung kerumah “apakah Jody yang akan berkunjung kerumah? Kalo memang dia
apa yang harus kulakukan? Aku mesti berpenampilan seperti apa nanti didepan
dia?” tanyaku dalam hati
Seketika
saja renunganku tadi menghilang bagaikan diterjang ombak tengelam dilautan,
semuanya menghilang dan kini virus merah jambu yang berhasil aku lumpuhkan
beberapa tahun lalu kini kembali menyelimuti hati. Dag dig dug jantung
berdenyut lebih cepat dari keadaan normal. Bayanganku tentang Jody kembali
muncul dalam benakku, susah payang aku menghapusnya dulu dan kini muncul
kembali secara tiba-tiba. Hanya saja dulu memang aku merasa tak tepat waktunya
karena aku harus melanjutkan study ku di university tapi kini aku bukan Tifa
seorang mahasiswi seperti dulu. Ini aku telah lulus menjadi sarjana dan tentu
saja kesiapan menikah haruslah ku persiapkan kini. Akupun seorang wanita normal
yang menginginkan untuk dilamar seorang laki-laki yang kucintai dan menikah
dengannya membangu keluarga kecil kami dengan cinta dan kehangatan.. aduh...,
jauh banget sih mikirnya. “tatkala Tifa tersenyum sendiri memikirkan itu
Semua ,tiba-tiba terdengar kring kring kring ternyata ponselku
berbunyi dan Zahra meneleponku
Zahra:
assalamu’alaikum...
Aku:
walaikumusalam....
Zahra:
kamu lagi ngapain Tifa?
Aku:
kebetulan sekali kamu menelepon, baru aku mau telepon kamu ra.
Zahra:
(dengan penuh semangat dia bertanya) ada apa ada apa, can i help you my sister?
Hehehee
Aku:
ah, kamu ini semangat sekali. Aku galau ra. Hiks hiks hiks
Zahra:
kamu galau kenapa sayang? Sini-sini cerita sama sahabatmu yang paling baik,
rajin menabung, dan paling tau.. (jawab Zahra mmembuatku tertawa)
Aku:
kamu kerumah aja sekarang ra, panjang ceritanya by phone.
Zahra:
haduh Tifa, ini sudah malam mana boleh aku keluar sama bapaku walau cuman kerumah
kamu. Sudah cerita by phone saja. Kamu galau kenapa?
Aku:
ia sudah besok saja aku ceritanya, kalo cerita sekarang by phone nanti pulsamu
abis lagi. Heheheee
Zahra:
(sangat penasaran) haduh kamu ini bisa banget deh bikin aku penasaran, udah
cerita sekarang aja. Kalo pulsa ga usah kamu pikirin, nanti bisa aku beli lagi
ko. Heheheee
Aku:
awas aja nanti kamu nyalahin aku kalo pulsamu abis. Hehehee
Zahra:
ia ia ia kalem mba bro hahahaaa, udah cerita sekarang nanti pulsanya keburu
abis nih. Hehehee
Aku:
ia ia ia sabar sayang, aku bingung mau cerita dari mana. Ini panjang banget
pesawat yang kita naiki saja kalah panjangnya sama ceritaku nanti. Heheheee
Zahra:
ih, nyebelin deh kamu. Tinggal cerita aja, huft
Aku:
sabar sayang, inget Allah beserta dengan orang-orang yang sabar. Hehehee
Zahra:
siap Ustadzah, heheheee
Aku:
begini loh ra, tadi kan aku makan malam sama ayah dan ibuku. Nah sebelum makan
malam ayah menungguku dimeja makan sambil menerima telepon dari teman lamanya, ayahku
bilang kalo aku mau dijodohin gitu ra sama anak teman ayahku. Mana 3 atau 5
hari lagi mereka datang kerumah. Terus sebelum kamu menelepon aku berharap kalo
anaknya temen ayahku itu Jody, hehehee. Soalnya tadi ayah bilang dia seumuran
dengan ku dan baru saja lulus jadi sarjana, sekarang dia lagi menyelesaikan
semua persyaratan untuk melanjutkan pendidikannya diluar negeri. Seingat aku
Jody juga mau melanjutkan kuliahnya di luar negeri kan juga kan ra?
Zahra:
hahahahaa, cie cie yang mau dijodohin. Cie cie yang masih inget sama Jody, dulu
kamu bilang dibiarin aja sih Jody ko sekarang kamu mengharapkan banget kalo
anak teman ayahmu itu sih Jody. ia bener Jody mau melanjutkan pendidikannya di
luar negeri. Oia memang kamu ga nanya tadi siapa namanya? Dia lulusan mana?
Aku:
kamu ini ya ra kerjaannya mengejekku mulu. Nah, itu dia aku lupa tanyain. Tadi
ga sempet berpikir buat tanyain itu, soalnya aku tegang duluan mana ibuku
ngeledekin aku mulu sama seperti kamu. Huft L
Zahra:
hahahaa, abis kamu gampang salting sih, lucu banget muka panikmu itu fa...
hihihi. btw Cuman begitu doang ceritanya? Haduh panjang dari mana, pulsa ku
saja masih sisa banyak. Hehehee, ia sudah sehabis kita teleponan kamu langsung
tidur aja jangan mikirin itu mulu trus nanti kamu bangun deh 1/3 malam. Sholat
tahajud minta ketenangan hati oleh Sang pemilik hati, dan jangan lupa berdoa
juga kalo nanti beneran sih Jody yang datang kerumahmu. Hehehehe
Aku: Masyallah ra.. kamu sudah beralih profesi
jadi Ustadzah ya...
Zahra
: heh??? Ustadzah darimana??
Aku
: nah itu.. kata-kata kamu tuh.. spektakuler.. hihih.... “balas Tifa meledek
Zahra”.
Zahra
: Kamu tuh ya dibilangin yang bener masih aja ngeyel aku cubit nanti.. udah
sana buruan dilakukan itu.
Aku
: iya iya sayang makasih ia sayang kamu sudah mengingatkanku. Ia sudah aku
tidur ia ra biar nanti bisa bangun. Hehehee. Assalamu’alaikum
Zahra:
walaikumusalam...
Hp
ditanganku kini kumatikan dan kusegerakan untuk merebahkan tubuhku dan tidur,
tepat pukul 02.00 dini hari jam wekerpun berbunyi. Dengan mata sayup ku
melangkahkan kaki menuju kamar mandi, mengambil wudhu dan melakukan sholat
sunnah disaat ibu dan ayahku terlelap dalam mimpinya. Ku ingin meminta
ketenangan hati oleh Sang pemilik hati, sholat telah usai hatikupun sudah mulai
tenang dan kumelanjutkan aktivitasku sambil menunggu subuh dengan membaca
Al-Quran. Ayat demi ayat, surat demi surat pun telah ku baca tanpa ku sadari
adzan subuh pun tlah berkumandang tanpa berlama-lama lagi ku menyegerakan
kewajibanku yaitu sholat subuh. Lagi dan lagi kuminta ketenangan hati oleh Sang
pemilik hati agar hatiku jauh lebih tenang dari sebelumnya, alhamdulillah
doakupun terjawab hatikupun semakin tenang dari sebelumnya. J
Tiba-tiba
terdengar suara tok tok tok suara
yang berasal dari pintuku “nak kamu sudah bangun? Sudah sholat subuh?” tanya
ibuku yang sudah berada didepan pintu
Ku
segera membukakan pintu kamarku “ia bu, aku sudah bangun dan sudah sholat
subuh” jawabku berhadapan dengan ibu
“alhamdulillah,
kamu siap-siap gih sana nak temenin ibu kepasar yuk” ajak ibuku
“siap
ibuku yang cantik, aku siap-siap dulu ia bu” jawab ku memenuhi ajakan ibu
Aku
pun segera mandi dan bersiap-siap menemani ibuku tersayang belanja ke pasar,
kali ini aku yang mengetuk pintu kamar ibu “tok
tok tok, ibu aku sudah siap? jadikan kita kepasar?” tanyaku didepan kamar
ibu.
ternyata
ayahku yang membuka pintu kamar “ibu sudah didepan tuh nungguin kamu nak”
begitulah jawab ayah membuatku merasa bersalah membiarkan ibu menungguku L
dan aku pun bergegas menuju depan dimana ibu sudah menungguku sejak tadi.
“ibu
maaf aku kelamaan ya bu?” tanyaku pada ibu
“tidak
apa-apa ko nak, ibu tau kamu pasti berhias dulu kalo kemana-mana walaupun itu
hanya kepasar” jawab ibu sambil membaca
majalah.
“ayo
bu kita berangkat kepasar aku sudah siap sekarang” ajakku
Ibu
menyalakan sepeda motor milik ayah dan kamipun menuju pasar dengan menaiki
sepeda motor kesayangan ayah, ditengah perjalanan ibu lupa membawa dompetnya
alhasil kamipun kembali kerumah untuk mengambil dompet milik ibu padahal
sekitar 100 meter lagi sampai pasar .
Saat
kembali ayah sedang berada didepan teras sambil membaca koran dan menikmati
kopi buatannya sendiri sambil berkata “kalian cepat sekali pulangnya,
belanjaannya mana?”
“boro-boro
belanja yah, nyampe pasar aja belum. ibu tuh lupa bawa dompetnya makanya kami
pulang lagi” jawabku
“maklumi
saja nak, ibu sudah tua jadi daya ingatannya berkurang. Hehehe” pembelaan
sekaligus sindiran dari ayah
“hehehe,
bener juga ia yah” jawabku
Tidak
lama perbincanganku dengan ayah akhirnya ibu pun muncul dihadapan kami dengan
dompet ditangannya “ayo kalian bicarakan ibu ya tadi” begitulah sambar ibuku
ditengah kehingan kami
“ah,
tidak ko bu. Ayo bu kita kepasar lagi, sudah tidak ada yang ketinggalan lagi
kan” jawab ajakku
Kamipun
bergegas melanjutkan perjalanan menuju
pasar, ibu bener-bener deh bawa motornya mengalahkan valentino rossi cepet
bener euy sampai helm yang aku pakai hampir saja terlepas dari kepalaku.
Perjalanan yang biasanya 20 menit dari rumah sampai pasar ini hanya ditempuh
sekitar 10 menit saking ibu buru-buru takut semua belanjaan habis diserbu masa.
“wajar aja ibu buru-buru ternyata ini hari minggu” ucapku dalam hati
Pasar
yang sedang ku kunjungi ini pasar tradisional biasanya hari minggu itu penuh
sekali kalo kesiangan sedikit saja pasti pulang membawa sedikit belanjaan dan
sudah pernah kualamai dulu.
Sesampainya
dipasar aku dan ibu langsung berbagi tugas mencari belanjaan yang sudah ibu
tulis sebelumnya, kami pun berpisah sampai pada akhirnya kami bertemu kembali
disalah satu kios milik tetanggaku. Dari kejauhan aku melihat ibu sedang asik
memilih belanjaan sambil ngobrol dengan pemilik kios tersebut, pemilik kios itu
tetangga aku rumahnya tidak jauh dari rumah yang aku tempati dia salah satu
tetangga terdekatku yang bisa bilang saudara karna kedekatan keluargaku dengan
tetanggaku dan aku biasanya memanggil beliau dengan sebutan tante. Dari
kejauhan ku melihat mereka tertawa “apa yang sedang mereka bicarakan? Apakah
membahas tentang jodohku” tanyaku dalam hati, ibuku pun melihat kedatanganku
dan beliau memanggilku, sesampainya disana suasana yang sangat bersahabat
tiba-tiba berubah menjadi sangat biasa. Entah apa yang terjadi
Tante:
eh Tifa, kamu kapan pulang nak?
Aku:
kemarin sore aku sampai rumah tan, tante dan sekeluarga gmn kabarnya?
Tante:
alhamdulillah sehat nak, kalo ga sehat tante ga jualan. Heheheee
Ibu:
ah kamu ini nak ada-ada saja bertanyanya (sambung ibuku)
Aku:
ah ibu aku kan basa-basi dulu. Hehehee
Tante:
kamu ini nak masih aja basa-basi sama tante seperti sama siapa saja. Oia kamu
sudah mempersiapkan diri untuk bertemu degan calon suamimu?
Aku:
(spontan jantungku berdetak lebih cepat dari normal dan sayuran yang sedang ku
pegang tiba-tiba jatuh dengan sendirinya)
Ibu:
ko sayurannya dibuang sih nak?
Aku:
maaf maaf maaf aku tidak sengaja menjatuhkannya, maaf ia tan. Hehehee
Tante:
tenang saja kamu kan sudah biasa menjatuhkan dagangan tante. Hahahaa (jawab
tante dengan mengejek)
Aku:
(dengan tersipu malu aku menjawab) tante jangan mengumbar hal tidak baik ah,
aku malu banyak pembeli disini. L
Tante:
hahahaa, gmn gmn sudah siap kamu? (bertanya dengan pertanyaan yang sama)
Aku:
siap apa tan? (pura-pura ku tidak mendengar pertanyaan tante yang sebelumnya)
Tante:
itu loh sudah siap kamu bertemu dengan anak temen ayahmu? Hehehe. Tadi ibumu
sudah bercerita sebelum kamu kesini
Aku:
haduh tante kirain siap apa. Aku mah siap-siap saja tan, ga tau deh gimana
dengan anak temen ayah. Hehehee (jawabku menantang)
Ibu:
yuk kita pulang nak, ibu sudah mendapatkan belanjaan yang kita perlukan untuk
kebutuhan masak, kamu juga sudah mendapatkan semua yang ada dicatatan kan nak?
Aku:
ia bu, aku sudah mendapatkan semuanya
Haripun
semakin siang, aku dan ibu sudah mendapatkan seluruh belanjaan yang diperlukan
untuk memasak hari ini. Aku pun berpamitan sama pemilik kios yang tidak lain
adalah tetanggaku, kami pun bergegas menuju parkir motor. Sesampainya disana
ibu pun menyalakan mesin motor brem brem,
kami pun bergegas pulang kerumah. Kali ini ibu mengendarai sepeda motor dengan
kecepatan normal soalnya ga buru-buru seperti pagi tadi, ditengah perjalanan
entah mengapa ban motor kami tiba-tiba saja kempes. Kami harus berenti dan
mendorong sepeda motor serta membawa belanjaan mencari tambal ban, huffttt..
Langkah
demi langkah meter demi meter kami lalui, belum juga ada pertanda tambal ban.
Akhirnya 100 meter kami tempuh terlihat juga batang hidung pemilik tambal ban,
kami pun mempercepat langkah kami, sesampainya disana aku mencari 2 botol air
mineral. Aku pun sudah mendapatkan air mineral yang kami inginkan dan akupun
bergegas memberikannya ke ibu, kasihan ibu wajahnya terlihat sangat lelah.
Detik demi detik menit demi menit kami menunggu tukang tambal ban menyelesaikan
pekerjaannya dan tiba-tiba terdengar suara kring
kring kring, ternyata itu suara berasal dari hp milik ibu dan ayah
menelepon kami. Wajar saja beliau menelepon mungkin khawatir sama kami cukup
lama kami meninggalkan rumah.
(percakapan ayah dan ibu by phone)
Ayah:
assalamu’alaikum..
Ibu:
walaikumusalam...
Ayah:
kalian sudah dimana lama sekali kalian sampai rumah?
Ibu:
ban motor kempes yah, ini lagi di tambal kata tukang tambal ban pentil ban
dalam sobek jadinya mesti diganti makanya kami lama sampai rumah.
Ayah:
oooo gtu, ayah lupa tadi ngasih tau kamu kalo ban motor sedang bermasalah.
Hehehe
Ibu:
ih ayah nyebelin deh, tau gtu kan tadi kami naik angkot saja L
Ayah:
hehehehe, maaf maaf namanya juga lupa :D. Ia sudah kalian hati-hati dijalan ia,
assalamu’alaikum
Ibu:
ia yah, walaikumusalam
Tidak
lama ayah menelepon tukang tambal ban pun menyelesaikan tugasnya, ibu pun
mengambil uang didalam dompetnya dan membayar yang harus dibayar lalu segera
pulang kerumah. Untung kali ini ibu membawa uang lebih, biasanya ibu kalo
belanja kepasar selalu bawa uang pas-pasan. Alhamdulillah J
Perjalananpun
kami lanjutan, panas matahari hari ini sungguh menyengat “kulitku hitam deh”
dalam hati ku berkata, semakin lama
semakin kencang ibu mengendari motor “ibu pelan-pelan saja mau kemana buru”
tanyaku,
“ibu
sudah lapar nak, hehehe, pegangan yang kencang ia” jawab ibuku
Mendengar
jawaban ibu ku, aku memegang ibu dengan sangat erat.
“longgarkan
peganganmu nak, kau terlalu kencang memegang ibu” begitu ibu berkata,
“oia
bu, maaf bu. Saking takutnya aku ga sadar deh megang ibu terlalu erat. Hehehe”
jawabku
Tidak
lama perbincangan kami diatas motor, akhirnya kami sampai juga dirumah dengan
rasa lelah dan berkeringat, ayah sudah menunggu kami diteras rumah sejak
menelepon ibu. Melihat wajah kami sangat kelelahan dan keringat yang mengalir
diwajah kami, ayah membantu menurunkan semua belanjaan dan membawakannya
kedalam dapur. Ibu memarkir motor, akupun masuk kedalam kamar untuk
membersihkan semua kotoran yang menempel pada wajahku. Setelah membersihkan
kotoran aku pun bergegas ke dapur untuk membantu ibu memasak, ibu dan aku
mambagi tugas ayah pun ikut membantu karna kami sudah sangat kelaparan. Dengan
adanya bantuan ayah memasak menjadi sangat cepat, ternyata ayah pandai sekali
memasak, hari ini aku mengetahui kelebihan dari ayahku. Entah apa lagi
kelebihan yang beliau miliki, ayahku memang good father.
Dengan
segera kami menyajikan makanan yang telah kami masak keatas meja makan, makanan
sudah tersusun rapi diatas meja makan dan suara adzan dzuhur berkumandang ayah
mengajak aku dan ibu untuk sholat berjamaah sebelum makan. Aku, ayah, dan ibu
segera mengambil air wudhu. Aku sudah mengambil airwudhu begitu dengan ayah dan
ibu, kamipun melaksanakan melakukan kewajiban kami sebagai umat muslim. Ayah
menjadi imam dalam sholat kami karena beliau satu-satunya laki-laki yang ada
dirumah kami, kami tlah menyelesaikan kewajiban kami. Aku pun membereskan sajadah
dan perlengkapan lainnya yang kami gunakan dalam sholat kami, ibu dan ayah
membantuku. Setelah itu kami bergegas menuju meja makan dimana makanan sudah
siap untuk dilahap, ku tarik kursi dan duduk disebelah ibuku lalu terdengar
dari suara pintu rumahku tok tok tok “assalamu’alaikum”
dengan serontak kamipun menjawab “walaikumusalam” dengan segera aku membuka
pintu dan ternyata Zahra datang berkunjung kerumahku.
“eh
kamu ra aku pikir siapa?” ucapku berhadapan dengan Zahra
“kamu
pikir siapa Tifa? Jody ia. Dia kan ga tau alamat rumahmu. Hehehee” jawab
sahabatku sambil mengejekku lagi.
“ah
kamu ra terus aja ngeledekin aku, ayo masuk kebetulan aku sama ayah dan ibu
lagi makan. Kamu ikutan makan saja sama kami, sudah lamakan kamu ga merasakan
masakan ibu ku. J”
jawab ajakku
“wah,
kebetulan sekali ayo kita bergegas bertemu dengan ayah dan ibumu perutku
tiba-tiba aja keroncongan nih. Hehehee” jawab Zahra”
Aku
mempersilahkan Zahra masuk kedalam rumah dan menutup pintu rumahku, aku dan
Zahra melangkahkan kaki dengan cepat menuju meja makan.
Dalam
perjalanan menuju meja makan terdengar suara ibuku “nak, siapa yang datang?”
“Bukan
siapa-siapa bu biasa Zahra minta makan kesini” jawabku sambil mengejek
sahabatku
Sesampainya
aku dan Zahra dimeja makan kami duduk bersebelahan, ayah dan ibu mempersilahkan
Zahra untuk mengambil makanan terlebih dahulu.
Dengan sigap Zahra mengambil makanan yang sudah tersedia, “wih sigap
sekali kamu ra” ucap ejekku.
“ah,
kamu ini Tifa kan ayah dan ibumu sudah mempersilahkanku mengambil makanan,
hehehee”
Setelah
Zahra mengambil makanan ayah, ibu dan aku berebutan mengambil makanan karna
makanan sedikit berkurang karna kedatangan Zahra yang tidak terduga sebelumnya.
Aku
melihat Zahra makan begitu lahap dan cepat, dia selesai lebih dulu. “cepet
sekali kamu ra makannya, jangan pulang dulu ia bantuin aku cuci piring nanti.
Hehehee” ucap ledekku
“siappp
ibu ketua” balas ledeknya
Ga
lama Zahra selesai makannya ayah dan ibu pun selesai juga makannya dan aku
makannya paling lama, soalnya kalo makan aku tuh kunyah makanan paling lama
diantara mereka. Setelah menyelesaikan makannya ayah dan ibu pindah ke ruang
tamu, dan Zahra begitu setia menemaniku makan siang hari ini. Ga lama ibu dan
ayah keruang tamu akupun menyelesaikan makananku dan dengan segera aku
membereskan meja makan lalu mencuci piring dibantu oleh sahabatku Zahra,
sebelum membereskan meja makan dan mencuci piring kami membagi tugas. Zahra
yang mencuci piring dan aku yang membereskan meja makan, aku dan Zahra tlah
menyelesaikan pekerjaan kami masing-masing dengan segera kami menuju ruang tamu
karna ayah memanggil kami. Dalam perjalanan Zahra selalu meledekiku tentang
Jody dia tertawa lepas dan aku tersipu malu, sesampainya kami diruang tamu yang
sudah ditunggu sejak tadi oleh ayah dan ibu, kami kembali duduk bersebelahan.
Ayah melihat Zahra begitu senang dan mukaku kemerahaan saat perjalanan menuju
ruang tamu, ayah bertanya “kalian tadi sedang bicara apa, ko muka kamu memerah
Tifa”
aku
dan Zahra saling mencuri pandang mendengar pertanyaan ayah, aku ingin menjawab
namun sudah dipotong terlebih dahulu oleh Zahra. “ga berbicara apa-apa ko om,
cuman tadi aku ngebahas Jody” jawab sahabatku
“Jody,
siapa Jody?” sambar ibuku
“Ituloh
tan salah satu teman kami di kuliah dulu yang sempet mengagumi dan menyukai
Tifa sejak pertama kali mereka berkenalan” jawab Zahra
Mukaku
semakin memerah, jantungku berdetak semakin kencang, tanganku gemetaran, dan
keringat mengalir diwajahku mendengar jawaban dari Zahra, aku ingin sekali
bercerita tentang Jody sama ibu dan ayah tapi aku kalah cepat dengan Zahra.
Ingin sekali ku melangkahkan kaki ke kamar, namun lemas yang kurasakan
membuatku tidak bisa menggerakan sekujur tubuhku. “haduh mati deh, apa yang
harus kukatakan kalo ayah dan ibu bertanya-tanya tentang Jody. Awas aja kau ra
lihat saja apa yang akan kulakukan sama kamu, ggrrrrr -____-“ bisikku dalam hati
“oia,
Tifa kamu ko ga cerita tentang Jody?” tanya ayahku
“maaf
yah, aku baru saja mau cerita tentang dia tapi Zahra menyerobot duluan seperti
supir angkot di jakarta sana” jawab ejekku
“hehehee,
maaf Tifa abis respon kamu lambat sekali” sambar sahabatku
“sudah-sudah
ga usah saling mengejek lagi, sekarang siapa yang mau bercerita tentang Jody.
Tifa atau Zahra?” tanya ibuku
“Tifa
yang mau bercerita tentang Jody tan” jawab sahabatku
“loh
ko jadi aku, kamu ga bertanggung jawab nih ra. Huhuhuu” sambarku menyelamatkan
diri
“ia
sudah kamu saja ra yang bercerita” pembelaan dari ayah.
Mendengar
pembelaan dari ayah aku sedikit merasa tenang, “untung ayah berucap seperti itu
coba kalo tidak, pasti aku yang bercerita dan aku ga tau mesti bercerita apa
tentang dia” ucapku dalam hati
Zahra
bercerita panjang lebar tentang Jody kepada ayah dan ibuku, aku diam tanpa kata
dan tidak berani memandang wajah kedua orang tuaku. Selama Zahra bercerita aku
hanya menunduk dan menahan rasa malu yang sudah terpancar diwajahku, ayah dan
ibu saling mencuri pandang kearahku. 1 detik seperti 1 jam, 1 menit seperti 1
hari. Ingin sekali ku putar waktu lebih cepat dan ingin sekali ku hentikan
Zahra bercerita tentang dirinya, namun apa dayaku semua sudah terjadi begitu
saja. Di pertengahan Zahra bercerita tiba-tiba terdengar kring kring kring suara itu berasal dari ponsel milik ayah dan
ternyata teman ayah menelepon. Zahra pun menghentikan ceritanya sejenak, saat
Zahra menghentikan ceritanya akupun memandang Zahra dengan pandangan amarah
dengan wajah yang memerah. Lalu kuinjak kaki Zahra, Zahra pun berteriak “aaaadduuuhhhhh”, “kamu kenapa ra?” tanya
ibu.
“paling
dia menginjak kakinya sendiri” sambarku
(percakapan
antara ayah dan temannya by phone)
Ayah:
assalamu’alaikum...
Temen
ayah: walaikumusalam, apa kabar temanku?
Ayah:
alhamdulillah sehat-sehat saja, bagaimana dengan kabarmu sekeluarga?
Temen
ayah: Alhamdulilah kami disini sehat-sehat saja, maaf aku mengganggu waktu
santaimu. Aku hanya ingin memberi kabar kalo sudah diputuskan besok lusa aku
berserta istri dan anakku berkunjung kerumah dan kami berangkat dengan
penerbangan pagi. Tolong jemput kami ia temanku. Hehehee
Ayah:
hahahaa, kamu ini. Tenang saja tanpa kamu minta tolong aku akan menjemputmu ko
dibandara. Kamu landing jam brp?
Teman
ayah: hehehee, aku take off jam 08.00 WIB, landing jam 10.00 WIB.
Ayah:
siap besok lusa aku jemput kamu beserta keluarga. Aku tunggu kedatanganmu,
anakku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan anakmu. Hehehe
Teman
ayah: hahahaa, kamu ini bisa saja. Sudah dulu ia, aku hanya memberi kabar itu
saja. J
assalamualaikum
Ayah:
ok temanku, walaikumusalam...
Ayah
menutup ponsel miliknya.
“siapa
yang menelepon yah?” tanya ibuku
“itu
tadi temen ayah menelepon, dia cuman mau kasih kabar kalo besok lusa dia
beserta anak dan istrinya berkunjung kerumah” jawab ayah
“ah,
besok lusa” dengan spontan aku berteriak tanpa kusadari
Ayah,
ibu, dan Zahra memandangku. Mereka kaget mendengar teriakanku secara tiba-tiba,
aku pun dengan cepat menutup mulut dengan tanganku. Wajahku semakin memerah
kali ini sangat merah seperti tomat yang siap dipetik, sedangkan Zahra menahan
tawanya. Ayah dan ibu merasa heran melihat sikap aku dan Zahra. Ayahpun
bertanya “kamu kenapa nak? Ko’ berteriak tiba-tiba”
“ah,
gapapa ko’ yah tadi spontan aja. Maaf maaf” jawabku
“yaa
sudah, kamu lanjutin ra cerita yang sempat terhenti” sambar ibuku dengan penuh
penasaran. Alhasil Zahra pun melanjutkan ceritanya tentang Jody.
“ingin
pingsan rasanya mendengar Zahra melanjutkan cerita dan mendengar kabar dari
ayah” ucapku dalam hati
Entah
apa yang harus kulakukan sekarang, ini seperti berdiri di tengah medan
perperangan yang kapan saja peluru menembus seluruh tubuh. Yang bisa kulakukan
hanya pasrah terhadap waktu, berharap waktu berputar jauh lebih cepat dari
biasanya. Pikiran ku pun melayang entah kemana, perkataan Zahra “begitu deh
ceritanya om tan” mengembalikan pikiranku ke dalam raga dan menyadarkanku dari
berbagai imajinasi yang ada dalam pikiranku. Tiba-tiba ayah bertanya padaku
Ayah : Jadi hubunganmu dengan Jody bagaimana Tifa? Apakah kamu
ada hati dengannya?? (tanya ayahku)
Aku: eh... ehm... ti.. Tifa ga tau yah. (kataku gugup, dan kali
ini aku ga tau harus jawab apa )
Ibu: Tifa... ibu bisa merasakan apa yag kamu rasakan, kamu pasti
masih bingung dengan semua ini sayang. Kamu bingung apakah kamu benar mencintai
Jody atau hanya sekedar menganguminya saja dan sekarang tiba-tba kamu
dihadapkan pada pilihan baru. (tiba-tiba ibu mulai serius dengan pembahasan
kami)
Ayah: Hidup itu memang selalu dihadapkan dengan pilihan. Dan
ayah harap Tifa bisa segera menentukan pilihan Tifa. Teman ayah sekeluarga
besok lusa akan datang kesini, tapi ayah dan ibu tidak memaksa Tifa untuk
menerima perjodohan ini. Kamu berhak menentukan pilihan hidupmu sayang, kamu
sudah cukup dewasa untuk memutuskan jalan hidupmu sendiri.
Aku: Terimakasih ayah, ibu... Tifa hanya memerlukan waktu untuk
menentukan keputusan Tifa ini ayah, bu. (kataku sedikit tenang)
Ayah : Iya sudah kamu ajak Zahra ngobrol sana didalam kamar,
sambil kalian saling curhat. hehehehe (ayah mengakhiri perbincangan ini).
Segera aku ajak Zahra kekamarku. Sudah tidak sabar aku mencubiti
pipinya kesal dengan semua semua ceritanya pada ayah dan ibu.
Aku: Zahra kamu keterlaluan nih... masa kamu ceritain semua ke
ayah dan ibu, Malu tau. L
Zahra : Eciyyeeee.... malu malu segala, woles aja sist. Dengan
orang tua kamu tau soal Jody kan nanti mereka jadi tau kalo anaknya itu punya
hati sama orang lain. Heheheh... *peace sist* J
Aku: iya sih... Tapi tetep aja malu tau. Udah ah aku ga mau
bahas ini lagi. Bisa-bisa migren aku mikirin ini... (menjatuhkan diri kekasur)
Zahra : hihii... Ciiyee ciiyeee.. temenku yang satu ini bisa
galau juga ternyata... hihhihi
Tifa : Udah deh berhenti ngeledekin aku... (kulemperkan bantal
pada Zahra, tepat mengenai pundaknya)
Zahra : Idih... gitu aja ngambek kamu, hhhihiii... oke deh kali
ini serius nih aku. Mau dengerin ga?
Tifa : iya deh aku dengerin, asal jangan ledekin aku terus aja.
Zahra : Saran aku nih ya, mending kamu nenangin diri dulu deh
Tifa, kamu harus pikirkan baik baik karena ini masa depan kamu nanti Tifa.
Bahagia atau ngak nya tergantung dari pilihan kamu saat ini. Kalo kamu sayang
sama Jody kamu kejar dia, tapi kalo kamu yakin dengan anak temennya ayah kamu
ya sama dia aja. Atau mau nambah daftar laki-laki baru?? Hihihi
Tifa : husstt.... ini aja masih belum selesai, eh udah kamu
tawarin aja nambah baru, aku cubit lho kamu nanti.
Zahra : hiihihihi.. ya kan siapa tau sayang. Udah ye sist...aku
pulang dulu ya, jangan galau mulu deh.. mending ke masjid noh dengerin kutbah
daripada galau disini. Bye (dengan segera Zahra meninggalkanku dalam
keheningan)
Terdengar suara kaki Zahra melangkah pergi menjauh meninggalkan
kamarku, membuat aku kembali memikirkan
semua yang belum juga diriku temukan jawabannya. Semakin dalam pikiranku
melayang tanpa tau cara untuk menghentikan lamunan ku kini . Semua pertanyaan
mulai muncul dalam hati dan pikiran ku. Siapakan sebenarnya yang akan menjadi
jodoh ku? Seperti apakah jodoh ku itu? Dimanakah kami akan dipertemukan? Adakah
dia seseorang yang kukenal ataukah seseorang yang baru ku kenal nantinya?
Mungkinkah aku bisa melupakan Jody begitu saja? Dan pertanyaan lain bermunculan
membuatku semakin bingung.
Suara Adzan Ashar berkumandang, segera aku mengambil air wudhu
dan sholat berjama’ah dengan ayah dan ibu. Ayah dan ibu tak banyak bicara.
Mereka memahami bahwa aku pasti butuh waktu untuk memikirkan semua ini. Sama
halnya dengan ku yang juga tak banyak bicara dan memilih banyak diam serta
segera masuk ke kamar setelah selesai sholat.
Owh yes... aku mulai bingung memikirkan ini semua “kataku dalam
hati”. Kuraih ponselku dan aku memilih membuka jejaring sosial, mungkin dengan
membaca status atau chat dengan temanku akan bisa sedikit menenangkan hati dan
pikiran ini.
Sebuah doa yang manis dari salah
satu fanpage membuatku terenyuh karena memang di moment yang tepat :
Untukmu saudariku yang sedang bimbang menentukan calon pendamping hidup, yuk
Aamiin-kan do’a ini : Ya Allah , jika
dia memang baik untuk Agamaku, Keluargaku, dan kehidupanku, maka mantapkan hati
ini.. Namun jika dia tidak baik dan akan menjauhkanku dariMu, maka jarakkan
kami tanpa ada hati yang tersakiti, ganti rasa kecewa menjadi keimanan yang
semakin tangguh. Aamiin.
Aamiin kataku dalam hati. Yah,,, apapun itu nantinya semoga bukan
kecewa pengakhirannya.
*****
BAGIAN
2 ( Benarkah Ini Jodohku Ya ALLAH?? )
Papa : Ada yang perlu papa dan mama bicarakan dengan kamu Damar
Damar : ya udah lah pa.. tinggal ngomong aja kan. Tapi buruan
ya.. Damar buru-buru ini.
Papa : mau kemana kamu? Duduk sini , papa mau ngomong serius.
Damar : hmmm.... oke buruan Ya pa
Papa : Lusa kita akan ke Medan. Kita semua berangkat, kamu juga
Damar. Papa mau kamu tunangan sama anak temen papa.
Damar : Hellooo dad... this is 2013 years. Ga jaman siti Nurbaya
lagi kali pa... Lagian nih ya, Damar itu mau kuliah S2. Apaan tuh pakai tunangan-tunangan segala.
Papa : Ga ada kata ngak. Papa mau kamu tunangan sama anak temen
papa. Dia pinter, baik, dan dari keluarga yang sholeh. Papa yakin dia jodoh
yang pas buat kamu, kamu itu harus berubah Damar.
Damar : Kalo Damar ga mau? Udah deh pa, berhenti buat ngatur
hidup Damar. Damar ga suka papa atur-atur. Damar ini udah gede pa. Udah bukan
bayi lagi yang dilarang ini itu , harus gini harus gitu.
Mama : Damar!!! Kamu harus sopan sama papa kamu.!
Damar : Buat apa Damar sopan sama papa yang ga pernah kasih
kebebasan buat Damar. Damar bukan robot
pa ma.. Damar ini anak kalian, bukan robot kalian.
Papa : Prilaku kamu sejak kuliah semakin ga karuan Damar. Papa ini
ingin kamu dapat yang terbaik buat kamu.
Damar : apa pa?? Buat Damar?? Ga kebalik tuh.. buat papa
kali. Papa jodohin Damar sama rekan
bisnis papa kan. Supaya bisnis semakin lancar? Damar Ga mau denger lagi semua
ini dan Damar ga mau dijodohin. “Damar melangkahkan kaki dengan cepat tanpa
menghiraukan siapapun saat itu”.
Papa : Damar... Papa akan batalkan study S2 kamu kalo kamu besok
tidak mau ikut. Ingat itu Damar.
Mama : Sabar aja ya pa... Damar mungkin masih shock aja pa.. ini
terlalu mendadak buat Damar pa.
Papa : iya ma, papa tau ini mendadak sekali , Damar pasti shock.
Tapi papa hanya ingin Damar menjadi lebih baik lagi ma. Sudahlah yang pasti
kita akan tetap berangkat ke Medan. Mama tolong siapkan baju-baju papa dan
Damar ya ma.
Mama : baik pa, akan mama siapkan nanti. Sekarang papa istirahat
dulu. Mama buatkan kopi ya pa.
Papa : tidak perlu ma, papa mau langsung tidur saja.
Sementara itu Damar mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi.
Tentu saja Damar sangat shock dengan berita yang baru saja ia Dengar. Gue mau
dijodohin, gila aja tuh papa. Dikira ini jaman siti Nurbaya kali, dikira gue ga
laku apa sampai sibuk sibuk cariin jodoh segala. Apa kata temen-temen kalo
sampai perjodohan ini beneran. Gimanapun gue harus batalin perjodohan ini.
Apapun alasanya papa ga berhak ngatur hidup gue lagi. “gerutu Damar dalam
mobil”.
Mobil melaju kencang , dan dalam waktu 10 menit diapun telah
tiba di sebuah cafe tempat dia dan Lisa janji untuk bertemu. Lisa adalah
kekasih Damar. Sudah sejak SMA lalu Lisa dan Damar pacaran. Lisa juga sering
datang berkunjung kerumah Damar.
Tapi papa dan Mama Damar tak pernah tau bahwa Damar telah
memiliki kekasih, tentu saja mereka tak tau. Mereka terlalu sibuk dengan bisnis
dan Damar merasa mereka tak pernah memperhatikan Damar. Hampir setiap bulan orang tua Damar pergi
keluar negeri. Demi pekerjaan mereka bahkan tak pernah merayakan lebaran
bersama Damar. Beruntung Damar tak sampai terjerumus dengan dunia Narkoba,
Damar disekolahkan dalam sekolah yang baik
selama ini. Prestasi Damar tak diragukan lagi. Tapi memasuki perkuliahan
Damar mulai merasa semua usaha nya selama ini tak pernah disambut baik oleh
papa dan mama nya. Bahkan selama ini papa dan mamanya tak pernah mengambil
Raport nya. Rapot selalu diambil oleh pengasuh Damar sejak kecil.
Damar selama ini masih mendapatkan kasih sayang dari
pengasuhnya. Namanya Mak siti, mak siti selalu menjaga Damar dan menyayangi
Damar sejak papa dan Mama Damar mulai sibuk dengan bisinisnya. Damar sudah
diaggap anaknya sendiri. Damar tetap menjadi anak yang manis dan santun selama
ini, karena ada mak siti disisinya. Tapi saat usia Damar 18 tahun, mak siti
telah berpulang . Damar , tentu Damar adalah orang yang paling kehilangan mak siti. Mak siti yang
selama ini menjaga Damar dan medidiknya untuk tetap bersikap baik pada Papa dan
Mamanya meskipun sudah sejak dulu Damar kesal pada Papa dan mama nya. Dan sejak
saat mak siti meninggal Damar semakin kesepian. Diluar ia tampak begitu tenang
dan kuat. Banyak yang mendekat untuk menjadi sahabatnya. Tentu saja, selain dia
pandai, berprestasi, santun, kaya dia juga memiliki wajah yang tampan. Tapi
Damar memilih memutuskan untuk berpacaran dengan Lisa. Bukan karena Lisa
cantik, berprestasi atau lainnya, tapi karena Lisa merupakan sahabatnya sejak
dulu, mereka sudah saling tau karakter satu dan yang lain. Damar bahkan tak
pernah jatuh cinta pada Lisa, ia menjalin hubungan dengan Lisa hanya agar tak
dipusingkan oleh semua wanita yang mengejarnya selama ini. Sudah jelas Lisa
tau, bahwa ini semua Damar lakukan bukan karena sepenuhnya Damar mencintainya,
tapi Lisa mencintai Damar. Ia rela Damar melakukan itu padanya, setidaknya
dengan demikian Damar akan tetap disisinya.
Sampai detik ini Damar tetap menjadi sosok yang mengagumkan bagi
wanita-wanita diluar sana. Tak ada yang pernah tau pasti seperti apa perasaan
Damar. Pandai dia menutupi semua perasaanya selama ini, bahkan Lisa sang pacar
sekaligus sahabatnya pun tak pernah tau. Sesampainya Damar ditempat yang sudah
ditentukan oleh dia dan lisa, tanpa basa-basi terlebih dahulu dia membuka topik
pembicaraan yang sangat serius.
(disalah
satu sudut cafe mereka berbicara dengan serius tanpa memperdulikan disekitar
mereka saat itu)
Damar : Lis, ada yang perlu aku sampaikan ke kamu Lis...
Lisa : Iya Damar, sepertinya serius sekali. Masalah apa?
Damar : soal hubungan kita Lis.. Aku harus menikah Lis..
Lisa : Damar mau melamar Lisa?
“Lisa terlihat gembira atas apa yang Damar sampaikan”.
Damar : Lisa tolong dengerin Damar dulu. Damar sayang sama Lisa,
tapi Lisa tau Damar ga bisa mencintai Lisa. Damar sudah mencoba mencintai Lisa
selama ini. Tapi bahkan di 7 tahun kita berpacaran Damar tetap merasa Lisa
adalah adik Damar yang harus Damar jaga.
Lisa : Damar.. Lisa ga tau Damar ngomong apa. Kalo bukan Lisa
lalu siapa? Ada wanita lain selain Lisa?
Damar : Damar dijodohkan.
Lisa : Damar kamu ga lagi bercanda kan. Kamu pasti bohongin aku
kan Damar?
Damar : Ngak Lis.., kali ini Damar bener-bener serius Lis, Damar
ga mau dijodohin. Tapi papa pasti paksa Damar. Damar harap Lisa bisa ngerti
ya.. dan kita tetap akan jadi sahabat ^_^ “kata Damar menenangkan Lisa”.
Lisa : Damar... Lisa sayang sama Damar, biarin Lisa ketemu papa
sama mama Damar, dan jelasin kalo selama ini kita pacaran mar, dan Lisa ga mau
Damar nikah sama orang yang ga Damar cintai.
Damar : Lisa.. maafin Damar tapi Damar juga ga bisa nikahin
Lisa, Lisa tau kan selama ini Damar ga pernah bisa mencintai Lisa. Damar cuman sayang Lisa sebagai sahabat Damar
meskipun kita pacaran Lis... Damar harap Lisa bisa temukan laki-laki lain yang
lebih baik dari Damar ya. Lusa Damar pergi. Dan
Damar ga akan balik kesini lagi. Lisa jaga diri baik-baik ya.. jangan
bantah kata ibu dan ayah Lisa. Damar cubit nanti... “dengan sedikit menggoda
Lisa”. Damar yakin Lisa anak baik, Lisa pasti temukan orang yang baik juga.
Lupain perasaan Lisa ke Damar ya.. Bye
Lisa “dengan cepat Damar pergi tanpa menunggu Lisa memberikan salam
perpisahan”.
Sedangkan Lisa masih dalam keterkejutannya, tak sedikitpun kata
terucap darinya. Hanya air mata yang menjadi isyarat perasaannya saat ini.
Damar terus berjalan memasuki mobil dan meniggalkan Lisa yang masih diam dalam
tangisnya.
Damar pulang dengan rasa
bersalah yang dalam, ia tahu ini pasti akan menyakitkan hati Lisa. Tapi didalam
lubuk hati Damar , Damar sudah pasti akan melakukan apa yang orang tuanya
minta. Tak mungkin ia menolak, bukan karena Damar takut semua fasilitasnya
dicabut atau orang tuanya akan semakin marah padanya. Tapi sepanjang perjalan
Damar teringat pesan mak Siti, mak siti berpesan sebelum kepergiannya “Damar,
mak siti sayang sama Damar. Mak siti sudah sakit-sakitan mungkin tak lama lagi
mak siti pergi. Damar kuat, jangan jadi anak cengeng dan manja ya. Damar anak
baik, sejak dulu mak siti yakin Damar pasti akan jadi orang berhasil. Damar
jaga papa dan mama Damar ya, turuti semua permintaan mereka. Berbaktilah pada
mereka, bagaimanapun juga mereka orang tua yang baik . mereka sayang dengan
Damar, hanya cara mereka menunjukan kasih sayang pada Damar berbeda dengan mak.
Damar harus jaga mereka dan menyayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi
Damar. Mak siti ingat betul dulu sewaktu Damar sakit dirumah sakit, papa dan
mama Damar langsung pulang dari Malaysia dan membatalkan semua meeting nya demi
menjaga Damar dirumah sakit. Bila bagi Damar itu belum cukup membuktikan kasih
sayang mereka pada Damar, ingatlah bahwa perjuangan seorang wanita untuk
melahirkan anaknya adalah berat. Disana nyawa mereka dipertaruhkan demi
melahirkan anaknya. Ingatlah perjuangan mama kamu untuk melahirkanmu. Maka
patuhi mereka dan kasihi mereka. Mak Siti yakin Damar akan merasakan kebahagian
“.
Aku akan merasakan kebahagian saat aku Menuruti semua perintah
papa dan mama. Ya mungkin ini adalah jalan bahagia yang mak siti maksud, dan
sikapku tadi pasti membuat mama dan papa sakit hati. Mungkin sebaiknya aku
meminta maaf atas sikapku tadi. “pikir
Damar”. Malam ini malam yang mengejutkan bagi Damar. Tiba-tiba ia dijodohkan,
Lisa pacarnya yang begitu mencintainya harus ia khianati dan ia sakiti
perasaannya. Tak mudah bagi Damar untuk memejamkan matanya memikirkan semunya.
Sikapnya yang begitu kasar , jauh dilubuk hati ia memberontak dan menyalahkan
tindakannya. Tapi disisi lain ia hanya ingin orang tuanya memahami apa yang
Damar inginkan selama ini. Kasih sayang orang tua, yang bahkan Damar telah lupa
bagaimana rasanya dipeluk dan dikecup keningnya seperti dimasa-masa kecilnya.
Damar memerlukan orang tuanya jauh dari apa yang orang tuanya kira. Sekedar
harta yang kecukupan tak membuat Damar merasakan kebahagian sebagaimana
teman-temanya merasakannya. Perasaan kalutnya malam ini benar-benar membuatnya
lelah hingga tanpa sadar ia sudah terlelap dalam dinginya malam.
Mama : Damar.. bangun sayang, papa dan mama tunggu kamu diruang
makan sekarang. Segera turun ya sayang.
Damar yang masih lelah akibat semalam tidur terlalu larut
berusaha membuka matanya. Perlahan ia berusaha bangun dan lekas menuju kamar
mandi. Sementara papa dan mama telah siap dimeja makan. Hari ini berbeda dari
hari biasanya. Tau kenapa? Karena papa dan mama Damar dirumah dan makan
mengajak Damar sarapan bersama, selama ini hampir tak pernah mereka sarapan
dirumah. Apalagi membagunkan Damar dan mengajaknya makan bersama, tentu saja
ini membuat Damar sedikit berbahagia. Setidaknya hari ini ia bisa memiliki
waktu pagi bersama papa dan mama. Segera ia mempersiapkan dirinya dan turun
sarapan bersama papa dan mama.
Papa : Damar, sini sayang.. sarapan bersama kami.
Damar : sarapan? Sejak kapan papa dan mama mau sarapan dirumah?
Ga ada jadwal meeting yang terlupa kan ma, pa ? “Damar meyindir papa dan mama ,
bukan karena tak suka dengan perubahan ini, tapi Damar ingin sekali papa dan
mamanya tahu apa yang ia inginkan selama ini. Saat-saat bersama walau hanya
sekedar saling ngobrol ringan itu sangat ia inginkan”.
Mama : tidak ada sayang, papa dan mama hari ini tak akan pergi
kekantor. Kami ingin kita bisa bersama seharian ini sebelum kita pergi ke rumah
teman papa.
Damar : jadi papa dan mama hanya ingin membahas ini sehingga
meninggalkan pekerjaan kantor? Papa dan Mama pergi saja ke kantor. Sudah
jelaskan papa berkuasa, apa yang papa putuskan selama ini pasti harus Damar
ikuti. Pendidikan Damar, semua sudah papa atur juga kan selama ini tanpa papa
mau tau pilihan Damar.
Papa : itu kesalahan kami Damar, papa mengira dengan semua
kecukupan yang kamu dapatkan kamu akan merasa bahagia.
Damar : papa salah menganggap Damar butuh semua ini. Mobil
bagus, Rumah luas yang mewah, sekolah di sekolah elite. Apa artinya semua ini
pa? Bagi Damar semua tak berarti. Damar lebih mengingiinkan waktu bersama papa
dan mama. Kasih sayang kalian selama ini yang Damar rindukan, tapi nyatanya tak
pernah kalian berikan itu pada Damar. Hanya sekedar materi yang selama ini
kalian bandingkan dengan kasih sayang. Sungguh Damar tak pernah menggira kalian
berfikir seperti ini.
Mama : sayang, maafkan papa dan Mama, kami janji mulai hari ini
kami akan memperbaiki kesalahan kami selama ini “tanggis tak tertahankan, tentu
saja.. Ibu mana yang tega melakukan semua ini pada anaknya dan baru ia sadari
ia salah selama ini tak memperhatikan putra kesayangannya”.
Damar : Papa dan Mama
janji akan perduli sama Damar mulai sekarang?
Iya Sayang “ucap papa dan mama serempak memeluk Damar”
Damar: Damar sayang papa dan mama, Damar ga mau papa dan mama
ninggalin Damar sendiri seperti selama ini.
Mama : Iya sayang, maafkan papa dan mama yang selama ini salah
mengerti kamu.
Papa : Mari sekarang kita sarapan dulu.
Mama : iya pa... “mengambilkan makan untuk papa dan Damar”.
Papa : Jadi Damar bagaimana? Apa Damar tetap akan menolak
perjodohan ini?
Damar : Damar masih belum yakin dengan ide papa menjodohkan
Damar, bukan karena Damar tak yakin dengan pilihan papa, tapi Damar belum yakin
untuk menikah dalam waktu dekat pa.
Papa : Damar bisa bertunangan dulu kan dengan putri teman papa
itu. Yang penting kita kesana besok untuk membicarakan ini. Papa akan atur
semuanya. Bila Damar belum siap menikah maka sebaiknya bertuangan saja dulu.
Iya kan ma?
Mama : Benar sayang, bertunangan dulu saja bila memang kamu
belum siap. Teman papa ini baik orangnya. Keluarganya berasal dari keluarga
yang baik. Memang mereka bukan keluarga yang elite sayang, tapi mereka memiliki
etika yang baik. Mama yakin anaknya pasti cocok buat kamu sayang.
Damar : iya pa, ma.. Damar minta waktu untuk memikirkan ini.
Damar baru bisa memberikan jawabnya setelah Damar berjumpa dengan putri teman
papa itu tentunya.
Papa : Baiklah. Siapkan semua perlengkapan, besok pagi pukul
07.00 kita akan beragkat ya.
Seharian ini Damar banyak menghabiskan waktu bersama dengan Papa
dan Mamanya. Bahagia terlihat jelas dari setiap senyum dan tawa kecil disela
sela kebersamaan mereka. Entah berapa lama Damar telah kehilangan tawa manis
nya itu. Hampir setiap hari dia tersenyum pada setiap orang yang ia jumpai,
tapi baru ini senyum dan tawa yang paling tulus dari lubuk hatinya. Hari ini
terasa begitu singkat bagi Damar, kerinduanya untuk bersama papa dan mama nya
membuat ia lupa akan rasa sedihnya selama ini. Lupa akan perasaan Lisa yang
pasti masih menangis disudut kamarnya. Lupa bahwa esok ia akan segera berjumpa
dengan gadis yang akan dijodohkan dengannya. Terasa singkat dan Damar sudah
terlelap begitu saja dipangkuan mama tercintanya. Papa dan mama memandangnya
bergantian, seolah merasakan betapa tersiksanya Damar selama ini. Betapa mereka
keterlaluan mengabaikannya selama ini, dan Damar masih tetap bersikap manis
pada mereka setelah apa yang mereka lalukakan pada Damar.
Papa : ma, selama ini kita salah menilai Damar, ia bersikap
keras selama ini hanya karena ia merindukan kasih sayang kita sebagai
keluarganya ma. Papa menyesal telah salah mengartikannya selama ini
Mama : iya pa... Kasihan Damar yang selama ini tak pernah kita
beri waktu untuk mengungkapkan perasaannya. Lalu apa kita akan tetap
menjodohkan Damar? Apa tak sebaiknya Damar kita biarkan dengan pilihannya
sendiri?
Papa : dari tadi kita bercengkrama dan ngobrol ringan dengannya
tak sedikitpun ia cerita tentang kekasihnya. Mungkin selama ini dia tak
memiliki kekasih ma..
Mama : ih.. papa ini.. mungkin karena dia lupa tadi pa.
Papa : udah kita tanyain kan. Kita juga ga maksa ma, kalo saling
cocok bisa lanjut. Kalo tidak ya sudah ma.
Mama : iya pa.. pa mama mau bilang nih pa. Bagaimanapun kita
berusaha merasakan penderitaan yang dirasakan orang lain tetep kan pa kita ga
akan bisa bener-bener merasakannya. Rasa iba kita hanya sedikit sekali
dibandingkan dengan kenyataan yang dirasakan orang itu.
Papa : iya bisa dikatakan demikian ma, kenapa?
Mama : selama ini Damar menderita sekali ya pa.. meskipun mama mengakui
dan kasihan pada Damar tapi pasti perasaan Damar jauh lebih menderita dari apa
yang dapat kita rasakan ya pa
Papa : sudah ma, kita sudah salah ma. Kita perlu memperbaiki
semuanya ma. Ayo kita istirahat saja ma, besok pagi kita berangkat ke medan lho...
suruh Damar pindah ke kamar dia.
Mama : iya pa, papa kekemar duluan saja, mama mau bangungkan
Damar. “saat papa berjalan menuju kamar, mamapun membangunkan Damar untuk
pindah ke kamar dan Damar memenuhi permintaan mamanya dan kembali melanjutkan
tidurnya”.
Keesokan pagi, mamanya membangunkan Damar. Belaian lembut penuh
kasih sayang terasa begitu menenangkan , perlahan Damar mulai membuka matanya
dan diikuti senyuman yang manis. Pagi sayang “kecupan manis bersarang di kening
Damar”. Pagi ma, ucap Damar merasa begitu tersanjung. Masa yang seperti inilah
yang begitu Damar inginkan sejak berapa tahun silam.
Mama : Damar segera mandi ya sayang, papa sama mama tunggu Damar
dibawah ya, sarapan sudah siap. Damar juga segera bawa barang-barang yang mau
Damar bawa. Kita akan ke medan pagi ini.
Damar : iya ma, Damar mandi dulu ya.. “perlahan Damar bangkit
dari tempat tidur”.
Diruang makan semua masih diam. Tak ada satupun yang memulai
pembicaraan untuk memecah kehenigan ini. Hanya suara sendok dan garpu yang menyentuh
piring menjadi lantunan irama tersendiri. Damar menikmati sarapannya dalam
keheningan. Selepas sarapan papa hanya berkata Damar papa tunggu di mobil ya.
Berlekas Damar mempersiapkan semuanya dan dengan ragu-ragu ia perlahan mulai
menuruni tangga. Dalam waktu 10 menit semua telah siap didalam mobil dan segera
meluncur kebandara.
Disepanjang perjalanan Damar, mama dan papa banyak berbagi
cerita, soal meetingnya di inggris dan lainnya. Damar antusias menyambut
cerita-cerita papa dan sangat tertarik ingin bisa seperti papanya. Dengan
senang hati papa menyambut niat anaknya itu untuk bisa meneruskan bisnisnya
kelak. Papa ingin nanti Damar mengurus proyek papa dan meeting dengan klien
papa dan mama, jadi kita bertiga bisa pergi bersama sekaligus liburan keluarga
yang selama ini papa dan mama tak pernah lakukan bersama Damar. Ucapan papa itu
membuat Damar semakin merasa hidupnya kini jauh lebih bermakna . Saat asik
bercerita tiba-tiba papa teringat akan sesuatu , segera ia menanyakan hal itu
pada Damar. Damar yakin sudah siap bertemu dengan keluarga teman papa? Apakah
Damar memiliki kekasih selama ini?. Damar yang mendengar pertanyaan papa itupun
akhirnya membuka mulut untuk menceritakan Lisa. Jadi begini pa.. Damar memulai
ceritanya.
Damar pacaran dengan seorang wanita pa, namanya Lisa. Kami sudah
saling mengenal sejak SMP. Lisa selalu baik pada Damar dan menjadi sahabat
Damar. Lisa teman yang baik, Damar dan Lisa akhirnya memutuskan untuk menjalin
hubungan karena Lisa tau Damar terganggu dengan surat cinta dan lainnya yang
sering dilontarkan oleh beberapa wanita pada Damar. Lisa membantu Damar
menghindari semua itu dengan cara menjadi pacar Damar. Damar setuju karena
memang Damar cukup tergangu dengan semua itu, ya.. lambat laun Damar tau bahwa
Lisa benar menyukai Damar melebihi rasa seorang sahabat. Tapi toh Damar belum
juga bisa menerima dia dihati Damar, bagi Damar Lisa adalah adik Damar
sekaligus sahabat Damar yang ingin Damar lindungi. Panjang pa kalo mau cerita
soal Lisa.. tapi Damar dan Lisa memang hanya teman biasa dan kami memutuskan
untuk tidak melanjutkan hubungan ini. Karena ya papa tau lah.. Damar ga bisa
mencintai Lisa meskipun sudah berapa tahun lamanya hubungan kami.
Papa akhirnya memilih untuk diam dan membiarkan Damar menentukan
pilihannya sendiri. Dan perjodohan ini
akhirnya papa biarkan untuk Damar memutuskan semua pilihan hidupnya apakah
dengan anak temannya ini atukah dengan wanita lain papa hanya bisa mendokan
yang terbaik untuk kebaikan semunya.
******
Hari ini hari pertemuan Tifa dengan seseorang yang mungkin akan
menjadi suaminya dalam waktu dekat ini. Gelisah sudah tentu menyelimuti hati
Tifa. Seperti apa laki-laki yang akan dijodohkan dengannya? Mungkinkah dia
adalah Jody? Ah.. sudahlah, siapun dia yang pasti hari ini ia akan bertemu
dengannya dan tak ingin mengecewakan Ayah dan Ibu. Tifa yakin bila laki-laki
yang dijodohkan dengannya ini adalah laki-laki yang tepat sebagai jodohnya
pasti segalanya akan mudah saja terjadi.
Sejak saat ayah menyatakan bahwa ia akan dijodohkan dengan anak dari temannya,
Tifa mulai sedikit demi sedikit menata hatinya. Mempersiapkan diri karena
kemungkinan besar bukanlah Jody laki-laki yang akan ia jumpai pagi ini. Tentu
saja Tifa habiskan banyak waktu memikirkan ini, Tifa tak bisa membohongi hati bahwasannya
ia masih tetap menunggu Jody. Andai saja itu Jody yang akan datang “harap Tifa
dalam hati”.
Ibu : Tifa... sudah selesai nak sholat subuhnya?
Tifa : Sudah bu... sebentar lagi Tifa keluar.
Ibu : iya, tolong bantu ibu masak untuk menyambut teman ayah
nak..
Tifa : Baik bu, Tifa akan segera menyusul ibu kedapur.
Ibu : ia
Dengan bersegera Tifa melepaskan mukenah dan mengganti dengan
kerudung nya. Sekilas ia memandang cermin, ia kembali membalikan badan dan
untuk beberapa saat ia melihat dirinya dicermin. Cermin seolah mengatakan, tak
perlu kamu berpura-pura mencintai orang lain Tifa, jujurlah pada kedua orang
tuamu bahwa kau mengharapkan Jody.
Ah.. tidak, itu tak mungkin. Jodohku siapa saja. Bila jodohku
adalah Jody, mungkin saja laki-laki yang akan kujumpai nanti adalah Jody. Namun
jika bukan maka sudah pasti aku harus melupakan Jody. Aku yakin ayah dan ibu
pasti memilihkan calon yang baik untukku. Segera Tifa menghentikan semua
bayangan yang bermain diotaknya dan melangkahkan kaki menuju dapur.
Tifa dan Ibu asik memasak didapur sambil bercengkrama, Ibu tak
sedikitpun bertanya bagaimana persaan Tifa. Ibu paham raut muka Tifa ini pasti
akan menjadi merah bila ia menanyakannya. Belum lagi nanti Tifa pasti tegang.
Mudah sekali Tifa panik, sebab itu pagi ini ibu memilih diam sama seperti
halnya ayah yang hanya diam dan terus berdoa dalam hati semoga semua berjalan
dengan lancar.
Pukul 10.30 Damar dan keluarga telah sampai dirumah Tifa,
sambutan hangat dari keluarga Tifa membuat Damar merasa nyaman. Damar belum
berjumpa dengan Tifa, sejak pertama kali ia menginjakkan kaki dirumah Tifa.
Tifa tak kuasa untuk keluar kamar, ayah dan ibu masih memberikan waktu untuk
anaknya untuk mempersiapkan diri sebelum bertemu dengan Damar. Sebab mereka tau
bukan hanya kesiapan secara fisik saja yang harus disiapkan Tifa, melainkan
kesiapan batinnya ini jauh lebih penting. Sementara itu Ibu dan Ayah bahagia
melihat Damar. Damar begitu tampan dan sopan dan terlihat kecerdasannya dari
tutur katanya. Kini mereka semua berada diruang tamu kecuali Tifa yang masih
berada di dalam kamar. Ibu mengetuk pintu Tifa dan minta tolong Tifa untuk
menyiapkan meja makan. Biarkan nanti saat makan siang bersama saja mereka
bertemu “pikir ibu”. Tifa mulai menyiapkan semua hidangan yang telah ia dan ibu
buat tadi pagi. Sebelum ibu kembali keruang tamu Tifa menarik lengan ibu.
Tifa : bu, Tifa boleh meminta sesuatu bu? Supaya Tifa semakin
yakin dengan perjodohan ini bu. “pinta Tifa”
Ibu : apa sayang?
Tifa : ada beberapa yang akan Tifa tanyakan bu. Siapa nama anak
teman ayah itu bu?
Ibu : kau keluarlah, kalian berkenalan saja sayang. Ibu tak
ingin memberi taumu siapa namanya, sama seperti kamu Tifa, putra teman ayah itu
juga belum mengetahui namamu “kata ibu sambil tersenyum”.
Tifa : Baiklah bu, nanti saat makan siang saja Tifa keluar ya
bu, Tifa masih sangat gugup.
Ibu : baiklah sayang “mengecup kening Tifa”.
Tifa : satu lagi bu, Tifa mau minta pada ibu dan ayah. Apakah
nanti mereka akan disini hingga jam sholat isya’ bu? “tanya Tifa dengan sedikit
berharap”.
Ibu : belum tau sayang, tapi sepertinya tidak, mungkin mereka
akan ke hotel sore nanti. Pasti lelah menempuh perjalan tadi.
Tifa : baiklah, Tifa minta tolong pada ibu dan ayah, agar sholat
dzuhur nanti anak teman ayah yang menjadi imamnya bu.
Ibu : baiklah sayang, ibu akan coba bicarakan pada ayah ya.
Sekarang siapkan dirimu, ibu akan panggil mereka makan siang.
Tifa : baiklah bu.
Semua telah duduk diruang makan , hidangan siang ini benar-benar
sangat istimewa untuk menyambut keluarga Damar. Suara kaki Tifa perlahan
membuat semua orang melihat kearahnya. Perlahan Tifa masuk dan dengan sekuat
tenaga Tifa berusaha agar terlihat tenang. Perlahan mulai mendekat dimeja makan
dan Tifa mengucapkan salam Assalamu’alaikum “sapa Tifa”.
Serempak semua menjawab salam Tifa “ Walaikumusalam”. Tifa
menghampiri papa dan mama Damar sambil mencium tangan keduanya. Sekilas ia
melihat sosok Damar yang tegap dan terlihat begitu tampan. Hanya sekilas saja
Tifa sudah memalingkan muka. Malu memandang Damar sekaligus ia ingat bahwa ia
harus menjaga pandangannya. Sementara
itu Damar terus memandang Tifa, Tifa wanita yang cantik, mungil dan manis.
Senyuman Tifa membuat Damar terpesona dalam pandangan pertamanya itu. Dan yang
semakin membuatnya terpesona adalah karena ia melihat Tifa yang begitu
sederhana dengan balutan hijab yang syar’i dan begitu menarik. Subhanallah
“spontan ucapan itu muncul dalam hati Damar tatkala memandang Tifa yang manis
itu”. Cantik dan terlihat tenang yang sekaligus sejuk dipandang. Itulah kesan
pertama Damar memandang Tifa. Tifa merasa Damar memandanginya dari tadi, tapi
tak sedikitpun Tifa berani memandang Damar. Rasa malunya mengalahkan hasratnya
untuk memandang Damar. Acara makan siang itupun berlangsung dengan tenang, tak banyak
percakapan terjadi dimeja makan. Hanya sanjungan untuk Tifa karena masakannya
siang itu terasa nikmat bagi keluarga Damar. Tifa memerah tatkala ia disanjung
oleh papa dan mama Damar, melihat hal itu Damar hanya tersenyum manis
menggambarkan bahwasanya ia terpesona pada sosok Tifa. Baru kali ini ia melihat
seorang wanita yang cantik dan sederhana seperti Tifa. Beberapa saat Damar
merasa semakin yakin akan perjodohan ini. Tapi sesuai dengan perbincangan Damar
dan papa mamanya Damar tetap akan pada pendirianya bahwa ia akan bertunangan
terlebih dahulu dengan Tifa.
Allahu Akbar Allahu Akbar... “suara adzan terdengar begitu merdu
terdengar”
Sudah saatnya kita sholat, mari kita sholat berjama’ah ajak Ayah
Tifa pada semua orang dimeja makan.
Beberapa saat kemudian semua telah siap untuk melaksanakan
sholat berjama’ah di musholah kecil di salah satu sudut rumah Tifa. Ibu
berbisik pada Ayah menyampaikan pesan Tifa bahwasanya ia ingin Damar menjadi
imam sholat kali ini. Ayah menyetujui permintaan Tifa, saat semua telah siap
Ayah Tifa pun memanggil Damar dan berkata padanya “Silahkan Damar menjadi imam
sholat”.
Damar terkejut bukan kepalang, Dia tak mungkin jadi imam sholat.
Entah sudah sejak kapan ia tak pernah sholat, jangankan untuk menjadi Imam,
untuk menjadi makmum saja dia merasa cangung sekali. “om saya yang jadi imam??”
tanya Damar dengan heran dan panik.
Ayah : Iya Damar, kamu jadi imam dalam sholat ini J
Damar : sebaiknya om saja yang jadi imam, Damar disini saja om
“pinta Damar”.
Ayah : sudahlah Damar saja ya yang menjadi imam kali ini. Mari
Damar silahkan.
Damar maju kedepan dan berbisik pada Ayah Tifa, Maafkan Damar
om, Damar tidak bisa bukan karena Damar tak mau. Tapi Damar tak bisa, Damar
lupa bagaimana cara sholat.
Astagfirallah “ucap spontan Ayah Tifa dalam hati”. Baiklah om
saja kalo begitu. Sholat dzuhur pun dimulai. Selepas sholat Tifa segera masuk
kembali kekamar. Tifa tak tahu apa yang terjadi mengapa bukan Damar yang
menjadi Imam nya, padahal ia hanya ingin mendengarkan ke fasihan bacaan Damar
dalam memimpin sholat. Bagaimanapun Tifa masih tak memahami apa alasan ayah
membiarkan Damar tak menjadi imam tadi.
Semua berada di ruang tamu dan Tifa dipanggil untuk segera
kesana dan membicarakan rencana perjodohan ini. Papa Damar memulai pembicaraannya
saat semua telah duduk manis disana.
Papa : Jadi begini , kedatangan kami kesini adalah bermaksud
untuk menjodohkan putra kami Damar dengan putri kamu Atika. Kami bersyukur
kedatangan kami ini disambut baik sekali. Jadi bagaimana dengan Tifa? Apakah Tifa
menerima perjodohan ini.
Ayah : terimaksaih juga kami sampaikan atas kesediannya hadir di
gubuk kami ini, perjodohan ini rasanya tak berhak kita yang memutuskan. Biarlah
anak-anak kita saja yang akan memutuskan bagaimana kelanjutannya “jawab ayah
Tifa”. Lalu bagaimana dengan Damar? Apakah Damar setuju dengan perjodohan ini?
Damar : Damar setuju om. “jawab Damar tegas”.
Ayah : bagaimana dengan kamu Tifa?
Tifa : Tifa minta maaf pada semuanya, sebelum Tifa menjawab ini
Tifa ingin menanyakan beberapa hal pada
Damar sehingga Tifa yakin dengan perjodohan ini.
Damar : Silahkan Tifa, apa pertanyaan Tifa? “yakin dengan
kecerdasaanya pasti ia mampu menjawab pertanyaan Tifa”.
Tifa : Atas Dasar apakah Damar yakin untuk dijodohkan dengan
Tifa?
Damar : Damar yakin pilihan orang tua Damar pastilah yang
terbaik untuk Damar. “jawab Damar tenang”.
Tifa : Setelah berjumpa dengan Tifa apakah Damar yakin
melanjutkan ini? Apa yang membuat Damar yakin?
Damar : Damar yakin. Damar
telah jatuh cinta pada pandangan pertama
pada Tifa, Damar suka dengan kesederhanaan yang ada pada Tifa. “Papa dan mama
tersenyum bahagia ternyata Damar jatuh cinta pada Tifa sehingga perjodohan ini
akan dapat terlaksana”.
Tifa : Mengapa Damar tidak menjadi imam dalam sholat dzuhur
tadi?
Damar : Damar “dengan ragu Damar mengatakannya pada Tifa”. Damar
sudah lama tak sholat, Damar lupa bagaimana cara sholat.
Tifa : Tifa tau Damar dari keluarga yang kaya, tak sepatutnya
Tifa tanyakan ini. Tapi Tifa ingin memastikannya. Apakah modal yang Damar
miliki untuk membina keluarga dengan Tifa?
Damar : saat ini Damar memang belum bekerja, tapi Damar yakin
akan bisa mencukupi kebutuhan Tifa. “ Jawab Damar yakin”.
Tifa : terimaksih untuk jawaban Damar. “untuk beberapa saat Tifa
terlihat tengah berfikir’.
Damar : bolehkan kini Damar yang mengajukan satu saja pertanyaan
pada Tifa?
Tifa : silahkan
Damar : Bagaimana jawaban Tifa? Maukah Tifa bertunangan dengan
Damar?
Tifa : tunangan? “tanya Tifa sedikit tak percaya”
Papa Damar yang melihat keterkejutan Tifa segera angkat bicara.
Papa : maaf kami belum menyampaikannya tadi, bahwasanya kami
sepakat untuk bertunangan saja terlebih dahulu selagi Damar masih harus
menyelesaikan tugas studynya di luar Negeri.
Tifa : “menghela nafas panjang”. Baiklah kali ini Tifa telah
mengambil keputusan untuk menjawabnya sekarang.. Tifa harap semua bisa menerima
keputusan Tifa ini. Mohon maaf sebelumnya, Tifa bukan mencari seseorang yang
akan menjadi tunangan Tifa. Karena Tifa memahami bahwasannya tak ada kata
pacaran atau tunangan dalam islam. Islam mengajarkan untuk Menikah dengan
proses yang baik .
Damar : Baiklah Tifa kita bisa langsung menikah bila Tifa
menghendaki itu. “sahut Damar yakin”.
Tifa : izinkan Tifa menyelesaikan kalimat Tifa akhi.
Damar : baiklah, maaf.. silahkan lanjutkan.
Tifa : Tifa mencari seorang imam yang baik untuk hidup Tifa. Dan
Tifa tak melihat itu dalam diri Damar. Damar mencintai Tifa bukan karena tulus
dari diri Damar. Maafkan Tifa, saat ini Tifa nyatakan Tifa menolak pertunangan
ini. “Tifa perlahan masuk dalam kamar meninggalkan seluruh orang yang shock dengan keputusannya tersebut”.
Damar begitu kecewa dengan keputusan Tifa . ia begitu yakin
bahwa Tifa adalah wanita baik dan ia
inginkan untuk mendampinginya.
Sementara itu papa dan mama Damar sedikit menyesal dengan
keputusan Tifa tapi mereka
menghargainya, mereka segera memutuskan untuk segera pulang dan membatalkan
rencanya untuk tinggal beberapa hari di Medan. Ayah dan ibu Tifa tak kuasa
menahan malu dan sedikit kesal dengan keputusan Tifa. Tapi semua sudah terjadi,
tak ada lagi yang bisa mereka lakukan selain minta maaf pada keluaga Damar.
Maafkan kami sekeluarga atas ketidak nyamanan sambutan kami ini, “ucap ayah
Tifa”.
Owh.., iya kami juga minta maaf atas kesalahan kami. Kami pamit
sekarang ya, salam untuk Tifa. Sampaikan terimakasih untuk jamuan makan
siangnya sunggguh nikmat. Kami harap suatu hari nanti masih di ijinkan
mencicipi masakannya. “ucap papa Damar mencoba mencairkan suasana”
Tentu saja boleh..., tak mungkin kami menolak kalian bila datang
lagi. Hati-hati dijalan ya.. “kata Ayah Tifa”.
Damar hanya melempar senyuman kepada ibu dan Ayah Tifa. Senyum
kepalsuan yang ia buat hanya untuk menenangkan hati Ayah dan Ibu Tifa. Seperti
biasa Damar memang cukup pandai menyembunyikan perasaan kecewanya dihadapan
semua orang, bahkan itu sudah selalu ia lakukan untuk membahagiakan orang-orang
disekelilingnya selama ini. Bukan bermaksud berdusta tapi hanya tak ingin semua
orang memandangnya dengan rasa kasihan atau iba.
Papa dan mama Damar mulai berjalan memasuki mobil sedang Damar
masih merasa menyesal dengan apa yang ia lakukan sehingga membuat Tifa sampai
menolaknya. Berat langkah kaki Damar meninggalkan rumah Tifa. Ayah Tifa meraih
tanggan Damar dan berbisik pada Damar. “Om yakin Tifa bukan tak suka padamu
Damar, hanya saja seorang wanita muslimah menginginkan imam dalam hidupnya yang
mampu membimbingnya untuk bersama-sama mengarungi bahtera rumah tangga menuju
surga ALLAH SWT, Dan begitu pula dengan harapan Tifa. Belajarlah jadi imam
Damar, karena laki-laki adalah imam dalam keluarganya. Datanglah kembali bila
kamu telah menyiapkan dirimu untuk menjadi imam”.
Damar : Apakah Tifa masih akan mau menunggu Damar menyiapkan
diri menjadi imamnya om? “tanya Damar dengan penuh harapan”.
Ayah : Tantu saja om tak berani menjamin apapun, tapi yakinlah
bahwa ALLAH SWT yang mengatur Hidup, mati dan jodoh setiap orang. Cukuplah kau
berusaha memperbaiki dirimu dan biarkan ALLAH yang akan menjawab usahamu Damar.
Om yakin Damar laki-laki yang baik, pasti ALLAH akan berikan jodoh yang baik
pula untuk Damar. Damar hidup didunia ini tentu ada tujuannya, carilah dan
temukan apa tujuan ALLAH menciptakan kita. Semoga ALLAH menuntunmu menemukan
HidayahNYA nak. Ingat Damar, kau bermodalkan Waktu. Mulai saat ini carilah
jawabanya selagi kau masih diberi waktu oleh ALLAH .
Damar : “tak begitu mengerti apa yang dimaksud ayah Tifa, tapi
Damar mengingat betul setiap kata yang ayah Tifa ucapkan. Tugas baginya untuk
mencari tau apa makna semua ini.” Baiklah om, Damar pamit dulu, sampaikan
permohonan maaf Damar atas sikap dan ucapan Damar. Om dan tante jaga diri
baik-baik ya. Semoga kita bisa berjumpa dilain waktu om. Damar pamit..
Assalamu’alaikum
Ayah & Ibu : Wa’alaikumusalam Wr.Wb
Ayah dan ibu masuk kedalam rumah dengan perasaan yang masih
shock. Sedangkan Tifa dikamar berdiam diri dan tak yakin apa yang akan terjadi
padanya setelah ini. Apakah ia salah dengan keputusannya ini ataukah ini
merupakan pilihan yang sudah tepat. Tifa tak tahu pasti dengan keputusannya,
tapi satu yang ia yakini ia mencari suami yang dapat membimbingnya menuju
syurga ALLAH SWT, dan mana mungkin ia dapati hal itu bila bersama dengan
seseorang yang bahkan sholatpun tak pernah. Apapun itu Tifa hanya mampu berdoa
agar ia akan diberikan ALLAH jodoh yang tepat . Waktu berjalan dengan begitu
cepat setelah keluarga Damar meninggalkan kediaman Tifa.
Matahari pun terbenam,
suara Adzan berkumandang dengan indahnya. Bergegas Tifa beserta ayah dan ibunya
mengambil air wudhu dan sholat berjama’ah disalah satu mesjid yang tidak jauh
dengan rumahnya, selama perjalanan menuju masjid ayah, ibu, dan Tifa berdiam
diri hanya suara langkah kaki yang memecahkan keheningan mereka saat itu
begitupun saat kembali menuju rumah mereka. Sesampainya didalam rumah mereka
pun makan malam bersama, lagi-lagi mereka berdiam diri, ayah dan ibu tidak
begitu menyesal dan kecewa akan jawaban Tifa siang tadi hanya saja mereka
menjaga perasaan anak semata wayangnya dan mereka memilih untuk diam dan saling
curi pandang sedangkan Tifa masih memikirkan kejadiaan siang tadi sehingga dia
tidak berani untuk berbicara dengan kedua orang tuanya.
Makan malam ini merupakan makan malam yang tidak ingin Tifa alami
lagi disepanjang kehidupannya. Tifa, ibu, dan ayahnya telah menyelesaikan makan
malam. Tifa memilih untuk berdiam diri didalam kamar setelah membereskan meja
makan dan mencuci piring, dia ingin menenangkan dirinya sejenak setelah
kejadiaan siang tadi. Ayah dan ibunya membiarkannya begitu saja agar dia merenung
dan belajar dari kejadiaan tadi, saat Tifa berdiam diri didalam kamar tiba-tiba
terdengar kring kring kring. Suara
itu berasal dari ponsel miliknya, dia pun bergegas mengambil hp dan ternyata
sahabatnya Zahra yang menelepon. Dengan helaian nafas yang panjang diapun
menjawab telepon dari Zahra.
(perbincangan
antara Tifa dan Zahra by phone)
Tifa: Assalamu’alaikum...
Zahra: Walaikumusalam , suaramu terdengar sangat lesu ada apa
dengamu? Bukankah tadi baru ketemu dengan calon suamimu. Hehehhee (jawab Zahra
mengejek Tifa)
Tifa: ga kenapa-kenapa ko’. (dengan suara yang lesu Tifa menjawab)
Zahra: pasti ada apa-apa deh, ga biasanya kamu menjawab teleponku
dengan suara seperti ini. (Zahra berusaha menghibur Tifa)
Tifa: beneran ko’ ga ada apa-apa.
Zahra: hayo kenapa,?? apakah acara tadi siang GATOT alias Gagal
Total? (dengan penuh penasaran Zahra bertanya)
Tifa: hmmm, ia begitu deh.
Zahra: ah, ko bisa GATOT. Emang apa yang terjad tadi siang Tifa?
Tifa: ih, kamu ini Kepo banget sih.
Zahra: ah, kepo. Apa itu kepo?
Tifa: itu loh ra bahasa anak gaul sekarang yang artinya ribet
alias pengen tau banget. Payah ah kamu ga gaul. Hehehehe (Tifa berusaha
mengalihkan pembicaraan)
Zahra: ih, kamu ini ia sok sok gaul. Udah ga usah mengalihkan
pembicaraan, sekarang coba cerita sama aku tadi siang bagaimana yang terjadi
sampai sahabat ku ini terdengar sangat lesu (usaha Tifa digagalkan oleh Zahra)
Tifa: hehehee, tau aja sih kamu kalo aku mau mengalihkan
pembicaraan. Kamu ini memang sahabat aku yang paling mengerti banget tentang
diriku J
Zahra: ia dong aku gitu, sudah kapan ceritanya ini. Huft
Tifa: ia ia ia, aku cerita. Begini ra, aku yang udah merusak acara
siang tadi sebab aku menolak perjodohan sama anak temen ayahku itu.
Zahra: loh, ko’ kamu tolak. Kenapa? Memang anak temen ayahmu itu
siapa namanya? Dia gimana, ganteng ga’? Terus terus dia sekarang masih diMedan
apa sudah pulang kerumahnya? (dengan penuh penasaran Zahra bertanya)
Tifa: ih kamu ini ia, satu-satu nanyanya aku kan jadi bingung mau
jawab yang mana ini.
Zahra: ih, jawab tinggal jawab terserah kamu mau jawab dari mana
dulu yang penting kejawab semua pertanyaan aku. Wajar tau aku langsung bertanya
sebanyak itu namanya juga penasaran. Hehehehee
Tifa: giliran urusan seperti ini aja kamu bertanya langsung
sebanyak ini dan sangat semangat giliran kuliah dulu aja waktu dosen lagi
ngejelasin kuliah kamu terlihat males-malesan malah ga bertanya apa-apa. Huft
Zahra: hahahaa, biarin aja. Masalah kuliah sama kamu kan beda tau.
Udah ga usah merubah topik pembicaraan deh jawab aja langsung
pertanyaan-pertanyaan aku yang tadi.
Tifa: ia ia ia sabar sayang aku jawab sekarang. Nama teman ayahku
namanya Damar dia cukup tampan badannya juga tegap apa lagi kalo kamu liat dia
tadi pasti kamu langsung jatuh hati padanya, tadi aku tolak perjodohan itu
sebab dia ingin bertunangan dulu sama aku udah itu dia menyetujui perjodohan
kami demi untuk membuat orang tuanya senang bukan tulus dalam hatinya terus
tadi aku minta sama ibu kalo dia jadi imam dalam sholat dzuhur tadi, tapi entah
kenapa dia ga jadi imam. Begitu deh ra ceritanya.
Zahra: masa sih dia setampan itu aku jadi penasaran mau ketemu dia
langsung. Hehehehee. Loh memang kenapa kalo tunangan dulu Tifa kan ga ada
salahnya?
Tifa: memang tunangan ga ada salahnya??? Pernyataan kamu ini pasti
bukan kerena kamu ngak tau, tapi Cuma lagi neg test aku aja kan ra...
huhuhu.. Islam mengajarkan kita langsung
menikah kalo memang sudah sama-sama yakin. Prosesnya menuju nikah juga maunya
cukup melalui Ta’aruf , khitbah langsung akad deh. kalo tunangan lebih dahulu kan belum pasti
bakal nikah ra, jarak waktu nya juga bakal lama , takut ah kalo tunangan...udah
itu aku hanya manusia biasa yang belum mampu menjaga hatiku seutuhnya aku juga
ga mau memberikan dia harapan yang lebih besar, takutnya nantinya dia akan
kecewa. Aku mencari pria yang gentelmen yang mengatakan cinta kepadaku didepan
penghulu beserta saksi, lebih baik berpacaran setelah menikah itu menghindarkan
kita dari gosip-gosip maupun zina iya kan...
^^ . Jika memang dia jodohku biarkan Allah SWT yang memantaskan
dirinya dan juga diriku hingga
mempertemukan kami diatas pelaminan. Maka dari itu aku memutuskan untuk tidak
melanjutkan perjodohan ini ra.
Zahra: setelah mendengar penjelasan dari kamu ada benernya juga,
aku mendukung sepenuhnya keputusanmu aku percaya dan yakin keputusan itu yang
terbaik. Aamiin
Tifa: Aamiin, makasih sayang. Ia sudah aku tidur duluan ya, aku
sangat lelah hari ini.
Zahra: ia sayang, hamasah... assalamu’alaikum...
Tifa: jazakumullah sayang, walaikumusalam...
Tifa pun mengakhiri perbincangan mereka by phone dan dia pun
beristirahat dengan penuh kelelahan hari itu. Keesokan harinya seolah semua kejadian
itu tak pernah terjadi dikehidupan Tifa dan keluarga, Tifa melewati hari demi
harinya dengan penuh kecerian dan kehangatan bersama kedua orangtuanya seperti
hari-hari biasanya sebelum kejadian siang itu, mereka pun tidak pernah membahas
sama sekali tentang siang itu sebab mereka memahami keadaan masing-masing yang
akan tersakiti bila hal tersembut kembali diungkit.
********
Bagian III ( Nyaman tak berarti Menenangkan )
Seperti rencana semula akhirnya tepat 1 bulan kemudian setelah kejadian tersebut
Tifa melanjutkan hidupannya dengan menjadi guru pengajar disalah satu sekolah
dasar di jakarta, lalu bagaimana dengan sahabatnya Zahra??? Ternyata Zahra pun
menjadi salah satu guru pengajar di tempat Tifa mengajar sambil melanjutkan
pendidikannya disalah satu universitas swasta dijakarta sedangkan Tifa hanya
menjadi guru disana sebab dia sudah berjanji dengan dirinya dan orangtuanya
yaitu melanjutkan pendidikannya menggunakan hasil keringatnya sendiri. Hari
pertama mereka mengajar mereka merasa sangat terkejut melihat salah satu guru
yang datang terlambat untuk menghadiri pertemuan guru baru saat itu, siapakah
dia? Dia adalah Jody. Momen seperti ini sudah dialami oleh mereka saat pertama
kali masuk kuliah dulu, perasaan Tifa tidak berubah malah lebih menjadi-menjadi
jika dibandingkan dengan masa kuliah dulu. Sesaat Tifa kembali melamun mengulang setiap cerita yang masih
ada diingatannya, tiba-tiba terdengar
suara Zahra yang menyadarkannya “Jody Jody dari kuliah sampai sekarang masih
suka terlambat, payah”.
Zahra bingung melihat Zahra berucap seperti itu, sebab sahabatnya
terlihat biasa saja tidak sedikitpun dia terkejut.
“ko, kamu ga terkejut sih ra melihat Jody mengajar juga disini?”
begitu tanya bisik Tifa.
“ia dong, kan aku sudah tau kalo Jody jadi guru juga disini.
Hehehe” jawab Zahra
“loh, kamu bisa tau gmn caranya?” dengan penuh penasaran Tifa
bertanya kembali.
“caranya ia... hmmmm, mudah ko. Kan setelah lulus kuliah kami
sering sms dan telepon-teleponan. Hehehehe, makanya kalo Jody sms atau telepon
tuh di bales jangan dibiarin begitu aja” jawab Zahra
“loh kamu ko tau ra, dia aku biarin aja kalo dia telepon sama sms
aku?” makin penasaran Tifa mendengar jawaban Zahra
“jelaslah tau wong dia
sering curhat sama aku mulu, malah dia sering juga nanyain kamu mulu sampai aku
dibikin bingung mau jawab apa tentang kamu. Hehehe” jawab Zahra
“ih kamu ko ga pernah cerita sama aku kalo dia sering tanyain aku
sama kamu?” tanya Tifa
“abis kalo nanti aku cerita kamu pasti jawabnya dibiarin aja. kan kasihan tau dia” jawab Zahra
Saat Tifa dan Zahra berbincang dalam kebisikan tiba-tiba kepala
sekolah menegur mereka
“ibu Tifa dan ibu Zahra sedang berbicara apa kalian bisik-bisik
dari tadi saya perhatikan”
“tiii...tiiidaakkk berbicara apa-apa pa. Maaf maaf” jawab Tifa dan
Zahra berbarengan
“ia sudah kalo itu coba perkenalkan pak guru yang baru saja masuk
namanya pak Jody dia guru olahgara disini” jawab kepala sekolah
“ia pak kami sudah kenal beliau, beliau merupakan temen kami saat
kuliah dulu” jawab Zahra.
“oooo kalian sudah kenal,
bagus kalo begitu berarti kalian bisa bekerja sama dengan baik disini” jawab
kepala sekolah.
“ia pak” jawab Tifa dan Zahra berbarengan
Perkenalan antar guru berjalan begitu hikmat, setelah itu mereka
melakukan tugas mereka sebagai guru di kelas masing-masing. Tifa sebagai guru
agama Islam, Zahra sebagai guru matematika, dan Jody sebagai guru olahraga.
Hari itu berjalan begitu dengan cepat, bel pun berbunyi pertanda sekolah telah
selesai. Para guru kembali keruangan mereka melakukan beberapa tugas mereka,
Zahra dan beberapa guru lain menyelesaikan tugas mereka dengan begitu cepat
sementara Tifa dan Jody diberikan tugas tambahan oleh kepala sekolah. Kepala
sekolah tidak pernah mengetahui bahwa antara Tifa dan Jody memendam perasaan
sejak dulu, mungkin ini sudah menjadi jalan mereka untuk saling mendekatkan
diri setelah sudah lama tidak pernah saling bertemu dan menyapa satu dengan
lainnya. Dalam sebuah keheningan Tifa dan Jody menyelesaikan pekerjaan mereka
masing-masing, Tifa ingin sekali menyapa Jody namun apa daya dia tidak mampu
memberanikan diri untuk menyapa lebih dahulu begitupun dengan Jody.
“Tak
tek tok tak tek tok” begitu
bunyi jarum jam berputar memecahkan keheningan diantara mereka, suasana begitu
serius dan tergambar di wajah mereka. Pada akhirnya Jody memberanikan diri
untuk menyapa lebih dulu
“ibu Tifa sudah selesai mengerjakan tugas dari kepala sekolah?”
“be...beeellloommm pak Jody” dengan grogi Tifapun menjawab
“ooo begitu, kalau begitu saya duluan ya bu” Jody berpamitan
dengan Tifa
“oh, ia pak silahkan” Tifa menjawab
“duh ko jadi deg deg degan begini sih, padahal dia cuman mau
berpamitan saja tapi kalo sudah mendegar suaranya hati ini menjadi ga’ karuan
begini” tanya Tifa dalam hati
Tidak lama Jody berpamitan, Tifa menyelesaikan tugasnya dan
membereskan meja kerjanya. Dia pun berjalan menuju kosan yang lumayan jauh dari
tempat dia mengajar, saat menuju pagar sekolah dia terkejut melihat Jody yang
sedang berada di parkiran sekolah dan menghampirinya.
“loh, ko’ pak Jody belum pulang” tanya Tifa
“jam sekolah kan sudah usai para murid dan guru lain pun sudah
pulang jadi ga usah panggil dengan pak lagi panggil nama saja, kan kita teman
satu kuliah. Heheheee. Aku menunggumu Tifa, aku mau mengantarmu pulang J” jawab Jody
“oooo...ok pak eh maksud saya Jody. Hehehee, haduh ga ngerepotin
kamu anter aku pulang?” tanya Tifa
“Ga ko, kamu tenang saja. Tapi sebelum itu kita mampir ke tempat
makan dulu yuk perutku sudah keroncongan dari tadi sambil kita berbincang.
Gimana?” tanya Jody
“hmmmm, ok. Tapi jangan lama-lama ya..” jawab ajakan Jody
Mendengar Tifa menyetujui ajakannya dengan cepat Jody membukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan
Tifa masuk mobil. Setelah itu ia bergegas masuk dan menyalakan mobil
miliknya. mereka bergegas menuju tempat
makan yang tidak jauh dari kosan Tifa, selama perjalanan mereka saling
berbincang mengulang kembali masa-masa kuliah dulu dan tertawa sangat lepas,
situasi selama perjalanan jauh berbeda dengan didalam ruang guru, mereka
terlihat sangat akrab dan tidak terlihat canggung seperti didalam ruang guru
tadi. Tifa banyak bertanya pada Jody kemana sepeda motornya yang dulu selalu
Jody gunakan di kampus dan kenapa Jody tak melanjutkan studynya ke luar negeri
seperti kabar yang ia dengar selama ini. Jody menjawab santai semua pertanyaan
Tifa. Ya tentu saja Jody tak menaiki motor Jody, kalo naik motor nanti pasti
Tifa ga mau Jody bonceng kan, Jody memang rencananya melanjutkan study ke
inggris tapi Jody pending sementara waktu, Jody diminta mama dan papa untuk
menikah terlebih dahulu dan nantinya akan ke inggris dengan istri Jody. Tifa
yang mendengar pernyataan Jody tersebut sontak terkejut tapi juga senang ,
pikirannya melayang mungkinkah ini rencana yang ALLAH berikan untuk dia dan
Jody akhirnya bersama. Jody yang memandang Tifa tiba-tiba melamun pun menegur
Tifa.. sontak Tifa kembali dari lamunannya dan berbalik tanya pada Jody “Apakah
sudah ada calon istrinya??” . Jody yang menedengar pertanyaan Tifa ini tak begitu
terkejut dan hanya menjawab “ Ya.. Insyallah kalo ALLAH izinkan Jody mau
melamar salah satu guru di sekolah kita dan sudah Jody kenal semenjak di
kampus”. Jawaban Jody ini seolah kode
bagi Tifa bahwa Jody akan segera memintanya untuk menjadi pendampinghidupnya.
Dengan hati berbunga-bunga Tifapun tersenyum dan lalu memandang kedepan.
Berpuluh-puluh meter mereka tempuh pada akhirnya mereka sampai
disalah satu rumah makan, Jody memarkir mobilnya disalah satu sudut rumah
makan. Setelah memarkir mobil mereka melangkahkan kaki kedalam rumah makan
tersebut dan dipilihlah sebuah meja makan disalah satu sudut ruang tersebut,
Jody melihat menu-menu makanan yang disajikan oleh rumah makan tersebut
sementara Tifa menuju salah satu kamar mandi untuk membersihkan semua kotoran
yang menempel pada wajahnya, setelah Tifa membersihkan semua wajahnya Tifa menghampiri meja makan yang sudah siap
semua makanan yang dipesanan oleh Jody. Dari kejauhan Tifa melihat meja makan
dan ternyata diatas meja makanan sudah ada menu yang sangat disukai olehnya,
Jody tidak pernah lupa sedikitpun tentang Tifa. Perasaan Tifa semakin ga karuan
setelah mengetahui bahwa Jody masih ingat betul kesukaan dia, sesampainya Tifa
didepan meja makan Jody bergegas menarik sebuah kursi dan mempersilahkan Tifa
untuk menduduki kursi tersebut. Siang itu Tifa diperlakukan spesial oleh Jody,
mukanya memerah saat Jody menarikkan sebuah kursi untuknya. Makan siang itu
merupakan makan siang yang sangat spesial bagi Tifa seumur hidupnya, Tifa dan
Jody dengan cepat melahap semua makanan yang telah tersaji diatas meja makan
sambil berbincang.
Saat mereka telah melahap abis semua makanan yang tersaji diatas
meja makan, pembicaraan mereka mulai serius membahas tentang JODOH, yang
dimulai oleh Jody. Saat Jody membahas hal tersebut Tifa terlihat bingung
sekali, tiba-tiba Jody berkata “Ini bukan tentang yang lebih tua, seumuran atau
lebih muda. Ini tentang yang menyeimbangkan hidup dan bisa berjalan beriringan.
Yang memberikan kedamaian dihati, kenyamanan disisi, dan kasih sayang tiada
henti. Tentang bersama, saling mensupport mendoakan satu sama lain, bericara
lepas tak terbatas tanpa berpikir ini pantas atau tidak. Ketika dunia begitu
kejam, dia menjadi tempatmu untuk selalu pulang. Yang bisa membuatmu sangat
sabar dan berusaha mengerti meski sangat sulit. Menerimamu apanya meskipun kamu
seadanya. Wajah mungkin tak rupawan tapi kebersamaan dengannya itu sesuatu yang
kamu yakin harus kamu perjuangkan. Masa lalunya tidak kamu persoalkan karena
tahu itu yang membentuknya sekarang. Kekurangan masing-masing adalah tugas
bersama untuk belajar saling menerima dan memperbaiki agar jadi lebih baik.
Tentang dia yang kamu ikhlas seumur hidup menjadi makmumnya. Membuatmu bangga
menjadi ibu dari anak-anaknya kelak J”
Mendengar perkataan Jody, hati dan pikiran Tifa melayang entah
kemana. Dia semakin yakin bahwa Jody adalah imam yang pantas untuknya, dia
berdoa dalam hati “ya ALLAH apakah dia JODOHku? Aku sangat yakin jika dia
memang jodohku, Engkau menjawab doaku. Mempertemukan kami kembali diwaktu dan
tempat yang berbeda. Rasa cintaku semakin tumbuh, aku mencintai dia. Tolong
hilangkan semua rintangan yang berada didepan kami, agar kami dapat memenuhi
sebagian agama kami yaitu MENIKAH. Aamiin “
“Lalu Menurutmu JODOH itu bagaimana Tifa?” begitu Jody bertanya
pada Tifa yang mampu mengembalikan semua hati dan pikirannya ketempat semula
“Hhhmmmm, gimana ya? Aku sih ga bisa mendefinisikan bagaimana
jodoh itu, tapi yang aku tau, perlu
persiapan Sebelum aku bertemu dengan jodohku. Dan yang aku lakukan salah
satunya dengan selalu memperbaiki diri,
sebab ALLAH telah berjanji dalam
firmannya bahwa laki-laki yang baik akan
mendapatkan wanita yang baik dan laki-laki yang buruk akan mendapatkan wanita
yang buruk pula maka tugas seorang muslimah adalah berusaha menjadi muslimah
yang baik, berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berdo’a kepada ALLAH agar
mendapatkan jodoh yang baik dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai islam
“wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji adalah untuk wanita yang keji
(pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik (pula)....” (QS: An Nuur :
26)” jawab Tifa
Mendengar jawaban dari Tifa, Jody semakin yakin bahwa Tifa sosok
muslimah yang pasti banyak diidamkan oleh banyak muslim diluar sana. Jody semakin yakin akan perasaannya dan tak
menyesal akan semua yang ia rasakan selama ini. Namun dia tidak menaruh harapan
besar pada hal itu, sebab dia tahu jika dia menaruh harapan yang besar pada
manusia maka kekecewaan yang akan dia dapatkan. Maka dari itu dia yang
meletakkan harapan besar hanya pada ALLAH , sebab ALLAH tidak pernah membuat
hambaNya kecewa bahkan sakit hati. Dipertengahan perbincangan mereka yang
sangat serius terdengar suara adzan
berkumandang. Allahu Akbar Allahu Akbar... “suara adzan terdengar begitu merdu”
Jody mengajak Tifa untuk sholat ashar dimusholah yang terletak
disalah satu ruang rumah makan tersebut, Tifa memenuhi ajakan Jody dan bergegas
mengambil air wudhu begitupun dengan Jody. Jody terlebih dahulu berada didalam
musholah tersebut, disaat semua pengunjung rumah makan sedang lahap menyantap
makanan dan pegawai sedang sibuk akan pekerjaan mereka masing-masing. Jody dan
Tifa melakukan kewajiban mereka sebagai muslim dan muslimah untuk bersujud
dihadapan sang Rabb pemilik seluruh alam. Jody menjadi imam dalam sholat
tersebut, suara kefasehan dia dalam melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an membuat
Tifa semakin yakin akan perasaanya pada Jody.
Setelah mereka melaksanakan tugas mereka, Jody bergegas
melangkahkan kaki menuju kasir sementara itu Tifa melipat mukenah yang dia
kenakan dalam sholat beserta sajadah yang berada dalam musholah tersebut. Setelah
itu Tifa menyusul Jody yang sudah ada di depan kasir, dari kejauhan Tifa
melihat Jody yang sedang mengantri untuk membayar makanan mereka sambil memuji
seluruh kelebihan Jody yang baru disadari olehnya didalam hati. Saat menunggu
giliran untuk membayar tiba-tiba Jody terpana akan senyuman yang begitu indah
dari Tifa dan pancaran kecantikan yang keluar dari dalam diri Tifa, dengan
spontan dia berucap dalam hati “Subhanallah, luar biasa ciptaanMu ia Rabb.
Hamba sangat beruntung dan sangat bersyukur Engkau menghadirkan dirinya dalam
kehidupanku ya Rabb. Beruntung sekali orang yang akan menjadi suaminya kelak ya
ALLAH, semoga hamba dapat berjodoh dengan wanita sholeha sepertinya . Aamiin”
ditengah memuji kecantikan Tifa kepada Sang pemilik Jody disadarkan oleh
petugas kasir yang bertugas saat itu “mas tadi makan apa saja ya?”
Jody tersadar dari lamunannya dan menyebutkan setiap menu yang dia
dan Tifa makan pada saat itu, dia pun membayar semua makanan yang mereka lahap
begitu nikmatnya. Siang itu merupakan siang yang paling istimewa bagi Jody dan
Tifa disepanjang kehidupan mereka, setelah urusan dengan petugas kasir usai
mereka memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing. Sebelum Jody pulang
kekediamannya, dia menghantarkan Tifa terlebih dahulu ke kosannya. Hanya 10
menit merekapun sampai didepan kos Tifa, dan Jody bergegas untuk berpamitan
dengan Tifa sebab dia terburu-buru sudah ada janji dengan ibunya. Saat Jody
pergi perlahan-lahan, Tifa masuk dalam kamar kos nya. Membanting dirinya diatas
kasur dan mengulang kejadian hari itu sambil tersenyum malu mengingat semua
yang sudah terjadi hari itu. Dia melamun dengan
begitu bahagianya tanpa sadar Zahra memasuki kamarnya, Zahra terheran-heran
melihat wajah Tifa berseri-seri dan terlihat begitu bahagia. Zahra tanpa sabar
bertanya pada sahabatnya “Hello Tifa, kamu kenapa terlihat begitu bahagia
sekali. Wajahmu berseri-seri pula, kamu ga menjawab salamku bahkan ga menyadari
kedatanganku?”
Dengan
rasa kaget yang luar biasa Tifa menjawab “astagfirullah, maaf maaf ra tadi aku
sedang melamun. Kamu sudah lama pulang?”
“AstagfirAllah
kamu ini kenapa sih? Ga biasanya seperti ini. Kamu kesambet setan ia.” Tanya Zahra
“hus
kamu ini ra ada-ada saja.” Jawab Tifa
“lalu
kamu kenapa sayang, cerita dong sama aku” dengan penuh penasaran Zahra bertanya
“eh...eh...ehhmmmm...
tadi aku abis makan siang bareng Jody. Hehehe” jawab Tifa tersipu malu
“haduh
haduh aku pikir kamu kerasukan jin yang disekolah. Huft” grutu Zahra
“hehehee,
kamu kenapa terlihat bete gitu ra? Kenapa? ” balik tanya Tifa
“aku
sebel Tifa, tadi di kampus ada cowo sok ganteng gitu godain aku. Malah dia
nyanyi-nyayi ga jelas gitu di tengah keramaian mana nyebut-nyebut nama aku
lagi. Kan malu jadinya” jawab Zahra
“oawalah,
aku pikir kamu kenapa ra. Ciye yang abis digodain ko bete sih bukannya seneng
dan bersyukur masih ada yang mau godain kamu ra. Hahahahaa” Tifa mengejek
sahabatnya
“ih,
kamu ini ia. Aku cubit ia kamu” jawab ejekan Tifa
Zahrapun
mencubit Tifa, begitupun dengan Tifa mencubit Zahra. Mereka saling mencubit dan
bercanda tawa dengan riang diatas kasur tempat mereka beristirahat menghabiskan
malam hari, kecerian yang tercipta saat itu membuat Zahra kembali normal
sejenak dia melupakan kejadian dikampusnya. Mereka membanting diri mereka
keatas kasur sambil tertawa bahagia, disaat nafas mereka kempas-kempis Tifa
bercerita kembali tentang harinya yang begitu indah bersama Jody. Zahra hanya
mendengarkan, meledeki Tifa, dan ikut bahagia melihat kebahagian yang sangat
terpancar diwajah Tifa. Saat kebersamaan meraka yang begitu ceria dan hangat
suara adzan terdengar begitu merdu memanggil seluruh umat muslim dan muslimah
untuk melakukan tugasnya saat itu, Tifa langsung bangkit dari kasur dan segera
memenuhi panggilan yang begitu merdu terdengar.
Dia
melangkahkan kaki manuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu sementara itu
Zahra masih berada diatas kasur dia terlihat begitu sangat lelah sampai
membangunkan dirinya sendiri dia tidak mampu. Tifa telah selasai mengambil
wudhu serta bergegas menuju kamar dan mempersiapkan perlengkapannya untuk
sholat magrib, Tifa pun telah usai melaksanakan tugasnya sebagai muslimah
sejati. Dia melihat Zahra terlelap dalam tidurnya, Tifa segera membangunkan
Zahra dan menyuruh Zahra untuk sholat magrib. Zahra pun memenuhi perintah Tifa
dan melakukan sholat magrib sementara itu Tifa mengambil perlengkapan mandinya
dan menuju kamar mandi. Setelah Zahra menyelesaikan sholat, bergantian dia yang
mengambil perlengkapan mandinya dan menuju kamar mandi. Tifa dan Zahra pun
telah selesai membersihkan diri mereka dari berbagai kotoran yang menempel pada
badan mereka seharian. Mereka melangkahkan kaki untuk mencari makan malam,
sebetulnya Tifa sudah kenyang akibat ditraktir oleh Jody siang tadi namun
melihat Zahra yang begitu kelaperan dan kalo sendirian dia males makan malam
alhasil Tifa menemaninya untuk makan malam.
Langkah
demi langkah, meter demi meter mereka tempuh pada akhirnya mereka menentukan
pilihan pada salah satu tempat makan yang terlihat begitu sederhana. Disekitar
kosan yang mereka tempati selama dijakarta sebenernya banyak sekali tukang jual
makan, hanya saja saking banyaknya mereka bingung mau memilih untuk makan apa
malam itu. Lalu mereka pun sangat tertarik akan tempat makan sederhana , entah
apa yang membut mereka menghentikan langkah didalam tempat makan tersebut.
Padahal rumah makan itu sangat sederhana sekali, mungkin karna selama ini
mereka hidup dari keluarga yang sederhana dan berprilaku sangat sederhana. Bagi
mereka sesuatu yang nikmat berasal dari tempat dan masakan yang sederhana,
karna mereka sangat mencintai kesederhanaan. J
Mereka
memesan menu favorit masing-masing, setelah mendengarkan pesanan mereka.
Penjual dengan sigap mempersiapkan semua makanan yang mereka pesan, ternyata
pejual tersebut sangat cepat dan telaten dalam bekerja sampai-sampai Tifa dan
Zahra kaget pesanan mereka datang begitu cepat dimeja yang sudah mereka pilih.
“WOW, cepet sekali mas. Hebat” spontan Zahra memberikan apresiasi melihat
kinerja penjual begitu cepat. Penjual melanjutkan pekerjaannya sebab dia sangat
kesibukan banyak sekali pengunjung yang makan ditempatnya bekerja, Zahra dan
Tifa melahap dengan cepat semua makanan yang sudah tersaji. Apa lagi Zahra
makannya begitu cepat dan serius sekali dibandingkan dengan Tifa yang begitu
anggun menghabiskan makanannya
“wih
cepat sekali kamu ra makannya, aku aja masih ¼ piring lagi. Kalo ada lomba
makanan tercepat, mungkin kamu ia ra yang juara. hehehee Ayo bantuin aku sini
kalo kamu masih kelaparan” Tifa meledek Zahra dan berucap dengan makanan yang masih ada dimulutnya.
“ih
kamu ini Tifa, kalo mau ngomong itu makanan ditelen dulu semua. Sampe muncrat
kan makanannya eh.” Zahra membalas ledekan Tifa
Tifa
mengunyah makanan yang ada dimulutnya saat itu lalu menelannya dan berucap
“astagfirullah, aku spontan tadi. Ga ada yang liat kan kelakuan ku yang
memalukan tadi” sambil melihat kiri-kanan, depan-belakang
“ada
tuh tukang jualan yang liat kelakuan kamu barusan, lihat aja sana dia
senyum-senyum menahan ketawanya” sambil menujuk penjual yang dia maksud
“mana-mana,
haduh bener katamu ra, tau ah biarin aja” Tifa menunduk setelah melihat penjual
tersebut dengan tersipu malu
“hahahahaaa,
habisin tuh makananmu nanti di lalerin loh.:D” Zahra berbalik mengejek Tifa
Tifa
kembali melanjutkan makannya, dengan cepat dia habiskan semua makanan yang
tersisa diatas piringnya. Rasa malu yang luar biasa membuat Tifa menguyah
makanan dengan begitu cepat tidak seperti biasanya, Tifa sudah menghabiskan semua makanannya dan
membayar semua pesanan yang dimakan oleh dia dan sahabatnya Zahra. Setelah
membayar, dengan cepat Tifa menarik tangan Zahra untuk meninggalkan tempat
makan tersebut.
“aaadduuhhhh,
pelan-pelan Tifa. Kamu mau kemana buru-buru” tanya Zahra sambil tangannya
ditarik oleh Tifa
“kita
pulang, aku ga mau lama-lama lagi disitu” jawab Tifa sambil menarik tangan
Zahra
Mereka
pun melangkahkan kaki menuju kosan, selama perjalanan Zahra tertawa
terbahak-bahak mengingat kelakukan Tifa saat makan tadi. Wajah Tifa memerah dan
melangkah lebih cepat debandingkan dengan Tifa.
“Tifa
tunggu aku” Zahra berteriak saat Tifa sudah mulai menjauh dari dirinya
Mendengar
teriakan Zahra, Tifa melambatkan langkah kakinya “kamu cepetan” sambil menoleh kebelakang
Orang-orang
disekitar mereka saat itu memandang mereka dengan penuh kebingungan, mereka
tidak memperdulikan dan melanjutkan langkah mereka menuju kosan. 5 menit
kemudian mereka sampai dikosan dan memasuki kamar yang mereka tempati berdua,
Zahra membantingkan dirinya diatas kasur sambil ketawa dengan bagitu senangnya
sementara itu Tifa menutup dan mangunci pintu kamar mereka dengan wajah yang
begitu malu. Zahra telah melupakan kejadian yang memalukan saat dikampus siang
tadi setelah bercanda ria dengan Tifa ditambah melihat kelakuan Tifa ditempat
makan tadi, itu sangat terlihat diwajah Zahra yang begitu senangnya saat berada
diatas tempat tidur. Setelah mengunci pintu Tifa mengambil sebuah bantal lalu
melemparnya ke Zahra dan bersarang tepat di wajah Zahra. Itu caranya untuk
menghentikan tertawanya Zahra, Zahra menghentikan tertewanya saat melihat wajah
sahabatnya memerah sekali. Sedangkan Tifa mengambil posisi untuk beristirahat
diatas tempat tidur dan menarik selimut sampai menutupi wajahnya untuk
menghindari ledekan Zahra yang semakin berlanjut, sedangkan Zahra melanjutkan
aktivitasnya mengerjakan tugas yang diberikan dosennya. “Beginilah nasib
seorang mahasiswi, harus mengerjakan tugas. Huft” Zahra menggrutu dalam hati
saat melihat sahabatnya sudah terlelap dalam tidurnya. Waktu seakan berjalan
sangat cepat, malam semakin larut tepat pukul 01.00 dini hari Zahra
menyelesaikan tugasnya dan menyusul sahabatnya untuk beristirahat.
Adzan
subuh berkumandang dengan begitu merdunya, membangunkan seluruh umat muslim
untuk melakukan kewajiban mereka. Diantara sekian umat muslim yang masih
terlelap dalam tidurnya, Tifa sebagai muslimah wajib memaksakan dirinya yang
penuh akan rasa malas untuk melakukan sholat subuh. Bagi dirinya sholat subuh
merupakan sholat yang sangat spesial, sebab dalam sholat subuh para malaikat
menyaksikannya. Tifa beranjak dari atas tempat tidur menuju kamar mandi untuk
mengambil air wudhu, sementara itu sahabatnya yaitu Zahra masih terlelap dalam
mimpinya. Seusai mengambil wudhu Tifa mempersiapkan perlengkapan yang akan
digunakan dalam sholat shubuh diantarannya dia memakai mukenah dan menggelar
sajadah yang menghadap kiblat, saat semua perlengkapan telah dipersiapkan oleh
dirinya. Dia menyegerakan dirinya untuk melakukan kewajibannya sebagai
muslimah, setelah sholat dia membangunkan Zahra yang sedang terlelap dalam
mimpinya untuk melaksanakan sholat subuh. Mendengar Tifa membangunkannya, Zahra
memaksakan dirinya beranjak dari atas tempat tidur untuk mengambil air wudhu
dan sholat subuh.
Saat
Zahra sedang sholat subuh, Tifa membereskan tempat tidur yang mereka tempati,
dan mempersiapkan dirinya untuk berangkat mengajar. Setelah Zahra melakukan
sholat subuh dia kaget melihat tempat tidur yang dia dan Tifa tempati sudah
terlihat rapi, dia pun heran melihat perubahan Tifa kali ini. Biasanya yang
mandi duluan dan bersiap duluan untuk berangkat mengajar yaitu Zahra tapi kali
ini tanpa disuruh terlebih dulu Tifa mandi lebih dulu. Dari rasa yang begitu
membingungkan dia tersadar kalo Jody yang merubah Tifa dengan begitu cepatnya,
“pasti Tifa ga sabar untuk bertemu Jody, pantes aja dia bergegas mandi” bisik
Zahra dalam hati
Sekian
lama Tifa berada dalam kamar mandi akhirnya dia keluar dan dia pun kaget
melihat Zahra yang kembali terlelap dalam mimpinya.
“Zahra
bangun bangun, ko kamu tidur lagi. Sudah jam berapa ini, nanti kita telat loh”
ucap Tifa membangunkan Zahra
“HhOOOaaammm....
ia ia, ini udah bangun. Lagian kamu ngapain aja sih dikamar mandi sampai sejam
aku nungguin alhasil aku ketiduran” Zahra membalasnya
“hehehe,
sudah mandi sana” begitu ucap Tifa menyuruh Zahra untuk segera mandi, mendengar
ucapan Tifa. Zahra bergegas mandi, dengan cepat Zahra pun menyelesaikan
mandinya sementara itu Tifa menyibukkan dirinya untuk memilih semua baju yang
ada dalam lemari.
Tifa
melihat Zahra keluar dari kamar mandi dan dia bertanya kepada Zahra “ra
kira-kira yang mana ia yang harus ku pakai hari ini?”
“ia
ampun kamu ini, jadi selama aku mandi kamu masih sibuk memilih baju.
Astagfirullah” jawab Zahra
“ih,
kamu ini kaya ga ngerti aku aja. Bantu aku, aku bingung memilih semua baju yang
ada disini L”
ucap Tifa
“apa
saja yang kamu pakai, akan terlihat begitu mempesona. Pakailah yang Menurutmu
nyaman untuk dipakai, Jody tidak akan tergoda dari kecantikan busana yang kamu
gunakan. Dia akan tergoda dari kecantikan yang berasal dalam dirimu. J
” ucap Zahra
Mendengar
ucapan Zahra, Tifa menarik nafasnya dengan panjang dan memilih baju yang dia
gunakan dulu waktu pertama kali dia bertemu dengan Jody, setelah Tifa
memutuskan menggunakan baju tersebut. Dia dan Zahra dengan cepat mempersiapkan
diri mereka untuk berangkat mengajar, waktu selalu berputar, waktu tidak pernah
menunggu. Melihat jam yang ada didinding kamar, mereka pun bergegas
melangkahkan kaki manuju sebuah halte yang tidak jauh dari kosan mereka. Dalam
perjalanan Tifa tersadar bahwa dompet miliknya tertinggal diatas kasur, alhasil
merekapun kembali ke dalam kamar. setelah itu mereka kembali menuju halte bus
way yang sudah dipenuhi oleh banyak orang, melihat halte begitu penuh dan
mereka berpikir akan terlambat jika berangkat dengan busway. Mereka pun memilih
berangkat dengan ojek, kang ojek membawa motor dengan kecapatan tinggi itu
karna atas permintaan penumpangnya yaitu Tifa dan Zahra. 10 menit mereka sampai
disekolah, beberapa detik mereka turun dari atas ojek bel sekolah pun berbunyi,
mereka dengan cepat berlari kedalam ruang guru. Dengan nafas yang
tesendak-sendak mereka memasuki ruang guru, semua guru yang ada didalam sana
saat itu menatap mereka dengan muka tanpa ekspresi termasuk Jody. Saat semua
mata menatap mereka, dengan tenang Zahra menyapa semua guru yang ada saat itu
“Assalamu’alaikum” dengan serentak semua menjawab “walaikumusalam”
“tumben
sekali ibu Tifa dan ibu Zahra datangnya terlambat” begitu ucap salah satu guru
“biasa
pa, jakarta jalanannya macet sekali ga seperti dikampung saya. Hihihii” jawab
Zahra
Tifa
hanya bisa diam tanpa bahasa sambil menahan rasa malu ketika dia dan Zahra terlambat
hari itu “memang semuanya ini salah Tifa tapi ga sepatutnya disalahkan, Namanya
juga sedang jatuh cinta” ucap Zahra dalam hati
Zahra
melihat Jody yang sedang sibuk menuliskan tugas untuk anak muridnya nanti,
tiba-tiba Zahra berucap dalam keheningan “pa Jody ko’ ga ngajak saya makan
siang, masa ibu Tifa aja sih kemarin yang diajak makan siang berdua diluar?”
Mendengarkan
ucapan Zahra, seakan waktu berhenti berputar Jodypun menghentikan tulisannya
begitu dengan Zahra. Dia menghantikan langkahnya saat menuju ke ruang kelas
untuk mengajar, sebagian guru yang masih berada didalam sana. Mereka dengan
serentak melihat Zahra, Jody tidak mampu untuk menjawabnya. Dia hanya tersenyum
kepada Zahra, sementara itu Tifa melanjutkan langkah kakinya seolah dia tidak
mendengar ucapan sahabatnya. Tiba-tiba ada seorang guru yang berucap kepada
Zahra “ibu Zahra, ibu dipanggil pak kepala sekolah sekarang”
Ucapan
tersebut membuat Jody tenang, dengan spontan Jody mengatakan “Alhamdulillah”
dalam hatinya. Sementara itu Zahra melangkahkan kakinya menuju ruang kepala
sekolah, saat kembali dari ruang kepala sekolah wajah Zahra terlihat lesu
sekali. Entah apa yang terjadi dengannya, mungkin dia ditegur oleh kepala
sekolah karna hari ini dia datang terlambat, itu bisa saja terjadi sebab
sekolah tempat dia, Tifa, dan Jody mengajar merupakan sekolah yang sangat
disiplin sekali. Apa lagi mereka merupakan guru baru disana.
Bel
berbunyi, jam istirahat pun tlah datang. Kali ini Tifa yang di panggil oleh
kepala sekolah, keluar dari ruang kepala sekolah dia mengalami nasib yang sama
dengan Zahra. Selain sekolahnya yang sangat disiplin, kepala sekolah disana pun
sangat tegas dan memiliki karakter pemimpin yang sangat bagus. Saat Tifa keluar
dari ruang kepala sekolah, dia kaget melihat Zahra menunggunya di depan ruang
kepala sekolah. “pasti kamu di tegur ia Tifa sama kepala sekolah” begitu ucap
Zahra
“ia,
ko kamu tau sih ra? Trus kamu ngapain ada disini bukannya kamu ada diruang guru
tadi?” ucap balas Tifa
“ia
lah aku tau, sebelum kamu di panggil, aku juga tadi dipanggil lebih dulu sama
kepala sekolah terus sama deh kaya kamu ditegur juga gara-gara kita terlambat.
Kamu sih tadi udah mandi lama, milih baju lama, ditambah pake acara dompet
ketinggalan segala. Huhuhuu” ucap ledek Zahra
“ooooo,
jadi kamu kesini cuman buat ngejek aku nih. Ok, BYE!!!” Tifa merasa sebel
mendengar ucapan Zahra
“hahahaha,
kalem mba bro. Kita kan senasib, sama-sama diomelin ga usah bete gitu ah. Aku
aja biasa aja ko’. namanya juga kerja, ini sudah menjadi konsikuensi kita Tifa.
Jadi santai aja, kalo ga begini ga bakal terasa kalo kita udah kerja sekarang.
Hehehee” ucap Zahra
“bener
juga katamu ia ra, kita hadapi dengan profesional aja. Ia ga?” balas ucap Tifa
“ia
dong, kita kan amatir yang beranjak ke profesioanal. Hahahaha” ucap Zahra
Bel
pun berbunyi di pertengahan perbincangan antara Tifa dan Zahra, mereka kembali
ke ruang guru dan setelah itu mereka bergegas menuju kelas masing-masing untuk
mengajar. Walaupun mereka merupakan tenaga pengajar baru disana, tapi cara
mengajarnya sangat profesional. Itu terlihat disaat mereka memberikan pelajaran
didalam ruang kelas, waktu berputar dengan cepat bel kini berbunyi kembali.
Pertanda waktu sekolah telah usai. Para murid pulang kerumah mereka
masing-masing begitu juga dengan para guru beserta Tifa dan Jody, sedangkan
Zahra melanjutkan aktivitasnya sebagai mahasiswi di universitas yang tidak jauh
dari tempat dia mengajar.
******
Bagian IV ( Kedamaian yang
terrenggut )
Hari
demi hari mereka lalui dengan biasa disekolah tersebut, disuatu malam Zahra
mendapatkan kabar buruk dari bundanya. Dia mendapatkan kabar bahwa ayah Tifa
meninggal dunia karna kecelakaan, saat mendengar kabar tersebut tangan Zahra
begitu gemetaran, keringatnya berkucuran tanpa henti, dalam pikirannya hanya
satu “bagaimana menyampaikan pada Tifa?”
Melihat
Zahra yang begitu shock, Tifapun bertanya kepada Zahra. “kamu kenapa? Apa yang
terjadi ra?”
Iittuuu...
hmm... “tak mampu Zahra mengucapkan nya kepada Tifa”. Aku bingung bagaimana
menyampaikannya padamu fa..
Ya
sampaikan aja ra... jangan buat aku penasaran lah.
“aaaaa...aaaa....aaayyyaahhhmu
meninggal dunia sore tadi Tifa, beliau kecelakaan” ucap Zahra yang begitu gugup
Saat
mendengar ucapan Zahra, Tifa tiba-tiba saja merasa tubuhnya begitu lemas lalu
jatuh pingsan. Zahra dengan sigap menangkapnya dan merebahkan Tifa di kasur.
Zahra panik melihat Tifa yang tiba-tiba pingsan setelah mendengar kabar ini.
Segera Zahra mengambil minyak angin untuk menyadarkan sahabatnya ini sambil
terus berdoa agar tifa dan keluarga diberikan kelapangan hati untuk
mengikhlaskan kepergian ayahnya. Dengan lembut Zahra terus merawat Tifa.
Alhamdulillah tak lebih dari 30 menit akhirnya Tifa telah sadar. Masih lemas
tubuhnya namun ia berusaha bangkit untuk duduk, Zahra yang melihat Tifa siuman
kemudia segera membantu Tifa untuk duduk. Masih dengan penuh ketidak yakinan
Tifa bertanya kepada Zahra tentang kabar yang baru saja ia dengar. Dan Zahra
hanya mampu tertunduk lemas menjawab pertanyaan dari Tifa.
Keesokan
harinya Tifa memutuskan untuk pulang kerumahnya, dia begitu terlihat sangat
sedih sebab sesampai dirumahnya dia tidak bisa melihat wajah ayahnya untuk yang
terakhir kali, begitu dia masuk kedalam rumah dia melihat begitu banyak
saudaranya yang menginap. Dia tidak memperdulikan semua orang disana, dia hanya
mencari ibunya. Dia tidak dapat menemukan ibunya, dia bertanya kepada semua
orang yang berada disana saat itu. Semua orang hanya terdiam melihat Tifa
begitu histeris mencari ibunya, namun ada seseorang yang mendekati Tifa lalu
memeluknya yaitu tante yang mempunyai kios dipasar. Dia berbisik kepada Tifa
“ibumu sedang dirumah sakit Tifa, beliau kena serangan jantung saat mendengar
ayahmu meninggal dunia” sesaat mendengarkan hal tersebut Tifa jatuh pingsan
dalam pelukan tante tante tersebut.
Setelah
dia tersadar dari pingsannya, dia meminta kepada tante pemilik kios itu untuk
mengantarkannya bertemu dengan ibunya. Beliaupun mengajak Tifa kerumah sakit,
selama perjalanan Tifa hanya menangis menangis dan menangis. Mereka sampai
dirumah sakit, Tifa berlari kedalam rumah sakit dan mencari ibunya diseluruh
ruang rawat inap. Dia tidak dapat menemukan ibunya, ternyata ibunya berada di
ruang ICU. Dia pun bergegas ke ruang ICU, sesampainya disana air matanya terus
mengalir tiada henti melihat orang tua satu-satunya yang dimiliki saat ini
harus terbaring diatas tempat tidur tak berdaya. Dia meminta ijin kepada dokter
untuk masuk kedalam ruang ICU, melihat Tifa yang begitu sedih dokter mengijinkannya.
Saat masuk kedalam ICU, Tifa berbisik kepada ibunya “ibu ini Tifa, ibu cepat
sadar. Aku rindu sama ibu, aku kangen mendengar suara ibu. Ibu adalah ibu yang
kuat, ibu pasti bisa melewati semua ini. Aku sangat membutuhkan ibu untuk
melewati semua ini”
Tidak
lama mendengar bisikan dari Tifa, ibunya terbangun dari koma. Dokter tidak
menyangka begitu cepat beliau sadar dari koma yang dialaminya, melihat beliau
sadar. Suster mengajak Tifa untuk keluar, sebab dokter ingin memeriksa keadaan
ibunya. Tidak lama dokter keluar dari ICU, Tifa bertanya kepada dokter “dok,
bagaimana dengan kedaan ibu saya? Dia baik-baik saja kan dok... “tanya tifa
panik
Dokter
pun menjawab “ini mukjizat, dia akan segera dipindahkan keruang rawa inap.
Kondisinya sudah mulai stabil. Kamu yang sabar ia nak, berdoalah semoga ibu
lekas pulang kerumah agar dia bisa kembali berkumpul denganmu dan sekeluarga”
Mendengar
jawaban dari dokter dia merasa sedikit lebih tenang, beberapa hari kemudian ibu
Tifa dipindahkan keruang rawat inap. Tifa begitu setia menemani ibunya, selama
perjalanan menuju ruang rawat inap ibunya terlihat sangat tegar walaupun dalam
hatinya sangat rapuh. Ini semua dia lakukan untuk membuat Tifa kembali ceria
seperti biasanya, dari semua usaha yang dilakukan oleh ibunya semua terasa
begitu sia-sia. Raut wajah Tifa tidak tergambar keceriaan yang selama ini,
namun ibunya tidak akan menyerah begitu saja. Didalam kamar rawat inap, ibunya
menceritakan sebuah dongeng yang dulu sudah pernah beliau ceritakan sewaktu
Tifa kecil. Dengan raut wajah yang begitu sedih Tifa mendengarkan ibunya
bercerita, Tifa mengulang kembali masa kecilnya. Membuat dia semakin sedih,
sebab setiap ibunya bercerita sebelum tidur, ayahnya selalu menemani dia dan
membuat dia dan ayahnya tidur dengan pulas. Namun kali ini ibunya bercerita di
atas tempat tidur dan terlihat tidak berdaya karna penyakit yang dialaminya dan
ayahnya sudah tiada. Air mata terus mengalir, membuat Tifa semakin terpuruk
mengingat semua kejadian dimasa kecilnya.
Sesulit apapun keadaan mereka saat ini, Tifa yakin ia mampu
melewati masa-masa sulitnya ini. Senyuman ibu selalu nampak terurai indah di
bibirnya, tapi Tifa tau itu bukan sebuah senyuman kebahagiaan seperti yang dulu
selalu menghiasi bibir ibunya. Tifa tau ini bukan hal yang mudah bagi ibu, tak
mungkin ibu terkena serangan jantung ringan bila ia tak shock dengan kepergian
ayah yang sangat tiba-tiba. Selama ini ibu tak pernah memiliki sakit seserius
ini. Tifa sangat mengetahui perasaan ibu dan ayah yang saling mencintai dan mengasihi
selama ini, bagi ibu suaminya adalah sosok yang sangat sempurna untuk
melengkapi kekurangannya. Begitupun sebaliknya.
Tatkala ibu mengerutu akan kepenatannya seharian bekerja mengurus
rumah tangga, ayah selalu tersenyum ramah dan memeluknya dengan cinta dan kasih
sayang. Bahkan ayah tak pernah lupa mengucapkan terimakasih kepada ibu atas
semua jerih payah ibu untuk mengurus rumah. Seorang suami yang berdidikasih
penuh pada keluarga kecilnya ini. Aku selalu memperhatikan ayah dan ibu yang
begitu terlihat bahagia dan saling melengkapi satu sama lain. Ayah sosok
seorang suami yang sangat bertanggung jawab pada keluarga, penuh kasih sayang,
dan tentunya imam yang baik bagi kami. Dan kini, ia telah berpulang menghadap
Rabb nya.
Ayah,,, kami sangat merindukanmu. Dari sorot mata ibu, aku sudah
mampu membaca bahwa ia begitu kehilangan Ayah. Tak perlu dengan sebuah ucapan
atau untaian kata untuk mengungkapkan bahwa ibu sangat merindukan ayah, cukup
dengan memandang matanya saja semua terbaca jelas. Ibu berusaha sekuat tenaga
untuk menutupi semuanya dariku. Dan aku tau semua itu, sehingga aku pun
berpura-pura kuat menghadapi ini semua. Sungguh hatiku ini pun sama hancurnya
dengan ibu, tapi aku tak pernah ingin ibu melihatku terpuruk dalam kesedihan,
karena aku tau ibu pasti akan semakin sedih bila melihatku demikian. sekuat
tenaga aku berusaha menahan air mata agar tak pernah jatuh saat dihadapan ibu.
Bagiku cukup aku dan ALLAH yang tau seberapa lemahnya hatiku
saat ini. Aku tak ingin ibu semakin sakit , saat ini aku ingin ibu segera sehat
kembali. Setiap kali mata ini mulai keluh, segera aku menghapusnya sebelum ia
terjatuh dihadapan Ibu. ALLAH pasti tau apa yang kurasakan, bukan hal mudah
mengikhlaskan seseorang yang begitu kita cintai dan begitu mencintai kita.
Mungkin bibir ini mampu berdusta pada setiap orang yang datang dengan berkata
“Insyallah kami telah mengikhlaskannya.” , tapi ALLAH lebih tau bahwa tak
semudah itu kami ikhlaskan semua ini. Bahkan mungkin aku bisa berdusta pada
diriku sendiri bahwa aku kuat untuk menerima ini semua, tapi sejujurnya dari
dalam hatikupun menangis dan berkata aku tak sanggup melepaskan kepergian orang
yang begitu kami cintai. ALLAH lebih tau setiap hati hambanya. Ya.. tentu hanya
ALLAH yang tau seberapa sedihnya kami kehilangan AYAH.
Dalam setiap sujudku, tak pernah kulewatkan untaian doa untuk
Ayah agar mendapat kebahagiaan disana, dan doa untuk ibu agar ibu segera sehat
kembali. Sudah cukup Ayah pergi meninggalkanku, aku tak ingin penyakit ibu
semakin parah sehingga aku harus kehilanganya pula. Tak pernah berhenti aku
meminta agar ALLAH biarkan kebahagianku datang kembali. Dan tak juga aku
berhenti meminta agar ALLAH memberiku kekuatan untuk menghadapi ini semua,
Satu minggu lebih ibu dirawat inap dirumah sakit, karena masa
pemulihan ibu cukup lama akibat shock yang masih ibu alami. Terkadang aku
melihat ibu menangis dalam tidurnya. Kasihan Ibu “gumanku dalam hati”. Semakin
hari aku melihat ibu semakin kehilangan keceriaannya yang dulu. Kalau saja aku
bisa mengembalikan senyumnya yang dulu, sudah pasti akan aku lakukan apapun itu
agar bisa ku lihat senyuman ibu. Dokter bilang bahwa 3 hari lagi ibu sudah
boleh pulang, kondisi kesehatannya semakin hari semakin membaik. Hanya saja
jangan sampai ibu shock lagi, karena itu bisa membuat jantungnya semakin lemah.
Aku sekuat tenaga menjaga ibu , ibu adalah satu satunya orang yang kumiliki
saat ini. Aku tak ingin ia pergi meninggalkan aku sendiri.
3 Hari berlalu dan akhirnya Dokter mengizinkan ibu pulang. Ibu
terlihat senang tapi aku bisa membaca raut wajah kecemasannya. Entah apa yang
saat ini ibu pikirkan, tapi jelas sekali ibu cemas. Perlahan kami lewati lorong
rumah sakit menuju taxi yang kami pesan tadi . ibu berusaha tersenyum padaku
dan meyakinkanku bahwa ia baik-baik saja. Sejauh apapun usaha ibu , aku tetap
melihat ibu sepertinya sangat cemas. Maka ku beranikan diri untuk
menanyakannya, aku tak ingin sesuatu menggangu hatinya lagi.
Tifa : Ibu kenapa? Tifa
lihat ibu sangat cemas.
Ibu : Tidak ada
apa-apa Tifa, ibu senang akan kembali pulang.
Tifa: Tifa juga senang
, akhirnya ibu bisa kembali kerumah. Tapi bu.. jangan bohongi Tifa, Tifa mau
ibu ceritakan. ada apa bu..??
Ibu : Tak ada apa-apa
sayang,,, “ibu sejenak berfikir” akankah kukatakan saat ini pada Tifa? Apakah
ini saat yang tepat untuk menyampaikannya.
Tifa : tuh kan ibu
ngelamun lagi, ada apa bu? Ceritakan pada Tifa bu..., ada apa bu?
Ibu: Baiklah kalo kamu
memaksa, sebenarnya... “hendak ia katakan, tapi dibatalkan niatnya karena
kasihan melihat Tifa. Tak ingin ia meyampaikan beban di hatinya pada anak yang
ia sayangi.
Tifa: Sebenernya ada
apa bu? Jangan buat Tifa semakin khawatir bu.. ibu yakin ibu sehat? Kalo masih
sakit ibu tinggal saja disini untuk beberapa hari lagi sampai ibu benar-benar
sehat bu.
Ibu: Ibu baik-baik
saja Tifa, sebenarnya ibu hanya merasa takut.
Tifa: Apa yang membuat
ibu takut?
Ibu: Ibu takut tak sanggup
dirumah tanpa melihat ayah lagi. Terlalu banyak kenangan disana. Disanalah
semua kenangan terekam indah. Ibu dan ayah habiskan masa muda kami disana
bahkan sebelum kehadiranmu nak. Disana ibu dan ayah habiskan banyak waktu
bersama, dan kini semua harus berakhir. “tangis ibu tak lagi dapat ia pendam.”.
Tifa: Tifa mulai tak
tahan melihat ibu yang ia cintai begitu terluka , ia raih ibu dan didekapnya
dalam-dalam. Tifa bisikan sesuatu pada ibu “Ibu yang sabar ia, ibu masih punya
Tifa, mari kita lalui hari-hari ini seperti dulu lagi bu, penuh dengan
keceriaan. Jika ayah disini pasti Ayah tak ingin ibu menangis lagi.”
Ibu: “ia usap air
matanya”. Iya Tifa.. Ayah pasti sedih melihat kita menangis. “ Kata ibu
meyakinkan Tifa bahwa ia baik-baik saja dan akan bisa melewati ini semua.
Ibu: Andai kau tau apa
yang sebenarnya ibu cemaskan Tifa... ingin sekali ibu sampaikan, tapi ibu belum
cukup kuat untuk menyampaikannya, entah berapa lama lagi Tifa. Tapi maafkan ibu
yang tak bisa menceritakannya saat ini padamu. Maafkan kami Tifa.. “kata ibu
dalam hati, membuat air matanya perlahan kembali menetes”.
Tifa : Sudah ya, ibu
jangan menagis lagi ya.. “Tifa usap air mata yang jatuh di pipi ibu, ia peluk
lagi ibu nya tercinta. “
Tifa: Mari bu, kita
pulang.. Tifa yakin ibu adalah seorang yang tangguh yang pasti akan sanggup
menghadapinya. ^^
Ibu: Jadilah akhwat
tangguh sayang,,, “Balas ibu dengan senyum”.
Ibu: Semoga kau bisa
menerima semua kenyataan ini bila suatu hari nanti semua terungkap. Andai ibu
bisa memilih, ibu tak ingin bibir ini yang menyayat hatimu hingga terluka
nantinya sayang “ucap ibu dalam hati”.
Tifa dan ibu segera berjalan menuju taxi yang sudah menunggu
mereka sejak tadi. Perlahan Tifa memapah ibundanya tercinta untuk naik kedalam
taxi. Taxi segera meluncur meninggalkan
rumah sakit . perasaan Tifa dan ibu lebih tenang dari pada sebelumnya. Mereka
wanita yang lembut hatinya. Bagi Ayah mereka adalah permata-permata yang indah
yang sangat berarti dalam kehidupannya. Dan kini permata itu tergores karenanya.
L .
*****
Sementara itu di sekolah tempat Tifa mengajar bu Zahra dan pak
Jody mendapat panggilan dari kepala sekolah. Jam Istirahat mereka segera
menghadap kepala sekolah.
Jody : Selamat pagi pak,
bapak memanggil saya dan bu Zahra?
Kepala Sekolah: Iya pak Jody dan bu Zahra silahkan masuk. Ada
hal yang ingin saya tanyakan.
Zahra: Baik pak.. “segera
ia masuk dan duduk dikursi depan kepala sekolah mengikuti Jody yang sudah
melangkahkan kaki mendahului Zahra”.
Kepala Sekolah : Bu Zahra dan Pak Jody sudah sejak lama
menggenal Bu Tifa? “tanya pak kepala sekolah mengawali pembicaraan”.
Jody : iya pak, saya mengenal ibu Tifa sejak kami di universitas
pak.
Zahra: Saya dan Tifa sudah sejak kecil bersahabat pak.
Kepala Sekolah : jadi pak Jody dan Bu Zahra tau kemana bu Tifa
sekarang?
Zahra: Ayah dari bu Tifa meninggal 1 bulan lalu pak, dan ibunya
masuk rumah sakit karena serangan jantung ringan pak.
Kepala sekolah : Inalillahi wainaillaihi roji’un.. kenapa bu
Zahra tak pernah cerita?
Zahra: Maaf pak, saya sudah mengabarkan pada ibu guru yang lain.
Mungkin kabar ini belum sampai pada bapak. Dan surat ijin bu Tifa juga sudah
ada pak.
Kepala sekolah: Jadi sekarang bagaimana keadaan ibu dari bu
Tifa?
Zahra: Saya dengar dari
tetangga bahwa ibunda bu Tifa sudah pulang dari rumah sakit sejak 2 minggu
lalu. Saya sendiri terakhir berkomunikasi dengan bu Tifa 1 bulan lalu saat
beliau sampai dikampung halaman pak. Mungkin pak Jody lebih tau.
Kepala Sekolah: Sudah 1 bulan bu Tifa tak ada kabar sama sekali.
Pak Jody tau bu Tifa dimana?
Jody : Maaf pak, saya beberapa hari lalu mencoba menghubungi bu
Tifa, namun HP bu Tifa tak dapat dihubungi pak.
Kepala Sekolah : Saya turut prihatin dengan yang dialami bu
Tifa. Tapi disini kami tidak bisa membiarkan pegawai kami tidak masuk lebih
dari 1 minggu tanpa ada keterangan. Tolong pak Jody dan bu Zahra terus hubungi
bu Tifa. Saya ingin bicara dengannya.
Jody: Baik pak, saya dan bu Zahra akan terus mencoba menghubunginya
dan menyampaikan pesan bapak. Apa ada lagi pak yang perlu disampaikan?
Kepala Sekolah : Sudah tidak ada. Pak Jody dan bu Zahra silahkan
kembali keruang guru.
Zahra: Terimakasih pak, kami permis. “melangkahkan kaki keluar
kelas’.
Jody: Mari pak.. “Mengikuti bu Zahra”.
Diluar ruangan mereka saling bepandangan. Mereka masih cemas
akan apa yang terjadi pada Tifa nanti saat bertemu dengan kepala sekolah. Jody
mulai membaca kecemasan yang sama diraut muka Zahra, Jody pun mulai bicara
untuk menenangkan Zahra.
Jody : Bu Zahra jangan khawatir, semua akan baik-baik saja
Zahra: saat ini saya masih bingung pak, apakah benar semua akan
bisa berjalan baik-baik saja. Bu Tifa sudah tak ada kabar sama sekali sejak 1
bulan lalu. Dan sekarang pak kepala sekolah mulai menanyakan keberadaanya.
Apakah bu Tifa baik-baik saja? Apa yang terjadi dengannya sampai tak pernah
menghubungi kita selama ini.
Jody : Tenang lah bu Tifa, saat ini kita harus positif thingking
. Nanti sepulang sekolah kita bicarakan lagi, sekarang bu Zahra ada kelas kan.
Zahra: baiklah pak kita bicarakan nanti. Saya permisi kekelas
dulu pak.. mari
Jody : iya silahkan bu.
Merekapun berpisah dan kembali ke pekerjaan masing-masing. Namun
tentu Tak semudah itu Zahra melupakan masalah Tifa ini. Sejak kecil mereka
bersahabat, tentu saja Zahra adalah orang yang paling perduli akan keadaan Tifa
sekarang. Tak biasanya Tifa menghilang tanpa kabar seperti ini. Ia mencemaskan
terjadi sesuatu pada Tifa.
Jam pulang sekolahpun telah terdengar. Seperti rencana
sebelumnya maka pak Jody dan bu Zahra pun bertemu untuk membicarakan prihal bu
Tifa. Semua guru mulai meninggalkan sekolah
satu persatu hingga hanya ada pak Jody dan bu Zahra di kantor guru. Pak
Jody memulai perbincangan ini.
Jody : Bu Zahra sebaiknya kita bicarakan prihal ini diluar
sekolah bu. Ajak Jody
Zahra: baik pak.. ‘ segera Zahra mengemasi barang nya dan
mengikuti langkah kaki Jody keluar meninggalkan ruangan.
Jody mengambil mobilnya yang ada di parkiran dan segera mengahapiri
Zahra. Merekapun pergi meninggalkan sekolah menuju salah satu taman kota. Jody
memilih salah satu tempat duduk di salah satu sisi taman dan menyuruh Zahra
untuk menunggu nya sebentar. Jody pergi membeli minuman dan beberapa makanan
ringan. Karena memang tadi Zahra dan Jody tidak sempat makan karena jam
istirahat yang singkat itu mereka habiskan di dalam ruang kepala sekolah.
Setidaknya makanan ringan itu bisa menganjal perut mereka yang memang sudah
minta diisi sejak tadi.
Jody : Silahkan...
Zahra: terimakasih pak
Jody: masih aja panggil
pak. Ini kan diluar sekolah ra..
Zahra: hihihi... sorry jod.. lupa.
Jody: belum tua udah pikun aja nih si Zahra.. “ledek Jody”.
Zahra: ish.. kamu ni yah, ngeselin banget sih. Masa’ bawa-bawa
umur segala.
Jody: iya iya.. ampun deh ra, hihii
Zahra: oke serius nih jod, si Tifa ini kemana aku ga tau nih..
kamu tau ga?
Jody: ya elah kamu tuh ya.. mana aku tau, kan kamu sama Tifa
bersahabat. Pasti kamu lebih tau lah dimana Tifa
Zahra: iya aku tau jod, Tifa dirumah,. Tapi ga tau deh kenapa
dia ga pernah kabarin aku. Udah 1 bulan ini dia ngilang gitu aja. Ga biasanya
dia kaya gini jod. Masa kamu ga tau sih? Kamu kan deket sama Tifa juga.. kalian
kan saling suka
Jody: ish.. apa sih ra. Kita tu temenan aja kali. Dan selama ini
kan kamu yang buat aku jadi kenal sama sih Tifa. Tapi sejak terakhir aku sama
Tifa makan bareng itu kita udah ga komunikasi lagi. Terakhir minggu lalu aku
coba hubungi Tifa mau tanya keadaanya tapi si Tifa ga bisa di hubungin tuh..
Zahra: yah sama.. aku malah setiap hari coba telpon dia tapi ga
aktif nomernya. Apa dia ganti nomer ya? Tapi kenapa ga kabrain aku sih.
Jody: nah tuh sama deh.. aku juga ga tau ra, jadi gimana nih ra?
Kalo dia ga balik-balik juga bisa-bisa dia dipecat dari sekolah. Apalagi kan
dia juga masih guru baru disana.
Zahra : nah itu dia jod... aku takutnya gara-gara ini nanti Tifa
bisa-bisa dikeluarin deh dari sekolah. Terus gimana ya Menurut kamu?
Jody: Zahra ga ada saudara sepupu atau siapa gitu yang rumahnya
deket sama Tifa?
Zahra: yah rumah aku sendiri cukup deket sih sama rumah Tifa.
Kenapa jod?
Jody: ya udah kan simple aja.. jadi minta tolong sama saudara
kamu atau siapa gitu yang dirumah kamu buat mampir kerumahnya Tifa, tanyain apa
kabar dia, kenapa tuh Hp ga aktif. Sekalian bilangin juga Tifa dicariin sama
pak kepala sekolah. Bisa kan?
Zahra: aduh Jody... kenapa aku kepikiran sama sekali ya.. itu
ide briliant jod... serius kamu cerdas deh. Ngak sia-sia kamu aku ajarin
matematika selama ini... “canda Zahra”.
Jody: idihh... apa hubungannya ini sama matematika. Udah deh
Zahra ga usah buka kartu soal masa lalu ku dengan matematika. Oke..
Zahra: ciyyeeee... ada yang mau nih kalo kartunya kebuka. Hihihihhi
Jody: ah kamu mah gitu... dikasih solusi malah aku kan yang
diledekin.
Zahra: ciyyeee... gitu aja ngambek. Hihihi. Kaya anak kecil nih
Jody, oia ngomong-ngomong kamu sama Tifa gimana jod? “tanya Zahra mulai
serius”.
Jody: Aku? Kenapa? kita baik-baik aja. Selama ini Tifa baik sama
aku, dia seorang wanita yang... hmmm... baik dan solehah juga. Kenapa kamu
bertanya seperti itu ra?
Zahra: sebagai sahabatnya
Tifa aku kepo aja sama kalian. Hihih... abis si Tifa ga pernah mau cerita soal
hubungan kalian. Dan kamu juga, setiap kali aku tanyain selalu aja ngeles..
Jody: ihhhhh.... ada kepo nih. Takut... “ledek Jody”.
Zahra: dih... ga apa-apa kan kamu jod? Tiba-tiba kog jadi horor
gini. Apa jangan-jangan efek kamu lagi sakit ya jod??
Jody: Sakit? Siapa yang sakit?
Zahra: Ya kamu lah.. emang siapa lagi.
Jody: aku sehat kog. Emang sakit apa? Kapan?
Zahra: Sakit Malarindu... sekarang... hihihi.. ciye malarindu
nih ya sama si Tifa “ ledek Zahra”.
Jody: makin ngaco tuh otak kamu ra.. udah ah yuk kita sholat
ashar dulu. Aku anterin kamu pulang setelah sholat.
Zahra: Siap bos Jody... hihihih
Merekapun segera bersiap dan menuju masjid untuk menunaikan
ibadah sholat ashar. Setelah itu Jodypun segera mengantar Zahra pulang ke kos.
Sesampainya di sana Jody tak banyak bicara dan langsung saja pamit pulang.
Zahra segera masuk ke kos. Dikamar ia merebahkan diri dan meraih ponselnya. Ia
segera menghubungi ibu nya. panjang lebar Zahra asik cerita dengan ibunya.
Syukur Alhamdulillah ibu Zahra bersedia untuk menemui Tifa esok hari. Zahra
yang tengah cemas itupun sedikit tenang sebab ibunya mau membantunya untuk
mencari tau apa yang sebenarnya Tifa alami. Zahra pun mengakhiri
perbincangannya dengan ibu dan segera mematikan telpon kerena sudah waktunya ia
sholat. Dulu Tifa yang selalu mengingatkan Zahra bila ia asik mengobrol di
telpon agar menyegerakan sholat. Dan kini meskipun Tifa sudah tak lagi
mengingatkannya, ia masih ingat nasihat Tifa agar menyegerakan panggilan untuk
sholat. Hari ini cukup melelahkan bagi Zahra. Selepas magrib ia baru ingat
bahwa ia belum makan seharian ini. Iapun melangkahkan kaki dan memilih warung
terdekat untuk makan. Setelah membeli makan iapun kembali ke kost dan
memakannya sembari mengerjakan tugasnya yang belum sempat ia selesaikan tadi.
Hingga pukul 24.00 Zahra baru dapat beristirahat.
Keesokan harinya Jody sudah siap didepan kost Zahra. Rupanya ia
sengaja menjemput Zahra pagi ini. Sepanjang perjalanan Zahrapun menceritakan
perkembangan yang ada dan juga menyampaikan bahwa ibunya akan membantu mereka
mencari tau kabar Tifa. Zahra sangat merindukan sahabatnya itu.
Mereka terlihat sangat serius sekali membahas tentang Tifa
sampai-sampai Jody tak sadar sekolah tempat mereka mengajar sudah terlewat,
saat itu Zahra mulai bingung melihat jalan yang belum dia lalui sebelumnya
menuju tempat mereka mengajar.
Zahra: jod, ngomong-ngomong kita dimana sekarang? Apa benar ini
menuju kesekolah? Kayanya kita kesasar deh? “Zahra bertanya dengan penuh
kebingungan”
Jody: Astagfirullah, kita sudah kelewatan ra. Hehehehe
Zahra: ih, kamu ini gimana sih mana udah mau masuk pula.
Jody: maaf maaf... aku terlalu konsen sama pembicaraan kita
makanya aku ga perhatikan jalan tadi, ia sudah aku cari puteran balik dulu,
sabar ya..
Zahra: Ya Allah Jody,,,
bisa nyetir sambil ga konsen gini sih.. aih..
Jody: Hihihhi... maaf lah ra, nanti kalo terlambat dihukum nya
juga ga sendirian ini , ada temennya
Zahra: Ah,, kamu sama Tifa sama aja, kalo dihukum cari temen.
Jody : Peace.
Jody pun memacu mobil dengan cepat, perjuangan Jody ternyata
sia-sia. Mereka sampai disekolah setelah bel masuk berbunyi.
maklum saja secepat apa pun memacu kendaraan di jakarta pasti tak
akan secepat memacu kendaraan di sirkuit. Jakarta itu super duper macet sekali,
hihihhiiii “ucap Zahra dalam hati”
Sesampainya mereka di sekolah, Zahra bergegas menuju kelas untuk
mengajar, disana siswa-siswi sudah menunggu kedatangannya sejak tadi. Sedangkan
Jody memarkirkan mobilnya dan bergegas ke ruang guru dengan penuh santai. Sebab
Jody baru akan mengajar setelah jam istirahat.
Beberapa hari kemudian Zahra diberi sebuah kabar baik oleh ibunya,
Tifa akan kejakarta dalam waktu seminggu lagi. mendengar hal tersebut Zahra
sangat bahagia, dia pun segera memberitahu Jody. Joadipun sangat bahagia
mendengar kabar tersebut. Mereka sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Tifa.
Akhirnya 1 minggu kemudian Tifa kembali ke jakarta. Keadaan
ibunya jauh lebih baik dari sebelumnya, Tifa sebenarnya tak tega meninggalkan
ibunya yang masih sakit, namun karena ia harus segera kembali bekerja maka ia
harus memutuskan untuk kembali ke Jakarta secepatnya. Dibandara Zahra dan Jody
telah menunggu kedatangannya.
Tepat sesuai kabar yang diberitahu oleh ibu Zahra,
Tifa berangkat dari medan pukul 11.50 , dan sampai di jakarta tepat pukul
14.15. hari itu hari minggu, Zahra dan Jodypun tidak
perlu bolos mengajar untuk menjemput Tifa. 15 menit menunggu kedatangan Tifa,
akhirnya Tifa muncul di depan pintu kedatangan domestik. Tanpa memperdulikan Jody
saat itu, Zahra berlari menuju Tifa dan memeluk Tifa dengan begitu erat dan
hangatnya sampai-sampai koper yang sedang dipegang oleh Tifa terjatuh begitu
saja. Sesaat perasaan Zahra yang begitu bahagia berubah menjadi prihatin
melihat sinar mata dan raut wajah yang masih terlihat terpukul semenjak kabar
buruk itu di wajah Tifa, dengan keceriaannya Zahra berbincang dengan Tifa
sementara Jody mengambil koper Tifa yang terjatuh. Zahra dan Tifa berbincang
sambil berjalan, Jody mengikuti mereka dari belakang.
Beberapa saat Tifa dan Zahra berjalan, Zahra bertanya sama Tifa
“Tifa, kamu ga bawa koper atau tas atau semacamnya?”
Astagfirullah, tadi kan terjatuh saat kamu lari terus peluk aku
tadi” jawab Tifa
“ia Allah, kita kembali lagi kalo gtu” ajak Zahra
Sesaat mereka menoleh kebelakang untuk kembali, Tifa kaget melihat
Jody sudah berada dibelakangnya dan membawakan kopernya yang terjatuh.
“sejak kapan kamu disana jod, ko koper aku bisa kamu bawa?” tanya
Tifa dengan penuh kagetnya
“oia, tadi aku sama Jody kesini jemput kamu, saking aku bahagianya
liat kamu aku lupa deh kalo Jody ikut juga tadi. Hehehehe” jawab Zahra
“Ya Allah, kamu ini ia ra. Kebiasaan deh, kan kasihan Jody jadinya
bawa koper aku.” Jawab Tifa
“sudah ga papa ko’ Tifa” sambar Jody
“haduh aku kan jadi ga enak ini, sudah sini biar aku bawa sendiri
koper aku” balas Tifa
“sudah sudah biarkan aku saja yang bawa, gapapa ko. Wanita ga
pantas untuk membawa yang berat-berat. Hehehee” jawab Jody
Merekapun berjalan menuju mobil yang telah disewa oleh Jody demi
untuk menjemput Tifa, sesampainya di dalam mobil. Jody menstarter mobilnya. Breemmm breemmm
Jody menyetir mobilnya menuju kost Tifa dan Zahra, dipertengahan
jalan Zahra mengajak Tifa dan Jody jalan-jalan terlebih dulu sebelum kost. Tifa
dan Jody menyetujui hal tersebut, mereka saling berdiskusi didalam mobil. Hari
semakin siang, jalan pun semakin padat akan kendaraan. Melihat sebuah tempat
makan sederhana, Jody membelokkan mobilnya ke tempat parkir rumah makan tersebut.
Mereka memasuki rumah makan tersebut dan memilih tempat duduk yang sangat
nyaman untuk mereka bertiga, dipilihlah sebuah tempat duduk disebuah sudut
ruangan dengan pemandangan kejalan raya oleh Zahra. Sebelum mereka menuju
sebuah tempat yang sudah dipilih dan dipesan, mereka menuju sebuah musholah
kecil untuk melakukan sholat dzuhur.
Dalam sholat dzuhur Jody menjadi imam, ini membuat Tifa mengingat
pertama kali Jody menjadi imam sholat. Dia terlihat begitu bahagia dan
tersenyum tersipu malu, melihat senyuman yang sangat manis. Zahra ikut
tersenyum dengan bahagia, walaupun dia tidak tahu karena apa Tifa tersenyum.
Setelah melakukan kewajiban mereka sebagai muslim dan muslimah sejati, mereka
menuju ketempat duduk yang sudah di pesan terlebih dulu. Sesampainya disana
Jody memanggil pelayan untuk memesan makanan, saat Jody memilih menu yang
disediakan Zahra dan Tifa sedang asik berbincang. Jody telah memilih dari
banyak makanan yang ada didalam menu, lalu memanggil pelayan untuk segera
menyajikannya diatas meja makan.
“aku sama Tifa kan belum milih jod” tanya Zahra
“aku sudah memesan makanan favorite kalian, tenang saja J” jawab Jody
Mendengarkan hal tersebut Tifa sangat bahagia, itu terlihat jelas
dari pencaran sinar matanya. Ini merupakan momen yang sangat membahagiakan bagi
Tifa, sejenak Tifa melamun mengingat kembali waktu pertama kali dia dan Jody
makan siang bersama-sama. Sementara itu Zahra dan Jody sedang saling mengejek
satu dengan lainnya, tidak lama kemudian makanan yang telah dipesan tersaji diatas
meja makan mereka. Itu membuat Tifa menghentikan lamunannya dan beristighar,
“Astagfirullah.. apa yang baru saja aku lamunkan ini tak sepatutnya kan, ” Ucap
Tifa dalam hati. Sedangkan itu melihat
makanan telah tersaji seperti biasa Zahra dengan cepat menyantap semua makanan
favoritenya. Melihat hal tersebut Tifa dan Jody tersenyum.
“kalian ko senyum-senyum saja, ada apa?” tanya Zahra dengan penuh
kebingungan
“ga ada apa apa ko ra, cuman aku kangen aja melihat kelakuan kamu
ini. Hihiiii” ledek Tifa
“hahahaaahahaaa” Jody tertawa
“plis deh jod ga usah ketawa gitu, udah tau kan kalo aku udah
laper terus lihat makanan pasti langsung aku santap tanpa menundanya lagi.”
sambar Zahra
“maaf maaf, ayo Tifa kita santap juga semua makanan ini jangan sampai
Zahra yang menghabiskan semuanya. Hehehee” ajak Jody
Mereka pun menyantap semua makanan yang ada saat itu sambil saling
bercanda, suasana itu membuta Tifa melupakan sejenak tentang keterpurukannya
semenjak ayahnya meninggal. Hari semakin sore, merekapun telah menghabiskan
semua makanan tanpa tersisa. Sebelum manuju kost Zahra dan Tifa, mereka kembali
menuju Musholah sederhana yang ada dalam rumah makan tersebut untuk
melaksanakan sholat ashar. Setelah itu Jody mengendarai mobilnya menuju kost
Tifa dan Zahra, dipertengahan jalan ban mobil yang mereka naiki kempes begitu
saja. Terpaksa Jody mencari tambal ban di pinggir jalan, berjalan disepanjang
jalan akhirnya dia menemukannya. Ditamballah ban mobil yang mereka naiki, tanpa
terasa karena keasikan mereka berbincang tukang tambal ban telah menyelesaikan pekerjaannya. Dengan bergegas
mereka menuju kost, tidak lama merekapun sampai ditujuan. Jodypun membantu Tifa
menaruh koper kedalam kostnya,dan segera dia pun berpamitan.
Tinggallah Tifa dan Zahra dalam kostnya, mereka menghabiskan waktu
dengan berbincang akan banyak hal terutama tentang kepala sekolah yang
mencari-cari Tifa. Alasan mengapa Tifa tak kunjung kembali ke Jakarta dan
banyak lainnya.Watu dengan cepat berputar, hari semakin malam. Tifa pun beristirahat,
sementara itu Zahra menyelasaikan tugasnya.
Keesokan harinya, Tifa dan Zahra berangkat menuju tempat mereka
mengajar. Kali ini perasaan Tifa sangat bersalah, sebab dia tidak memberi kabar
sebelumnya kepada kepala sekolah. Sesampainya disekolah, Tifa menuju ruang
kepala sekolah untuk memenuhi panggilan kepala sekolah.
Tifa: tok tok tok
assalamu’alaikum...
Kepala sekolah: wa’alaikumsalam, silahkan masuk ibu Tifa
Tifa: ia pa, (dia melangkahkan kaki menuju kepala sekolah)
Kepala sekolah: silahkan duduk ibu Tifa
Tifa: baik pa (dia menarik sebuah kursi dan mendudukinya)
Kepala sekolah: ibu Tifa kemana saja, sudah 1 bulan lebih ibu Tifa
tidak mengajar dan tidak ada kabar sama sekali?
Tifa: sebelumnya saya sangat meminta maaf pak, ini memang salah
saya. Saya tidak profesional, mungkin bapak sudah mendengar tentang kabar duka
cita. Saat saya mendengar ayah saya meninggal dunia, saya bergegas pulang
kampung. Sebenernya rencana saya berada disana hanya 2-3 hari, namun ibu saya
terkena serangan jantung dan masuk kerumah sakit. Akhirnya saya memutuskan
untuk 1 bulan disana.
Kepala sekolah: saya sudah mendengar hal itu dari ibu Zahra dan pa
Jody, mereka sudah menjelaskan tentang hal tersebut. Saya sangat prihatin
melihat keadaan ibu Tifa saat ini, tapi apa boleh buat. Disini sudah ada
peraturan bahwa jika ada salah satu guru yang tidak masuk tanpa kabar selama 3
hari, maka dia dikeluarkan dari sekolah ini. Ibu Tifa sudah tahu tentang
peraturan tersebut?
Tifa: ia pak, saya sudah mengetahuinya saat pertama kali saya
mengajar disini. Sekali lagi saya minta maaf
Kepala sekolah: saya juga minta maaf, dengan terpaksa hari ini merupakan hari terakhir ibu mengajar.
Sebab sekolah ini sudah mendapatkan guru baru untuk menggantikan ibu Tifa.
Tifa: baiklah pak jika kebijakan sekolah seperti itu, saya akan
mempertanggung jawabkan semua kesalahan saya, sekali lagi saya minta maaf pak
dan terima kasih atas kepercayaan sekolah dan yayasan selama ini pada saya.
Kepala sekolah: saya juga
minta maaf bu Tifa, saya tidak bisa banyak membantu, saya hanya menjalankan
tugas saja. Semoga Ibu bu Tifa segera sehat.
Tifa: ia pak, saya sangat mengerti. Baiklah kalau begitu saya
pamit pak, saya ada jadwal mengajar pagi ini, lagi pula ini hari terakhir saya
mengajar. Saya tidak mau membiarkan para murid-murid saya menunggu saya lebih
lama lagi.
Kepala sekolah: baik silahkan bu.
Tifa pun meninggalkan ruang kepala sekolah lalu bergegas menuju
ruang kelas untuk mengajar. Saat mengajar dia terlihat sangat ceria dan
bersemangat padahal dalam hatinya sangat lesu dan terpukul, namun dia melakukan
ini semua demi memberikan semangat belajar untuk para muridnya dan ini
merupakan hari terakhir dia mengajar disekolah tersebut. Waktu berjalan tanpa
terasa, bel sekolah pun berbunyi. Pertanda jam pelajaran berakhir dan para
murid beserta guru pulang kerumah mereka masing-masing. Sebelum pulang Tifa pun
menyampaikan pesan-pesan terakhirnya pada murid-murid disana.
“Hari
ini hari terakhir ibu mengajar kalian semua, Ibu harus kembali kerumah ibu
untuk merawat orang tua ibu disana. Semoga apa yang selama ini ibu ajarkan pada
kalian dapat bermanfaat untuk bekal kehidupan kalian dunia dan akhirat ya ^_^ ,
Ingat pesan ibu ya teruslah menuntut ilmu.“Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang
berilmu.” (QS. Faathir [35] : 28) . Ingat juga ya, ibarat padi, semakin berisi
semakin merunduk ^_^ . Suasana Kelas
menjadi haru , maklum saja Tifa merupakan salah satu guru kesayangan mereka,
sebab Tifa bukan hanya sekedar guru tapi juga mampu menjadi sahabat bagi
murid-muridnya.
Hari itu Tifa pulang dengan lemas menuju kostnya. Diperjalanan
pulang rupanya Jody telah menunggu Tifa sejak tadi. Tifa terkejut melihat Jody
yang menunggunya. Tifa berteriak dalam hati.., ya ALLAH jangan sampai air mata
ini menetes didepan Jody. Aku tak ingin seorangpun tau apa yang sebenarnya aku
alami.
Jody : Tifa.. ada yang aku mau bicarakan dengan kamu, kamu bisa?
Tifa: Sebenarnya Tifa ingin pulang jod... sangat penting kah?
Jody: iya.., ini sangat penting buat aku Tifa. Please.. ayo ikut
aku.
Tifa: Baiklah.. “Tifapun ikut bersama Jody”.
Jody pun mengajak Tifa duduk disalah satu sudut taman. Ia pun
mulai mengungkapkan perasaannya.
Jody: Tifa, Jody ingin bicara serius dengan Tifa. Semoga Tifa
senang mendengar ini ya. Mungkin bagi Tifa ini terlalu cepat. Tapi Menurut Jody
sudah saatnya Jody mengungkapkan perasaan Jody.
Tifa: Masya Allah... Jody mau mengungkapkan perasaan pada Tifa.
Akhirnya Tifa tau bahwa Jody juga memiliki perasaan yang sama dengan Tifa.
“ungkap Tifa dalam hati”. Jantung Tifa semakin berdegub kencang dan wajahnya
pun mulai memerah.
Jody: jadi begini Tifa. Sudah sejak lama Jody menyimpan perasaan
ini. Bahkan sejak pertama kali kita bertemu di ospek, Jody sudah mempunyai
perasaan ini. Jody tau mungkin ini terlalu cepat, tapi Jody ingin menyegerakan
menikah. Orang tua Jody juga sudah meminta agar Jody segera menikah. Jadi Jody
beranikan diri untuk menyegerakan meminang.
Tifa: Jody serius? Jody ga lagi bercanda kan... “Tifa semakin
tak kuasa menahan rasa bahagianya, begitu indah hari ini, tatkala ia
mendapaatkan kabar buruk karena ia dipecat. ALLAH berikan kabar gembira bahwa
laki-laki yang ia cintai selama ini akan segera melamarnya. Masya ALLAH,
sungguh hati Tifa berbunga bunga saat ini.
Jody: Jodypun mengelurkan cincin dari dalam sakunya, dan
memukanya perlahan. Bagaimana cicin ini Tifa?? Bagus atau tidak ? rencananya
cincin ini adalah mas kawin yang akan Jody berikan. Memang Jody belum bisa
berikan lebih dari ini, tapi setidaknya ini jadi tanda keseriusan Jody untuk
meminang.
Tifa: Masya ALLAH, ini indah sekali Jody...Tifa terlihat begitu
bahagia. Dan impiannya untuk menikah sebentar lagi akan terwujud.
Jody: Bagus kah Tifa? Alhamdulillah kalo Tifa suka, pasti Zahra
juga suka.
Tifa: Zahra?
Jody: iya Zahra. Zahra dan Tifa kan sahabat selama ini, kalo
melihat Tifa suka dengan cincin ini pasti Zahra juga suka kan dengan cincin
ini. Menurut Tifa ini pas ngak buat Zahra?
Tifa: Maksud Jody gimana ya? Tifa kog ga ngerti. “Tifa mulai
bingung dengan semua ini, apa maksud Jody sebenarnya. Kenapa cincin itu untuk
Zahra? Bukankah itu untuknya.”
Jody: owh iya Jody belum cerita.. jadi begini Tifa. Selama ini
Jody suka dengan Zahra.
Tifa : apa?? Jadi Jody suka sama Zahra?
Jody: iya Tifa, Jody suka sama Zahra, jadi gini ceritanya :
sejak peratama kita bertemu saat ospek itu Jody suka dengan Zahra. Dia begitu
ceria dan baik. Jody selalu komunikasi sama Zahra, dan Zahra selalu cerita soal
Tifa. Zahra baik, dia sahabat yang hebat ya Tifa..
Tifa: iiiyyy... iya. Zahra hebat, dia seorang sahabat yang baik.
Lalu bagaimana jod? “Tifa sejujurnya tak menyangka ini akan terjadi. Jadi
wanita yang ingin Jody nikahi bukanlah dirinya, melainkan sahabatnya sendiri
Zahra. Tifa berusaha menahan tanggisnya agar tak sampai tumpah dihadapan Jody.
Tifa berusaha tegar mendengar setiap cerita yang Jody lontarkan dihadapannya”.
Jody : Jody selama ini
mau cerita ke Tifa, beberapa minggu lalu Jody mau telpon Tifa buat kasih tau
niat Jody ini, tapi Tifa ga bisa dihubungi. Selama 1 minggu ini Jody dan Zahra semakin dekat. Dan
Jody sudah yakin akan segera menikahi Zahra dalam waktu dekat ini. Menurut Tifa
bagaimana?
Tifa: iya , Tifa dukung Jody dan Zahra. Jaga Zahra baik-baik
ya.. “sekuat tenaga Tifa mencoba agar tak sampai air matanya mengalir dihadapan
Jody”. Jody boleh antar Tifa pulang sekarang? Sebaiknya Jody sampaikan hari ini
niat Jody itu. “Kata Tifa dengan terus menguatkan hatinya”
Jody : jadi Menurut Tifa hari ini Jody sampaikan saja? Dimana?
Di kost kalian?
Tifa: kurang so sweet kalo disana Jody, sebaiknya nanti setelah
isya’ Jody tunggu Tifa di rumah makan dekat kost , Tifa ajak Zahra kesana dan
nanti Jody sampaikan niat Jody itu disana.
Ajak orang tua Jody sekalian. Tifa akan pergi nanti tinggalkan kalian makan
bersama ya.
Jody: Tifa kenapa tak ikut makan saja nanti bersama kami?
Tifa : maaf Jody, tapi Tifa ada urusan juga. Jadi nanti Tifa
hanya bisa bantu sebatas itu saja ya..
Jody: baiklah Tifa, terimakasih ya.. kamu memang wanita sholeha
yang baik Tifa.
Tifa : terimaksih kembali Jody, Zahra dan kamu pantas untuk
bersanding, kalian sama-sama baik . yuk ah pulang..
Jody pun mengikuti langkah kaki Tifa beranjak meninggalkan
taman. Saat diperjalanan Tifa sudah tak sanggup lagi menahan tangisnya.
Akhirnya runtuh sudah pertahanannya selama ini. kini air matanya mulai menetes
tanpa ia mampu menahanya lagi. Hatinya begitu terluka. Ujian untuknya kali ini
benar-benar membuatnya semakin lemah di setiap detiknya. Sia-sia semuanya kini, Ayah yang ia cintai
telah tiada lagi disisinya. Pekerjaan yang ia andalkan untuk membiayai
kehidupan dan melanjutkan cita-citanya kini tak lagi ia miliki. Dan Jody... seseorang
yang sejak lama ia cintai dan kasihi ternyata selama ini mendekatinya hanya
untuk mendapat informasi mengenai sahabat dekatnya yaitu Zahra. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin itu
ungkapan yang sesuai untuk masalah Tifa.
Belum kering air matanya menangis kepergian ayahnya kini hatinya semakin
tersayat tatkala Jody menyampaikan semua perasaannya. Bukan sebuah kedamaian
yang ia dapatkan saat Jody menyampaikan itu semua, kata-katanya bagaikan
sebilah pisau yang dengan lembut menyayat hatinya, sedikit demi sedikit namun
begitu pedih dan menyakitnya. Ya ALLAH ujian apalagi ini, sungguh ini sangat
menyakitkan ucap Tifa.
Setelah Tifa melihat jarak kost nya kini semakin dekat, sekuat
tenaga Tifa menghapus air matanya dan menahan jangan sampai air mata jatuh
kembali dipipinya. Sedangkan Jody yang berbunga-bunga hatinya tak sedikitpun
mengetahui bahwa Tifa menangis dibelakang.
Iya,,, tentu Jody tak mengetahuinya, selama ini Jody menanggap
kedekatannya dengan Tifa hanya sebatas teman dan sekaligus ia ingin Tifa
menjadi perantara antara Zahra dan dirinya. Jody bahkan tak pernah sms atau
menghubungi Tifa jika tak ada kepentingan yang urgent. Bagi Jody sikapnya
selama ini tak lebih dari perhatiannya pada sahabat dari gadis yang ia suka. Ya
sebatas itu saja, Jody tak pernah membaca sikap Tifa selama ini yang sangat
terlihat bahwa ia mengagumi Jody.
Mungkin itu hanya karena Jody tak begitu peka pada perasaan Tifa. Tapi
hal ini begitu membuat Tifa sangat kecewa, tatkala hati ini kita ijinkan untuk terpaut pada seorang makhluk,
maka sudah pasti kekecewaan yang kan
kita dapati. Andai saja hati hanya
terpaut pada ALLAH , sudah pasti ketenangan dan kebahagiaan sejati yang akan kita dapatkan.
Sesampainya di depan kost , Tifa tak banyak bicara. Ia turun dan
mengingatkan Jody agar nanti ia tak terlambat untuk memberikan kejutan pada
Zahra. Jody melihat mata Tifa yang sembab, ia pun menanyakan nya pada Tifa
mengapa matanya itu sembab. Tifa shock saat Jody bertanya mengapa matanya itu
sembab, tapi Tifa berkelit dengan berkata bahwa itu semua hanya karena matanya
terkena debu diperjalanan tadi. Jody bukan seorang yang bodoh yang bisa Tifa
bohongi, Jodypun berkata pada Tifa “ Tifa janga berbohong, aku tau kamu tif..
kamu tak pernah bisa berbohong, sangat terlihat bahwa kau sedang sedih. Ada apa
Tifa? Kamu ceritakan pada Jody ya.” Ucap Jody.
Tapi Tifa masih saja berkelit, ia tak mungkin berkata bahwa ia
kecewa dengan Jody karena ternyata bukan dia yang hendak Jody lamar, melainkan
Zahra sahabat dekatnya sendiri.
Jody tak percaya apa yang Tifa katakan, ia yakin Tifa menangis
karena suatu hal. Jody cepat menganalisis apa yang terjadi pada Tifa, dan
kini Jody mulai mengambil kesimpulan
dari apa yang terjadi. ia dapat melihat bahwa Tifa sedang menghadapi
masa yang sulit tapi ia tak menceritakannya pada Jody. Jodypun
memberanikan diri bertanya pada Tifa,
Tifa Jody mau Tifa jawab jujur pertanyaan Jody. Apa keadaan ibu Tifa
benar sudah membaik? Apa Tifa menangis karena Tifa menghawatirkan ibu Tifa?
Atau Tifa rindu pada ayah Tifa? .
Tifa sedikit lega ternyata Jody tak tau bahwa ia menangis karena
hatinya terluka dengan niat Jody untuk meminang Zahra, dan ungkapan Jody itu
membuatnya semakin yakin ia harus segera meninggalkan kota Jakarta dan kembali
ke rumah. Tifa tak banyak berkomentar, ia hanya membenarkan pertanyaan Jody dan
berkata bahwa ia harus pulang kerumah untuk merawat ibunya tercinta. Malam ini
Tifa ingin melihat Jody mengungkapkan semuanya pada Zahra, dengan begitu Tifa
akan tenang meninggalkan sahabat Tifa disini karena Jody pasti akan jaga Zahra
dengan baik. Kapan Jody mau menikah?
Sabar Tifa, Jody turut prihatin dengan keadaan Tifa sekarang,
tapi Jody yakin ALLAH berikan ujian ini pada Tifa karena Tifa sanggup
menghadapinya. Tifa memilih pulang untuk menjaga ibu Tifa, Jody dukung pilihan Tifa itu, karena ibu Tifa lebih
memerlukan Tifa disana. Soal Zahra , Tifa percayakan sama Jody ya, insyallah
Jody akan jaga Zahra dengan baik. Secepatnya Jody akan menikah dengan Zahra.
Tifa doakan agar semuanya berjalan lancar ya.
Tifa : Iya , tentu saja
jod.. udah ya Tifa masuk ke kost. Rasanya sudah mau melemparkan diri di kasur.
Jody : Oke , pamit dulu ya.. Assalamu’alaikum
Tifa : Wa’alaikumusalam Warahmatullah wabarakatuh
Tifa masuk kedalam kost masih dengan perasaannya yang kacau,
bahkan lebih kacau melebihi saat ia keluar ruangan kepala sekolah tadi siang.
Beruntung saat memasuki kamar ternyata Zahra belum pulang. Mungkin Zahra masih
ada di toko buku seperti biasanya. Tifa mengunci pintu kamar, takut bila saat air
matanya kembali terurai tiba-tiba Zahra masuk. Itu pasti akan membuatnya
bingung harus menjawab apa. Sedangkan ia tak ingin Zahra menolak lamaran Jody
bila alasannya karena Zahra tak ingin menyakiti dirinya. Tifa menangis
sejadi-jadinya, ia ambil selembar kertas dan mulai menulis didalamnya. Setelah
itu Tifa membersihkan seluruh barang-barangnya dan ia simpan disudut kamar agar
Zahra tak mengetahuinya bila ia pulang nanti. Segera Tifa mandi agar sembab di
matanya tak lagi terlihat seperti sebelumnya. sekuat tenaga Tifa menahan air
matanya agar tak kembali terurai. Tifa jangan menangis, jangan jadi wanita
cengeng. “ucapnya dalam hati berkali-kali agar ia merasa kuat dan tegar. Sekuat
tenaga Tifa menutupi semua masalahnya ini agar tak seorangpun tau apa yang
sebenarnya ada dalam hatinya. Ia sering membaca semua kata-kata yang hingga
saat ini kata-kata itu mampu menjadi motivasi bagi dirinya agar tak mengeluh
dihadapan siapapun saat ia terluka.
“Seorang Muslimah yang tangguh ialah dia yang Menangis mengingat Rabbnya
tatkala ia diberikan nikmat. Tapi ia mampu tersenyum dalam setiap ujian
hidupnya. Ia tak akan menangis dihadapan manusia kerana membuatnya terlihat
lemah, tapi ia akan menangis dihadapan Rabbnya karena ia Tabah”. Sepenggal kalimat yang mampu membuatnya
menyimpan semua masalahnya sendiri tanpa ada seorangpun yang pernah tau akan
seberapa dalam hati itu terluka.
Sejak umur belasan tahun Tifa menjadi seorang muslimah yang
benar-benar berbeda dari remaja pada umumnya. Sejak usianya yang masih belia itu ia telah mampu
menahan setiap sakit yang ia rasakan. Berbeda dengan orang-orang saat ini yang
bila menghadapi sebuah masalah ia akan galau dan membagikannya di sosial media.
Tifa berbeda, dia tak pernah menceritakan masalahnya kepada siapun kecuali ALLAH.
Bagi Tifa menceritakan semua itu hanya akan membuatnya dipandang dengan rasa
iba. Tifa tak pernah ingin dikasihani, tapi ia ingin dikasihi. Ia ingin semua
yang mendekat padanya bukan kerena kasihan padanya, tapi karena menyayangi
dirinya. Tifa selalu merasa kasihan pada teman-temannya yang selalu update
status masalah pribadi di sosial media. Mengapa?? Alasan Tifa cukup simple, ia
kasihan karena mereka tak mampu menjaga diri mereka dari sebuah ungkapan yang
sia-sia. Itulah Tifa yang memiliki
pribadi cukup tangguh . Namun selama ini ia belum pernah mengalami masa yang
sesulit hari ini. Tumpukan beban di pundaknya semakin lama semakin membuatnya
ngiluh, namun beban justru semakin bertambah dan rasanya tak sanggup ia hadapi
seorang diri. Setiap detik ia ingin sekali menceritakannya pada seseorang,
setidaknya membuatnya sedikit merasa lega , namun tak bisa. Bibirnya terbiasa
bungkam akan keluhan, bibirnya tak terbiasa untuk mengungkapkan derita di
hatinya. Maka biarkanlah Tifa dengan kebungkamannya memendam semua perihnya
luka – luka yang tergores dihatinya. Biarkan dia dengan semua masalah
dihidupnya. Itulah jalan hidup Tifa yang harus ia hadapi, sendiri.
Tifa menatap dirinya didalam cermin. Lama Tifa memandang cermin,
jemarinya mengahampiri bibirnya, ia tarik kedua sudut bibirnya.., ia berusaha
memaksakan senyum terlihat di cermin. Dan akhirnya usahanya tak sia-sia, ia
mampu tersenyum disana. “Apapun yang terjadi pada dirimu Tifa, kamu harus tetap
mampu tersenyum dihadapan siapun yang kau jumpai”. Berkali-kali Tifa katakan itu pada dirinya di cermin.
Tok.. tok... tok.. “terdengar suara ketukan di pintu kamar kost,
membuat Tifa semakin dalam memandang cermin dan berkata, oke I am ready now.
Segera Tifa melangkahkan kaki menuju pintu dan membukanya. Zahra terlihat di
didepan pintu.
Zahra : Assalamu’alaikum
Tifa : Wa’alaikumusalam Warahmatullah wabarakatuh , dari toko
buku kamu? Kog lama bener sih...
Zahra : iya nih, bukunya yang aku cari ga ketemu Tifa, sampai
berapa jam muter-muter ga ketemu juga nih. Akhir nya beli novel ini deh... ^^ .
Tifa : Novel apapn tuh?? Udah jadi bu guru masih aja novel galau
yang dibeli.
Zahra : Enak aja... ini bukan novel galau tau, aku baca
sinopsisnya sih tertarik deh jadinya.
Tifa : emang tentang apa ceritanya?
Zahra : disinopsinya sih diceritakan kalo dua orang sahabat
akhirnya sama-sama menjadi istri dari seorang laki-laki.
Tifa : maksudnya jadi itu si laki-laki punya 2 istri? Dan kedua
istrinya itu sebenarnya sudah bersahabat sejak lama gitu?
Zahra : yup... begitulah kira-kira, makanya nih penasaran.
seorang sahabat yang rela berbagi suami nih... keren ga sih Tifa persahabatan
kaya’ gini?
Tifa : iya keren... bisa ikhlas ya merelakan suaminya menikah
lagi bahkan dengan sahabatnya sendiri. “Adakah kisah kita akan seperti itu Zahra??
“ tanya Tifa dalam hati.
Zahra : hihihih... iya keren. Udah ah, Zahra mau mandi dulu
ye.. “meninggalkan Tifa”.
Tifa merenungi lagi lebih dalam dari sebelumnya, adakah mungkin kisah
dinovel yang Zahra ceritakan itu akan bernasib sama dengan kisanya dan
persahabatannya dengan Zahra. Selama ini Zahra menjodoh-jodohkan dirinya dengan
Jody. Namun Tifa tak ragu akan
perasaannya bahwa ia juga menyukai Jody, tapi ternyata semua itu hanya khayalan
Tifa semata. Jody tak pernah mencintai Tifa, sebaliknya ia mencintai Zahra.
Ingin marah rasanya pada Zahra karena bagaimanapun juga ia memiliki andil besar
dalam hal ini, tapi tak mungkin itu ia lakukan. Zahra bahkan mungkin tak tau
akan semua ini. Tifa memilih diam bukan karena ia tak bisa bicara, hanya ia tak
ingin semakin memperkeruh suasana hatinya jika ia harus bertengkar dengan
sahabatnya ini.
Zahra telah selesai dan bersiap untuk merebahkan tubuhnya
dikasur saat setelah sholat isya’ . Tifa segera mencegahnya dan memintanya
untuk menemani dirinya keluar makan. Zahra memang belum makan sejak tadi, ia
lapar tapi ia juga lelah jadi berat rasanya ia untuk mengikuti ajakan Tifa.
Tifa terus memaksa hingga akhirnya Zahrapun mengalah dan menemaninya makan
malam. Mereka berdua berjalan melewati banyak warung makan, Zahra yang sejak
tadi telah lelah meminta Tifa untuk makan disalah satu warung ini saja, ia tak
ingin berjalan lebih jauh lagi. Tifa tak Menuruti ajakan Zahra, ia terus saja
mengajak Zahra berjalan hingga sampailah ia disebuah Rumah Makan yang cukup
mewah. Zahra bingung mengapa Tifa mengajaknya makan ditempat seperti ini, sebab
pasti budget mereka akan terkuras banyak dan bisa-bisa tak makan nanti di akhir
bulan.
Zahra : Tifa kamu yang bener aja donk.. masa’ mau makan ditempat
seperti ini?.
Tifa : Kenapa? aku dengar makanan disini enak lho.
Zahra : iya tau sayang.. tapi lihat budget kita juga donk.
Tifa : udah ah.. yuk masuk aja.
Zahra : Tifa beneran deh , ini serius. Ini tempat mahal makanannya
dan aku masih harus beli banyak buku jadi sayang budget nya kalo sampai habis
buat ini aja. Toh disana tadi masih banyak makanan yang lain kan. “kata Zahra
mulai panik”.
Tifa : udah soal bayar mah gampang. Kamu ga usah pikirin ya
sayang.. hihihih
Zahra : aku ga mau kita nyuci piring lho Tifa... awas aja kalo
kamu bikin malu aku
Tifa : hihihih udah yuk ah masuk. Laper nih.. “Tifa berjalan
mendahului Zahra”.
Zahra : felling ku berubah tiba-tiba nih.... hmmm “mengikuti
langkah Tifa”.
Zahra dan Tifa pun masuk kedalam rumah makan itu dan memilih
duduk di salah satu meja dilantai 2 yang menghadap kolam renang. Lampu – lampu
disekeliling kolam membuat suasana begitu sweet dan indah. Zahra menikmati
pemandangan malam itu, diatas langit
banyak bintang-bintang yan gemerlap. Indah nya mala ini ucap Zahra. Iya indah
sekali, dan akan jadi kenangan terindah bagi kita semua, terutama kamu Zahra
“balas Tifa”. Zahra tak begitu faham dengan maksud ucapan Tifa, tapi ia tak
begitu memperhatikan itu semua. Makanan tiba-tiba datang seolah sudah ada yang
pesan sebelumnya, Zahra bingung siapa yang memesannya. Rasanya kita baru masuk
dan belum memesan makanan kan Tifa, “ ucap Zahra’. Tifa hanya tersenyum dan
membiarkan pelayan itu melanjutkan tugasnya. Zahra hanya bisa diam melihat Tifa
yang seolah-olah ini sudah direncanakan. Makanan belum mereka sentuh meskipun
telah tersaji rapi dimeja makan. Zahra masih saja bingung, kenapa Tifa
mengajaknya makan di rumah makan seperti ini, kenapa mereka duduk bukan di meja
sebelah yang hanya ada 2 kursi, tapi meja ini yang ada 5 kursi., lalu kenapa
ini makanan sudah siap tanpa mereka memesan sebelumnya. Tifa yang membaca raut
muka bingung dari Zahrapun bertanya pada Zahra.
Tifa : kamu kenapa terlihat bingung ra?
Zahra : iya nih,.. bingung aku.
Tifa : udah ga usah bingung. Eh ra aku mau tanya serius nih
ya.,. kamu jawab jujur ya ra..
Zahra : iya tanya aja... kog sepertinya serius banget ya ini.
Tifa : Kamu selama ini suka banget jodoh-jodohin aku sama Jody.
Kamu suka ya sama Jody?
Zahra : eh... ngak lah. Apasih “muka Zahra memerah”.
Tifa : Zahra., muka kamu merah tuh kaya’ kepiting rebus.. ayo
ngaku... “ledek Tifa”.
Zahra : Ngak lah... kamu itu pantes sama Jody tif...
Tifa : Pantes Menurut kamu kan,. Tapi faktanya ga gitu kog. Tifa
juga ga ada rasa sama Jody.
Zahra : Ah masa’???
Tifa : iya... Tifa serius deh.
Zahra : terus dulu kenapa tolak Damar??
Tifa : Damar ya... soalnya aku ga yakin sama dia.
Zahra : Bukan karena kamu masih tunggu Jody??
Tifa : ngak lah ra... Jody sama aku itu sebatas friend aja. Jadi
kamu suka kan sama Jody?? Aku dukung kalo kamu sama Jody ra... :D
Zahra : Udah ya.. jangan ngaco. Jody itu suka kamu, bukan sama
aku...
Ditengah perbincangan asik antara Zahra dan Tifa tiba-tiba Jody
datang menghampiri mereka.
Tifa menyambut kehadiran Jody dan kedua orang tuanya, Zahra
masih bingung tapi iapun segera mempersilahkan kedua orang tua Jody duduk.
Zahra masih tak tau mengapa Jody tiba-tiba datang bersama orang tuanya, jika ia
hendak melamar Tifa kenapa tak menceritakan kepada dirinya sebelumnya. Tifa
hanya tersenyum dan bersikap ramah seperti biasanya, sedangkan Jody terlihat
sedikit tegang. Kedua orang tua Jody yang melihat anaknya hanya saling
berpandangan dan tersenyum. Jody benar-benar
tak kuasa untuk bersikap tenang, kali ini ia benar-benar tak tahu harus
bagaimana memulainya. Tifa yang membaca kegugupan Jody pun memulai pembicaraan
untuk memecahkan suasana.
Tifa : tante dan om malam ini cantik dan tampan sekali,
perkenalkan om , tante, saya Tifa teman Jody mengajar sekaligus teman Jody
sewaktu di universitas. Dan ini sahabat saya Zahra. “ucap Tifa”.
Ibu Jody : iya Tifa terimakasih, nak Tifa juga cantik... owh
jadi ini yang namanya Zahra, Cantiknya..
Ayah Jody : iya seperti ibunya Jody dulu.. “sambil memandang
istrinya”.
Zahra : terimakasih om dan tante J . “Zahra masih bingung dengan maksud ucapan orang tua Jody”.
Ayah Jody : Jody sebaiknya kamu sampaikan sekarang saja
pengumumanya ya. Masih sabar kan untuk menunggu tidak tergiur dengan hidangan
malam ini “canda ayah”.
Jody : Iya yah... , Zahra maaf membuat kamu bingung ya.
Zahra : iya sih... Zahra bingung, hihihi
Jody : jadi begini,.
Mungkin kamu terkejut dengan semua ini ra, tapi sejujurnya dihapadan
kedua orang tuaku dan Tifa aku ingin menyampaikan bahwa sejak kita pertama
bertemu semasa ospek aku menyukaimu. Tapi saat kuliah dulu aku tak mungkin
untuk melamarmu. Dan kini aku rasa masa yang tepat untuk menyampaikan ini
padamu. “sambil mengeluarkan kotak cincin Jody menyampaikan kepada Zahra”
Maukah kamu menerima pinanganku?
Zahra : “ Zahra terlihat sangat terkejut, mukanya berubah
memerah tapi ia bingung kenapa Jody bukannya melamar Tifa. Bukankah selama ini
Jody menyukai Tifa”. Zahrapun memberanikah diri bertanya pada Jody. “ Bukankah
Jody sama Tifa selama ini saling suka”.
Tifa : namanya disebut maka Tifa pun angkat bicara, ihhh.. Zahra
, aku sama Jody itu teman. Selama ini kamu aja kan yang berpresepsi kalo kami
saling suka. Jody itu sukanya sama kamu.. Jody cerita lho ke aku.. hihihi
Zahra : Jadi Zahra salah ya.
Jody : kamu salah paham ya ra.. maaf ya, jadi Zahra mau menikah
dengan Jody??
Zahra terlihat masih bingung untuk memutuskannya,.. sebelum
Zahra angkat suara Tifa berdiri hendak beranjak dari rumah makan ini. Tifa
mohon maaf ya, Tifa harus kembali ke kost sekarang karena ada urusan. Silahkan
perbincangannya dilanjutkan.. Tifa berpamitan pada kedua orang tua Jody ,
setelah itu ia mengahampiri Zahra dan berbisik pada Zahra. “ Jody sayang sama
kamu ra,,, dia imam yang baik, inget ra kalo ada seseorang yang baik agamanya
sebaiknya diterima. Good luck ya ra.. “. Tifapun pergi berjalan keluar ruangan.
Zahra masih hanya diam tanpa sepatah kata sambil terus berfikir.
Tifa meninggalkan ruangan tanpa menengok kebelakang sedikitpun,
air matanya kini tak mampu ia bendung lagi. Sejak tadi Tifa menahan agar air
matanya tak bergulir saat bersama Zahra dan Jody sekeluarga. Tifa segera
berlari menuju kostnya. Sudah tak sanggup lagi Tifa menghadapi ini semua, ia
tak bisa bertahan ditempat ini. Membayangkan berada ditempat ini dan melihat
Zahra dengan Jody adalah seseuatu yang baginya sangat menyakitkan. Bagaimana
tidak, Zahra sahabatnya sebentar lagi akan menikah dengan Jody seorang
laki-laki yang ia harapkan jadi imamnya selama ini. ALLAH tak mengabulkan
doa-doaku selama ini “Ucap Tifa yang sudah putus asa”. Aku selalu berdoa agar
Jody yang jadi imamku suatu hari nanti. Namun semua tak mungkin lagi. Zahra dan
Jody akan menikah tak lebih dari 1 bulan lagi. Mungkin minggu depan mereka akan
segera melangsungkan pernikahan. Ya ALLAH... apa salah Tifa hingga Tifa tak
layak untuk seseorang yang baik seperti Jody. Dan mengapa semua itu harus
terjadi didepan mata Tifa sendiri ya ALLAH... Tifa bisa berpura-pura dihadapan
mereka bahwa Tifa bahagia dengan kabar itu, tapi betapa hati Tifa ini hancur ya
ALLAH. Jody.. kenapa kamu tak pernah mengerti perasaan Tifa ke Jody.. kenapa
Jody lebih memilih Zahra, apa yang salah dengan Tifa. “Tifa terus saja menangis
dan mempertanyakan kenapa semua ini terjadi”.
Tifa masuk kedalam kost dan mengambil semua barang-barangnya
yang telah ia bereskan sebelumnya. Tifa tinggalkan sebuah pesan untuk
sahabatnya agar ia tak bingung mencari Tifa.
Ia kunci kembali kamar kost dan menaiki sebuah taxi yang
melintas. Sesampainya dibandara Tifa
segera mebayar biaya taxi . ia segera masuk kedalam karena pesawatnya tak lama
lagi akan berangkat. Sepanjang perjalanan Tifa hanya menangis dan memikirkan
masa-masa sulitnya ini. Ia tak perduli pada setiap mata yang memandangnya kala itu.
Rasa sakit dan kesedihannya itu membuat ia tak memperdulikan pandangan orang
lain terhadapnya.
*****
Sementara itu Zahra telah menyelesaikan makan malamnya dengan
Jody dan keluarga. Zahra shock namun bahagia
, iapun memasuki kamar kost dengan tenang. Tatkala kamar terkunci Zahra pun
mencoba mengetuknya beberapa kali, tapi tak ada jawaban dari dalam. Zahra pikir
Tifa telah tertidur sehingga iapun akhirnya mengambil kunci didalam tasnya.
Setelah ia membuka kamar kost ia terkejut karena Tifa ternyata masih belum
pulang ke kost. Zahrapun meletakkan barang-barangnya dan begitu terkejutnya ia
ketika melihat lemari Tifa telah kosong dan semua barang-barang Tifa tak ada.
Zahra pun menemukan sebuah surat yang ada diatas kasur. Ia buka dan ia dapati
ada tanda tangga Tifa dibawah surat. Tak kuasa ia menahan diri untuk mengetahui
ada apa dengan Tifa ia pun membuka dan mulai membaca surat tersebut.
Zahra menangis membacanya, ia merasa kehilangan Tifa karena
selama ini ia terbiasa bersama-sama dengan Tifa dan kini Tifa harus kembali
kekampung halaman sedangkan dirinya harus menyelesaikan tanggung jawabnya
disini. Zahra sedikit merasa tenang karena ternyata Tifa baik-baik saja. Zahra
yang sudah kelelahan sedari tadi akhirnya tertidur lelap didalam kamar kost.
****
Sesampainya Tifa di kampung halaman iapun segera menemui ibunya
tercinta..
Begitu shock dirinya tatkala melihat kondisi ibunya bukannya
membaik tapi semakin lemah. Segera Tifa membawa ibunya kerumah sakit. Jantungnya semakin lemah kata dokter dan
membutuhkan perawatan dirumah sakit, maka mau tidak mau ibu harus opname disana
beberapa hari sampai keadaanya membaik.
Saat ibunya telah sadar Tifapun mengahampiri ibunya. Beliau
terlihat begitu lemah, matanya terlihat sayup dan mukanya terlihat pucat. Ibu
memanggil Tifa untuk mendekat padanya.
Tifa sayang, ada yang harus ibu sampaikan saat ini sayang. Kata
ibu.. sementara itu Tifa hanya menangguk dan mendengarkan apa yang akan ibu
sampaikan. Ada sebuah rahasia yang selama ini Ibu simpan
bersama ayah. “Tifa dulu ayah memberikan amanah untuk ibu, beliau berpesan jika
dirinya sudah tiada didunia ini lagi, saatnya ibu menceritakan sebuah rahasia
yang kami simpan selama ini. Saat kepergian Ayahmu ibu sudah bermaksud untuk
menyampaikan ini, tapi ibu tak sanggup sayang. Ibu tak ingin kau semakin sedih
dan ibu sendiri tak mungkin tega menyampaikan ini. Tapi semakin ibu menyimpan
ini, semakin ibu merasa bersalah padamu dan Ayah. Maafkan ibu Tifa, bila yang
ibu sampaikan ini pasti akan membuat hatimu terluka. Tapi ibu tak ada pilihan
lain, kamu harus tau yang sebenarnya.
“Iya bu... ada apa? Sampaikan saja bu, Insha Allah tifa tidak
keberatan bu” Ucap Tifa meyakinkan Ibunya.
“Tifa Sebenernya kamu
bukan anak kandung kami, dulu kami menikah selama 5 tahun namun tidak mempunyai
anak, kami memutuskan untuk mengadopsi seorang anak disalah satu panti asuhan
dan anak itu adalah kamu Tifa.” Ucap Ibu disusul dengan linangan air mata yang
terurai deras tatkala kata-kata keluar dari bibirnya.
Mendengarkan hal tersebut Tifa sangat shock, ia menjadi semakin
terpuruk dan dia tidak bisa menerima semua yang terjadi dengan begitu mudah, hati
Tifa semakin sakit, Tanpa berucap sepatah katapun Tifa berlari keluar dari
dalam kamar ibu ia terus berlari tanpa arah pasti, hingga dirinya tak sanggup
lagi berlari dan tersimpuh disudut jalan. Disana melayang kembali ke semua hal
yang begitu menyakitkan yang telah ia alami.
Tentu saja tak mudah bagi Tifa menerima semua kenyataan pahit
ini. Tak pernah Tifa mengira bahwa ini semua akan terjadi padanya. Layaknya
sebuah mimpi buruk Tifa ingin segera kembali bangkit dari tidur, tapi sayang
apa yang ia alami kali ini benar adanya. Kenyataan pahit yang mengores hatinya.
Bagimana tidak, sebuah keluarga yang begitu ia sayangi ternyata tega menyimpan
rahasia identitasnya selama ini. Sebuah keluarga yang begitu ia cintai, namun
ternyata Tifa bukan darah daging mereka. Sungguh hancur hati seorang anak
ketika mendengar bahwa orang tua yang ia cintai selama ini ternyata bukanlah
orang tua kandungnya.
“Tega sekali ayah dan ibu tutup mulut akan semua ini. Tifa gak
menyangka ayah dan ibu sungguh tega pada Tifa... lalu dimana orang tua kandung
Tifa sebenarnya? Tifa benci dengan semua ini. Andai Tifa bisa memilih, Tifa tak
ingin ayah dan ibu tak jujur pada Tifa. Ya ALLAH sungguh ini tak adil, Engkau
ambil Ayah yang begitu Tifa sayangi, dan sekarang Engkau tunjukan bahwa mereka
bukan orang tuaku. Mengapa Engkau memisahkan ku dari keluarga ku Tuhan? Aku
benci ini semua ya ALLAH “ . ucap Tifa
ditaman.
Terus saja Tifa mengerutu dalam hati di taman itu. Pandangannya
berubah penuh kebencian. Suara Adzan terdengar indah setiap harinya, namun kali
ini tak demikian bagi Tifa. Ia tak perduli akan panggilan untuk menunaikan
ibadah wajib. Yang ada dihatinya ia rasakan saat ini haya sebuah rasa kecewa
dan kebencian yang begitu besar. Semua orang berdusta padanya selama ini, dan
bodohnya lagi ia begitu percaya dengan mereka. Tak henti-hentinya Tifa
mengungkapkan perasaannya itu dengan hujatan dan tangisan. Hingga akhirnya
ditengah malam ia memutuskan untuk pergi dari ibunya. Ia tak ingin terus
tinggal bersama orang yang selama ini tega membohonginya. Tifa segera pulang
dan mengemasi barang-barangnya. Tifa menuliskan sebuah surat untuk ibunya ia
tinggalkan surat itu dikamar.
“ Maafkan Tifa karena Tifa tak bisa tinggal bersama ibu lagi.
Tifa tak pernah menyangka ibu dan ayah tega sekali berbohong pada Tifa selama
ini. Ayah dan bu selalu mengajarkan pada Tifa akan arti sebuah kejujuran. Tapi
apa yang ibu dan Ayah lakukan ini bukanlah sebuah kejujuran. Ibu tak tau kan
perasaan Tifa saat ini. Tifa hancur bu,,, selama ini Tifa begitu menyayangi
kalian, tapi ternyata sebuah dusta yang Tifa dapatkan. Sakit hati Tifa bu. Ibu
tak akan pernah tau apa yang Tifa rasakan saat ini bu. Tifa sangat mencintai
ibu, tapi maafkan Tifa bu sekarang Tifa memutuskan untuk pergi dari kehidupan
ibu. Tifa bukan bagian dari keluarga ibu, dan Tifa bukan seorang anak yang baik
untuk Ibu dan Ayah. Tifa pergi bu, Ibu jangan pernah mencari Tifa. Mungkin kini
rasa cinta Tifa pada kalian telah menghilang seiring dengan duka yang Tifa
rasakan. Selamat tinggal “.
Tifa akhirnya melangkahkan kaki keluar dari rumah. Ingin melihat
ibunya terakhir kali tapi rasanya begitu sakit, maka iapun memutuskan untuk
pergi tanpa meneggok ibunya di rumah sakit. Mungkin surat itu akan ibu temukan
saat ibu telah pulang dari rumah sakit. Tifa berjalan hingga akhirnya ia
menemukan angkutan untuk menuju bandara. Tak jelas kemana tujuan yang hendak ia
tuju. Kembali kejakarta bukanlah sebuah pilihan yang baik mengingat kejadian
hari itu saat Jody melamar Zahra. Rasanya hancur berkeping-keping. Ujian untuknya
kali ini sungguh terlalu berat, semua menghilang darinya satu-persatu. Perlahan
tapi pasti mematikan. Sejak kecil ia mendapatkan begitu banyak kasih sayang dan
perhatian, kini ia kehilangan semuanya. Pekerjaan, sahabat, bahkan
keluarganya.. tak jelas akan pergi kemana dirinya. Mencari kedua orang tua
kandungnya pun tak mungkin, karena ia tak memiliki petunjuk apapun tentang
identitasnya. Tifa gadis yang ceria kini kehilangan keceriaannya. Dibandara
iapun memutuskan untuk terbang ke jakarta. Tak ada kota lain yang ingin ia tuju
saat ini.
Sesampainya di jakarta Tifa berfikir kembali. Jakarta ini
sempit, sedangkan ia tak ingin bertemu dengan orang-orang yang ia kenal. Saat
ini ia ingin pergi ketempat dimana tak seorangpun akan mengenali dirinya. Ia
melihat jadwal penerbangan, besok ada
penerbangan ke Malaysia. Tifapun memilih untuk pergi ke negri jiran , segera ia
selesaikan administrasi dan perlengkapannya untuk terbang ke Malaysia.
******
Bagian V ( This Is My Choice and The True Life )
Pukul 20.20
WIB pesawat yang ia tumpangi akhirnya terbang meninggalkan Indonesia. Tifa
akhirnya untuk pertama kali menginjakkan kakinya di LCCT Kuala Lumpur pukul 11 malam waktu
Malaysia . Tifa menengok jam ditangganya
kala itu, jam menunjukan pukul 10.00 WIB, tapi di bandara jam menunjukan pukul
11 malam. Tifa menyadari ini pasti karena perbedaan waktu antara Malaysia
dengan Indonesia. Tifa keluar dan mencari kendaraan yang dapat mengantarkannya
ke hotel terdekat. Meskipun hari telah
larut malam tapi masih ramai lalu lalang kendaraan di Kuala Lumpur. Tifa
meminta supir taxi untuk mengantarkannya ke Hotel terdekat, Cukup sulit
menyampaikan maksudnya karena memang Bahasa Indonesia yang ia gunakan tak
sepenuhnya dipahami oleh supir taxi. 1 jam kemudian akhirnya Tifa sampai
dihotel yang sesuai untuknya, tak terlalu mewah tapi juga tak terlalu kumuh.
Syukurlah ia sempat menukar uang rupiahnya dengan Ringgit malaysia sebelum
terbang ke negeri jiran ini. Tifa merebahkan dirinya didalam kasur, pikirannya
melayang kembali pada semua yang terjadi pada dirinya di Indonesia. ya... di
Malaysialah aku akan mengubur dalam-dalam semua lukaku. Kata Tifa dalam hati.
Keesokkan harinya Tifa bangun pukul 7 waktu malaysia,
ia segera mandi dan bersiap untuk pergi. Tifa memang tak memiliki tujuan pasti
akan pergi kemana tapi ia memilih untuk berlibur untuk menghibur diri. Belum ia
berkeliling di Kuala Lumpur Tifa memilih untuk pergi ke Bukit Mertajam. Entah
kenapa ia merasa ingin pergi ke Bukit Mertajam saja kali itu. Perjalan yang ia tempuh
cukup jauh kurang lebih 4-5 jam perjalanan tapi sebisa mungkin ia menikmatinya.
Tifa berniat akan tinggal dibukit mertajam selama beberapa hari, suasannya
memang tak jauh berbeda dari Indonesia tapi disini Tifa merasa jauh dari rumah
dan tak mengenal siapapun, ya tentu saja ia tak mengenal siapapun.
Beberapa lama berkeliling Bukit Mertajam , Tifapun
bertemu dengan seorang wanita cantik yang ia jumpai disalah satu kedai makan di
Bukit Mertajam. Wanita itu begitu ramah kepada Tifa. Wanita itu mengunakan
kerudung yang jauh lebih lebar dari yang Tifa gunakan. Wanita itu terlihat
sangat cantik dengan jubah birunya dan kerudung senada yang cukup panjang
menutup lengannya. Wanita itu melemparkan senyuman pada Tifa sontak Tifa
membalas senyuman wanita itu. Langkah kaki wanita itu terdengar semakin
mendekat kemeja ia sedang makan..
Nur : Assalamu’alaikum
Tifa : Waalaikumusalam “tersenyum pada Nur”.
Nur : Boleh tak saya duduk kat sini? Semua meja dah
penuh..
Tifa : Silahkan..
Nur : Awak tengah tunggu seseorang kah?
Tifa : tidak.. saya sendirian.
Nur : owh.. nampaknye awak bukan orang Malaysia ,
awak dari mana??
Tifa : Iya.. saya dari Indonesia. kamu tinggal
didekat sini?
Nur : Budak Indonesia rupanye.., salam ukhuwah.. saye
Nur. Nama awak sape?
Tifa : Panggil saja Tifa.
Nur : oke Tifa, syukron, awak dah mau berbagi tempat
pada saye.
Tifa : iya sama-sama. Kamu kesini sendirian?
Nur : na’am , saye sorang je... saye rindu makan kat
kedai ni. Rasanya sedap.
Tifa : hiihihi..... iya enak.
Nur : Tifa datang malaysia sedang holiday ke?
Tifa : iya... tapi tak tau mau kemana. Tak ada
tujuan..
Nur : owh... macam tu rupanye , Tifa bermalam kat
hotel mana ni?
Tifa : belum tau, ini barang-barang saya masih saya
bawa.
Nur : Eh...??
dah pukul 8 malam Tifa belum dapat hotel, tak takut kemalaman ke??. Bila Tifa
mahu , Tifa boleh tinggal kat umah Nur.. nanti Nur bagi tau tempat liburan kat
sini ^^
Tifa : hihii.. tidak apa-apa,... nanti Tifa
merepotkan Nur
Nur : eh.. mana ada repot. Tak ada lah.. tak apa, Nur
senang bila boleh bantu Tifa.
Tifa : terimaksih ya Nur ....
Nur : same-same.. mari habiskan , lepas tu kita
bertolak kat umah saya ye.
Tifa : oke
Tifa melihat Nur adalah wanita yang baik dan ramah,
tak ragu untuk Tifa ikut bersama Nur kerumahnya. Dapat tumpangan selama ia
diBukit Mertajam tentu bisa menghemat uangnya selama belum bekerja di Malaysia.
Tifa belum memutuskan apakah ia akan melanjutkan hidupnya di Malaysia untuk
waktu yang lama ataukah ia hanya akan tinggal disana sementara waktu saja. Yang
pasti ia inggin melupakan semua yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini. Tifa
masih tak bisa menerima semua ini. Hal ini membuat iman Tifa terkoyak secara
tiba-tiba , Tifa yang dulunya rajin membaca AL-Qur’an kini ia hanya
membiarkannya didalam kopernya. Tifa yang selalu sholat tepat pada waktunya
kini sering terlambat bahkan karena ia begitu sibuk menyesali hidupnya ia tak
pergi menunaikan kewajibannya itu. Selama dirumah Nur , Nur gadis yang taat dan
selalu datang tepat waktu saat adzan berkumandang. Melihat keadaan Tifa yang
demikian terlihat kacau Nur pun memberanikan diri untuk bertanya..
Nur : dah berapa hari ni saya tengok awak macam tak
hasrat nak pegi sholat,. Ada apa?
Tifa : ngak ada apa-apa. Tifa hanya malas.. “jawab
Tifa tak acuh”.
Nur : saya tahu Tifa ni bukan budak malas... pasti
ada hal lain kan yang boleh buat awak macam ni
kan.., bila mahu kongsi lah pada Nur.
Tifa : ALLAH tak adil pada saya Nur.. “Tifa mulai
menangis”.
Nur : benar rupanye awak ni sedang ada masalah kn..
cuba awak kongsi pada Nur.. mungkin Nur boleh bagi nasihat atau bantu awak
Tifa : Allah sudah ambil semua yang aku cintai Nur...
Nur : apa masalah awak ni.??
Tifa : Ayah Tifa telah meninggal, lalu Tifa
dikeluarkan dari pekerjaan Tifa. Jody seorang laki-laki yang Tifa suka menikahi
Zahra sahabat Tifa sendiri. Dan ibu Tifa berkata pada Tifa bahwa Tifa bukan
anak kandung mereka.
Nur : Inalillahi.... Nur turut berduka ye. “Nur
memeluk Tifa”. Tifa tau kan .. semua yang ada kat dunia ni fana.. tak ada yang
benar-benar kita miliki Tifa. Semua hanya titipan ALLAH semata. Bila masanya
dah tiba, ALLAH boleh ambik semua yang pernah ALLAH bagi pada kita. Kite orang
ni hanya boleh pasrah pada apa apa yang dah ALLAH tetapkan buat kita. Semua ni ujian Tifa, susah maupun senang
semua dah ALLAH bagi.
Tifa : iya Nur, terimakasih.. Tifa mau tenangkan diri
Tifa dulu.. “pergi keluar meningalkan Nur”.
Nur : iya Tifa.., apapun masalah yang awak hadapi
sekarang ni , Tifa jangan lupakan kewajiban Tifa ye.. Sabar itu memang pahit Tifa, tapi buah
kesabaran lagi manis daripada manisnya madu. Semoga ALLAH bagi kemudahan buat
Tifa.
Tifa hanya memalingkan wajahnya dan tersenyum pada Nur agar Nur tak
mengkahwatirkan keadaannya. Tifa pergi keluar menuju taman, disana ia duduk
sendiri menghadap danau. Tifa memikirkan kembali semuanya.. Ucapan Nur memang
benar, semua nya ini hanya ALLAH titipkan padanya. Bahakan kehidupannya ini pun
hanya titipan dari ALLAH. Seperti halnya kebahagiaannya itu , nyawanyapun akan
ALLAH ambil saat ALLAH menghendakinya. Dan apa yang mampu manusia lakukan
tatkala ALLAH sudah memutuskan sesuatu?? Tentu saja manusia hanya bisa pasrah.
Tifa pun
bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan taman. Tak jauh dari taman terlihat
bangunan yang megah dan hatinya tiba-tiba begitu terpanggil untuk memasukinya..
langkah kakinya semakin cepat agar ia segera sampai dibangunan itu, dag dig
dug... Jantung Tifa semakin berdebar tak karuan. Terdengar suara dari dalam
Bangunan itu.. Jantungnya semakin berdegup kencang dan nafasnya kini semakin
cepat. Hatinya kini menjawab setiap suara yang terdengar dari dalam bangunan.
Sebelum Tifa memasuki bangunan itu iapun melakukan apa yang orang-orang lakukan
pada umumnya saat akan memasuki bangunan itu. Tatkala wajahnya tersentuh air ,
Tifa menangis dan terus mengusapkan air kewajahnya. Tifapun melangkahkan
kakinya kedalam bangunan itu , terlihat didalamnya sangat nyaman dan sejuk.
Hatinya kini bergetar.. rasa rinduannya kini semakin memuncak. Orang-orang
disekelilinya kini tersenyum kepadanya, seolah
kehadirannya telah dinantikan. Tifa terus berjalan dan melemparkan
senyuman hingga ia menjadi yang terdepan. Suara didalam bangunan itu kembali
terdengar begitu indah dan merdu ditelinganya. Entah sejak kapan ia telah
kehilangan rasa nikmatnya masa-masa berada ditempat ini, dan kini ia
merasakannya kembali. Lantunan suara itu membuatnya kini semakin yakin bahwa
inilah jawaban yang ia cari. Ia telah menemukannya kembali disini. Terkadang
jauh dari rumah mampu membuat kita berfikir dan sadar bahwa rumah adalah tempat
yang terindah. Beberapa hari tinggal dirumah Nur membuatnya sangat merindukan kehadiran
keluarganya yang kini ia tinggalkan. Meskipun Ayah telah meninggal namun
semestinya ia masih bisa melanjutkan kehidupan bersama ibu. Kenyataan pahit
bahwa ibu ternyata bukan ibu kandungnya membuat Tifa kembali terpuruk dengan
kesedihannya.
ALLAHU AKBAR...
Suara itu menyadarkan Tifa untuk bangkit dan
mengikutinya..., ia nikmati setiap ayat yang dilantunkan sang imam, baca’an
imam itu kini mampu membuat jiwanya terpanggil untuk kembali menghadap Rabb
nya. begitu Fasih sang imam dalam membaca setiap ayat hingga Tifa menangis
dalam sholatnya. Baru pertama kali ini Tifa sedemikian terpanggil jiwanya untuk
melaksanakan sholat. Baru kali ini juga ia mersakan damai dan tenang hingga
semua bebannya terasa lepas. Tanggisnya kini jatuh dalam setiap ruku’ dan
sujudnya. Hatinya kini merasa betapa dirinya merindukan perjumpaan dengan Rabb
nya dalam ruku’ dan sujudnya. Bersyukur Tifa kembali dapat menghadap Rabb nya
untuk berdialog dan mengadukan semua kepayahan yang ia rasakan. Suara sang imam
kali ini begitu membuatnya ikut hanyut dalam lantunan ayat-ayat al-Qur’an yang
selama ini ia tinggalkan. Saat sholat telah usai , semua orang meninggalkan
tempat satu persatu. Hingga hanya Tifa dan sang imam yang kini ada didalam.
Tifa kembali menangis, ia luahkan kesedihannya kini dihadapan Rabb nya. ia
sampaikan betapa terpuruknya keadaannya kini, ia panjatkan doa dalam setiap tetesan
air matanya yang jatuh membahasi pipinya.
Sang imam sholat meyadari keberadaan seseorang
dibelakangnya yang sedang asik memanjatkan doa pada Rabbnya. Rasa rindu kinipun
menyelimuti sang imam, dalam hatinya kini berkata.. MasyaAllah.. betapa Engkau
sangat mencintainya sehingga Engkau membuatnya khusyu’ dalam mengahadap dan
memohon kepadaMU ya ALLAH. Sungguh nikmat itu pernahku rasakan , itu
benar-benar sebuah nikmat yang tak akan pernah ingin aku tukar meskipun dengan
bumi dan seisinya.. sang imam yang tak ingin mengganggu wanita yang bermunajat
pada Rabb nya itupun keluar masjid , sebelum ia keluar ia sempat menenggok
wanita tersebut.
Tifa terus berdoa hingga akhirnya perasaannya jauh
lebih baik dari sebelumnya. sesungguhnya ia ingin berterimakasih pada sang imam
sholat karena sebab bacaan nya yang begitu khusyu’ lah Tifa mampu merasakan
kekhusyu’an yang sama. Namun karena ia begitu menikmatinya iapun terlupa hingga
imam sholat itu telah pergi. Tifa pun berjalan menuju taman dimana ia duduk
sebelumnya. kali ini dengan perasaan yang lebih tenang dari sebelumnya.. ia
pandang danau yang begitu indah.
Tiba –tiba saja ada seorang laki-laki berdiri tepat
disamping tempat duduk Tifa, sontak Tifa menoleh menghadapnya.., Tifa terkejut
saat laki-laki itupun menoleh kearah Tifa.
Tifa : Damar...
Damar : Iya Tifa, senang dapat berjumpa dengan mu
disini. Kamu apa kabar?
Tifa : kabar baik.. kamu bagimana?
Damar : Alhamdulillah... kabar baik juga. Boleh saya
duduk?
Tifa : Silahkan..
Damar : Ayah dan Ibu kamu apa kabar??
Tifa : Ayah telah meninggal dan ibu sakit setelah
sepeninggalan ayah.. “ raut muka Tifa berubah terlihat sedih.., dan Damar dapat
membaca bahwasannya Tifa barusaja menangis”.
Damar : Inalillahi.. saya turut berduka atas ini Tifa
. Lalu apa yang membuat Tifa datang keMalaysia?
Tifa : tak ada... Tifa hanya ingin membuang kenangan
pahit selama di Indonesia.
Damar : Bukankah nyawa seseorang itu adalah milik
ALLAH...??
Tifa : iya benar.. hanya saja ini terlalu mendadak.
Semua terjadi begitu cepat hingga Tifa sendiri bingung. Kau tau Damar kenapa
aku memilih pergi dari Indonesia?
Damar : Karena apa? Apa yang terjadi padamu Tifa?
Sepertinya kau banyak berubah
Tifa : Ayah dan Ibu yang kau kenal itu, sahabat orang
tuamu itu... bukanlah orang tua kandungku... “Tifa kembali menangis tak tahan
dengan kenyataan yang harus ia hadapi”.
Damar : tenangkalah hatimu Tifa...
Tifa : aku masih belum mampu Damar..
Damar : Tifa tau, bagaimana orang yang berbahagia
itu?
Tifa : yang bisa meraih apa yang ia impikan dan
inginkan?
Damar: hanya sebatas itukah??
Tifa : iya...
Damar : Tifa coba berfikir dengan lebih luas lagi..
jangan kau kira mereka yang impiannya terwujud akan dapat berbahagia. Tak
jarang seseorang terjebak dalam dunia ini. Karena mereka meletakkan dunia
didalam hati mereka. Dan melupakan akhirat. Sebaliknya orang yang hatinya
terikat pada akhirat, mereka hanya ingin dunia cukup dalam gengamannya, bukan
didalam hatinya. Itulah bedanya seseorang yang beriman dengan tidak.
Tifa: apakah mereka yang berhasil dalam mimpinya tak
bahagia? Mana mungkin
Damar: Tifa harus memahami, bahwasannya kebahagian
sejatinya adalah mereka yang jika di beri nikmat bersyukur pada ALLAH. Jika
mereka diuji maka mereka bersabar. Dan jika mereka berbuat Dosa makan mereka
segera bertaubat dan beristighfar.
Tifa : Jadi Menurut Damar itukah penyebab Tifa tak
berbahagia sekarang?
Damar : Tifa hanya perlu hadapi setiap ujian yang
ALLAH berikan pada Tifa dengan sabar, ikhlas dan syukur.
Tifa : iya.. mungkin itu jawabannya..
Damar : ALLAH tak akan pernah memberikan ujian kepada
hambanya diluar kemampuan hambanya untuk menghadapinya Tifa. Bersyukurlah Tifa
masih diuji.. itu tandanya ALLAH sayang padamu dan ingin menganggakat mu pada
derajat yang lebih tinggi. Tetapkanlah iman dalam hati Tifa ya.. “Damar bangkit
dan meninggalkan Tifa yang masih berfikir akan kata-katanya”.
Tifa seolah terhipnotis oleh kata-kata Damar.. ia
bahkan tak menyadari Damar telah beranjak pergi. Seketika dia kembali dari
lamunannya ia mencari Damar, namun Damar sudah tak ada disekitar.
Ya... Damar benar, ucap Tifa dalam hati. Mungkin
memang inilah takdir yang semestinya aku hadapi. ALLAH hanya mengujiku agar aku
semakin mendekat padaNYA.. bukannya
justru lalai seperti sekarang ini. Astagfirallah...
Tifa kembali kerumah Nur dengan perasaan yang cukup
tenang..., sedangkan Nur sedang mengkahwatirkan Tifa sebab tak biasanya Tifa
pergi sendirian selama ini.
Nur : Tifa.. awak oke je ke?
Tifa? Iy.. fine lah Nur ^^
Nur : Syukurlah.. saya dah cari awak kat mana-mana
tapi tak ade.. takut awak ade apa-apa.
Tifa : terimakasih Nur... tak usah risau lah “canda
Tifa”.
Nur : ishh.. macam mana tak boleh risau. Awak dah
pergi lama sangat dah.. dah sholat ke?
Tifa : sudah di masjid dekat taman.
Nur : aih... kat masjid dekat taman tu ke.. macam
mana? Seronok ye
Tifa : hiihi.. seronok tu sama dengan senang kan?
Nur : hihih.. iye.. macam tulah
Tifa : seronok seronok seronok “gaya seperti upin
ipin”.
Nur : ihihhi... macam upin dan ipin je kau ni..
hihi... jadi macam mana kat masjid tu? Ramai yang sholat kat sana pula kan?
Tifa : kamu pernah kesana?
Nur : ha’ah... seronok sholat kat sana tu, baru-baru
ni saya ada dengar imam sholat kat masjid tu new.
Tifa : owh ya kah?? Dulu siapa?
Nur : masa tu sih atuk fadil... tapi sekarang ni saya
dengar imam muda dari DQ
Tifa : DQ??
Nur : iye DQ... Darul Qur’an jakim
Tifa : owh.. Darul Qur’an tu apa? Tempat belajar al
qur’an
Nur : hmm ya macam tulah. Lebih tepatnya tempat para
Hafidz..
Tifa : Hafidz?? Masyaallah
Nur : iya Hafidz Qur’an.. , so imam muda tu dah
hafidz maybe.. sebab saya dengar khabar imam tu tu dah habis masa study kat DQ
.
Tifa : owh.. saya tadi sholat disana.. memang
bacaannya fasih
Nur : ya ke.... saya pegi sholat datang sana beberapa
waktu ni, sebab agaknya busy sikit jadi saya sholat kat umah je.. hihii
Tifa : tak apalah.. perempuan kan lagi baik kan
sholat dirumah.
Nur : aih... benar lah tuh. Eh.. macam mana tiba-tiba
Tifa boleh cakap melayu tuh.. hihi
Tifa : sebab awak selalu cakap guna bahasa melayu
lah.. “balas Tifa dan mereka berduapun tertawa”.
Keesokan harinya Tifa kembali kemasjid yang sama dan
masih memanjatkan doa seperti saat pertama kali ia datang. Sang imam pun masih
tetap merasakan hal yang sama seperti sewaktu pertama melihat Tifa. Gadis ini
pasti menghadapi masalah yang cukup berat pikir sang imam. Sang imam itupun
juga turut berdoa untuk kebahagian gadis yang tengah bersimpuh dihadapan ALLAH.
Apapun masalahnya semoga ALLAH memberikan ketabahan dan keikhlasan dihatinya.
Sang imam itupun akhirnya melangkahkan kaki keluar dari masjid meninggalkan
gadis itu.
Tifa yang telah usai memanjatkan doa itupun mencari
imam sholat, tapi ia kembali tak mendapatinya.. ia ternyata hanya seorang diri
disana saat itu. Sedikit kecewa karena ia kembali gagal mengucapkan terimakasih
pada sang imam untuk baca’an nya yang begitu membuatnya merasakan haru.. Tifa
akhirnya memutuskan untuk pergi ketaman sebelum ia pulang kerumah Nur. Ia
kembali duduk ditempat yang sama seperti kemarin saat tanpa sengaja bertemu
Damar. Tifa kemarin lupa menanyakan kenapa Damar bisa berada di sini, bukankah ia seharusnya melanjutkan studynya
ke Inggris. Sejenak Tifa merenungkan kembali semua ucapan Nur dan Damar...
bersyukur ia karena ternyata ALLAH masih mau mengingatkannya melalui mereka.
Tiba-tiba Tifa terkejut saat ada seorang laki-laki duduk disebelahnya.
Damar : Assalamu’alaikum
Tifa : walaikumusalam... Damar.., kamu mengejutkanku
saja.
Damar : maaf Tifa.. tak ada maksud. Apa kabar?
Tifa :
Alhamdulillah jauh lebih baik dari kemarin.
Damar : Alhamdulillah
Tifa : terimaksih ya untuk nasihat kamu kemarin..
Damar : saya hanya memberikan support kamu saja Tifa.
Rupanya kamu gadis yang tabah ya..
Tifa : tak ah Damar.. jika aku tabah pasti aku
sekarang masih dirumah menemani ibu. Tapi kenapa ya rasanya semua doaku selama
ini tak ALLAH berikan kepadaku.
Damar : Doamu?
Tifa : Iya.. aku selalu berdoa.. namun rasanya doaku
tak pernah dikabulkan. “ucap Tifa putus asa”.
Damar : Apa yang Tifa rasakan dengan tak ALLAH kabulkan
doa Tifa saat ini?
Tifa : tentu
Tifa kecewa... mungkin ALLAH tak sayang pada Tifa. Selama ini Tifa berusaha
untuk terus taat.. tapi Tifa tak mendapatkan doa-doa Tifa dikabulkan.
Sebaliknya Tifa banyak melihat mereka yang tak pernah beribadah justru meraih
kesuksesan dan kebahagiaan.
Damar : ALLAH tak mengabulkan doa mu saat ini bukan
karena ALLAH tak sayang padamu. Tapi justru sebaliknya. Apa Tifa merasa kesal
dan bertanya-tanya pada ALLAH karena ALLAH tak kunjung mengabulkan setiap
doamu. Tapi sebaliknya kau lihat mereka yang tak taat dan banyak bermaksiat
pada ALLAH justru ALLAH kabulkan setiap doanya.
Tifa :
Iya,,,
Damar : ALLAH tau kamu seorang muslimah yang baik dan
taat. ALLAH senang kau mengadu dan berlama-lama memohon padaNYA. ALLAH menantikan
saat kau meminta pertolonganNYA. ALLAH tak mengabulkan doamu saat ini bukan
karena ALLAH tak sayang padamu, tapi sebaliknya ALLAH menyayangimu sehingga ia
merindukanmu untuk selalu bersimpuh dihadapanNYA. Yakinlah Tifa, ALLAH pasti
akan mengabulkan doamu bahkan lebih dari yang kau minta saat ini. Damar yakin
Tifa seorang muslimah yang baik, maka kembalilah Tifa, kembalilah menjadi
seorang muslimah yang Damar kenal. Akhwat Tangguh ^_^ . ALLAH tak akan menguji hambanya diluar batas
kemampuannya , dan jangan dikira seorang hamba yang mencintai Rabb nya maka tak
akan ALLAH uji cintanya. Justru disinilah ALLAH menguji CintaMu pada ALLAH
adakah sebenarnya cinta? ataukah hanya sebuah dusta . Renungkanlah,,, dan kau akan temukan
jawabannya dari hatimu atas bimbingan Rabb mu ^_^ . Sampai jumpa Tifa... teruslah berbaik sangka
pada ALLAH . mendekatlah pada ALLAH Tifa..
“Sedekat-dekat keadaan seorang hamba dari Rabbnya adalah ketika dia sujud,
maka perbanyaklah do’a (didalam sujud) “ ~HR. Muslim . “Damar melontarkan senyum dan pergi
meninggalkan Tifa”.
Tifa kembali kehilangan Damar tanpa ia sempat
bertanya apa-apa lagi. Damar datang dan pergi disaat yang tepat Menurut Tifa.
Dan Damar seolah menjawab pertanyaan – petanyaan yang Tifa simpan selama ini.
Tifa terus memikirkan perkataan Damar. Damar benar saat ia berkata bahwa :
ALLAH tak mengabulkan doamu bukan karena ALLAH tak sayang padamu, tapi
sebaliknya ALLAH begitu menyayangimu. ALLAH rindu kita bersimpuh dihadapanNYA”.
Ya kata-kata Damar itu mungkin benar., mungkin ALLAH memberikan ujian ini
karena aku memang pantas mendapatkannya. Dan dengan inipula semestinya aku
menunjukan bahwa aku benar-benar mencintaiMu ya Allah . Tifa kembali tertunduk
dan menangis sejadi-jadinya... menangisi kebodohannya yang telah menyalahkan
ALLAH atas semua yang menimpanya. Maafkan aku ya Rabb... “tifa terus
mengulangginya dalam tangis nya senja itu”.
Tifa kembali kerumah Nur dan memberikan senyum pada
setiap orang yang ia jumpai.
Nur : aih... macam tu kan lagi comel Tifa
Tifa : macam ni apa??
Nur : itu.. awak senyum – senyum tu.. lagi terlihat
comel dan cantik sangat..
Tifa : hihihi.. kawan kau ni lagi bahagia lah :D
Nur : alhamdulillah.. bagi tau lah pada Nur sebab apa
nih..
Tifa : Tifa dari masjid itu lho tadi
Nur : aihh... awak jumpa dengan imam dari DQ tuh ye??
Dia handsome ke.. jadi sebab tu awak senyum senyum seorang je..?
Tifa : belum ketemu sih.. dia sudah pergi saat Tifa
cari.. tapi Bacaannya memang benar-benar
nicceee... ^^
Nur : aih.. kawan aku nih dah jatuh hati pada imam
dari DQ nih rupanya. “ledek Nur”
Tifa : mana ada jatuh hati?? Tifa itu tersenyum sebab
Tifa tau.. bila Tifa senyum Tifa manis. “gurau Tifa”.
Nur : lawak lah nih.. kelakar pula rupanya. Jom
Kitaorang esok pergi shopping .. “ajak Nur”.
Tifa : shopping kat mana ni??
Nur : kita main pergi kat KL mau tak??
Tifa : Esok?? Ahad je macam mana?
Nur : boleh dah tu.. ahad je. Sebab esok ramai orang
pergi sholat jum’at kan ye..
Tifa : yelah... , petang ni nak masak apa nih??
Nur : kau dah cuba nasi lemak ke??
Tifa : Nasi Lemak?? Stakat ni belum lagi..
Nur : aih.. Tifa dah mulai pandai cakap bahas melayu
nih. Senangnye... ^^
Tifa : hihi.. jadi apa tuh nasi lemak
Nur : Nasi Lemak tuh makanan khas malaysia. Kau belum
tahu kan..., jom kita pergi dapur. Kita masak sama-sama nasi lemak ye.. nanti
kau cuba sendiri Nasi Lemak buatan saye. Oke tak?
Tifa : Agree.. let’s go
Mereka berdua akhirnya pergi kedapur. Dengan
kepergiannya ke Malaysia ini Tifa perlahan mampu melepaskan semua beban yang
selama ini ia pikul. Beruntung Tifa berjumpa dengan Nur , seorang gadis Melayu
yang cantik rupawan.. bukan hanya sekedar cantik tapi ia juga begitu baik.
Selama Tifa disana bersama Nur dan keluarga Nur, ia merasakan banyak pelajaran
yang mampu ia petik dari semua ini. Tifa melihat Nur yang menggunakan kerudung
panjang begitu sangat memikat dan menyejukan. Malam hari saat sebelum tidur
Tifa dan Nur berbincang-bincang.
Tifa : Nur... saya mahu tanya boleh?
Nur : Nak tanye apa? Silahkan je..
Tifa : kamu gunakan kerudung panjang seperti itu
sejak kapan?
Nur : Tudung labuh ni?? sejak kapan ye. Nur tak ingat
sangat, tapi semua tu sebermula sejak Nur jumpa dengan seorang Ustadzah kat KL.
Beliau tu cantik.. dah tuh pandai pula. Kecakapan beliau tuh betui betui saya suka.
Sejak tu saya ingin rasanya jadi macam beliau, berbagi ilmu pada semua orang..
dah tuh tebarkan banyak pengajaran bagi ramai orang.
Tifa : kamu juga cantik Nur.. dan Tifa malu rasanya.,
kerudung Tifa masih tak seperti Nur
Nur : semua orang tu masih da harapan bila mahu
berubah kan.. Tifa pun sama. Cuba Tifa gunakan pelan-pelan ye
Tifa : bagaimana seharusnya pakaian wanita muslim
Nur?
Nur : bila Tifa tanya macam mana pakaian seorang
muslim tu Tifa boleh baca dari surah Al Ahzab
ayat 59 dan surah An-Nur ayat 31. Kat sana ALLAH jelaskan bila
bahwasannya seluruh bagian dari wanita tuh aurat, hanya wajah dan kedua telapak
tangan je yang boleh nampak. Lepastu pakaian yang kita gunakan itu tak boleh
ketat sebab bila ketat atau tipis dah nampak dah tuh bentuk tubuh. Tudung
panjang minimal menutup dada. Masih banyak lagi.. nanti Tifa boleh baca dari
buku Nur ye..
Tifa : lalu bagaimana dengan niqob atau cadar tu?
Nur : itu pun boleh, ulama ada beda pendapat, ada
yang cakap Sunnah ada pulak yang berpendapat wajib.. tapi stakat ni Nur lagi
sependapat bila ia Sunnah sebab istri-istri Rasulullah pun guna. Itu lagi
menjaga kita dari pandangan laki-laki.. nanti kat buku Nur itupun ada
penjelasannya. Tifa boleh baca dah tu..
Tifa : oke.. syukron Nur
Nur : afwan.. mari kita tido dulu.. nanti bangun
sepertiga malam, temui keasih kita ye..
Tifa : kekasih? ALLAH kah maksudnya?
Nur : yelah... ALLAH tuh kan cinta sejati kita.
Hiiihi
Tifa : betul betul betul “gaya upin ipin”.
Malam itu akhirnya Tifa tidur dengan perasaan tenang.
Ia azamkan niat untuk bangun disepertiga malam untuk menjalankan sholat
tahajud, selama ini ia memang hanya manjalankan sholat 5 waktu saja tanpa
melakukan sholat-sholat sunnah yang lain meski ia tau keutamaan-keutamaan
sholat sunnah terutama sholat tahajud. Tapi memang dirinya seperti kebanyakan
orang yang masih sulit untuk terbangun disaat orang-orang yang lain terlelap
dalam buaian mimpi. Nur telah bangun dan sholat tahajud lebih dulu, Nur tau
bahwa Tifa akan jauh lebih baik keadaannya bila ia semakin mendekatkan diri
pada ALLAH. Maka Nur pun mencoba membangunkan Tifa untuk mengajaknya sholat
Tahajud. Tifa akhirnya bangun dan segera memenuhi ajakan Nur, Nur sudah sholat
lebih dulu dan selanjutnya ia duduk dimeja belajarnya. Sedang Tifa akhirnya sholat
tahajud dan bermunajat pada ALLAH.. ia menangis kembali menumpahkan semua
perasaannya yang ingin sekali ia sampaikan selama ini.. didalam setiap sujudnya
inilah dia kembali menemukan ketenangan jiwa yang hampir saja hilang dari
hidupnya. Diapun berdoa pada ALLAH : Ya ALLAH ya Rabb yang maha pengasih dan
penyanyang. Engkau tau apa yang hamba hadapi saat ini ya ALLAH. Ujian ini
memang berat ya ALLAH, tapi hamba yakin Engkau pasti akan meringankannya untuk
hamba. Ujian ini memang sulit, tapi tak ada kata sulit bagiMU untuk memberikan
pertolongan pada hambaMu ini ya ALLAH. Sanggupkanlah aku ya ALLAH untuk tetap
tabah dan ikhlas menjalani ini semua.
Mampukan aku tetap tersenyum walau segetir apapun ujian dariMU ya ALLAH.
Biarkanlah hanya dihadapanMU aku menangis dan bersimpuh ya ALLAH. Cukupkalah
aku dengan cintaMU sehingga aku tak butuh cinta selain dariMU ya ALLAH.
Terangilah hati ini sehingga hamba dapat melihat jalan lurusMU ya ALLAH.
Sebesar apapun ujianMu, aku yakin bahwa pertolongaMU lebih besar lagi untukku
ya ALLAH. Berikanlah keikhlasan pada hati
ini ya ALLAH. Aamiin.
Setelah Tifa selesai menunaikan sholat tahajud Tifa
mengahampiri Nur.
Tifa : Terimaskih ya Nur dah mahu bangunkan Tifa
Nur : sama – sama Tifa.. kita ni kan kawan, dan
semestiya saling ingatkan kan
Tifa : iya Nur..
Nur : Azamkan pada hati bila ukhuwah kita ni sebab
karena ALLAH, semoga boleh terjalin sampai syurga ye...
Tifa : Aamiin.. Insyallah Nur. Nur sedang apa?
Nur : Nur tengah baca buku sahaja lah ni..
Tifa : kamu selalu belajar jam segini?
Nur : tak pasti.., bila siang hari ada waktupun boleh
kan gunakan masa tu untuk study
Tifa : MasyaAllah Nur.. , tak ngantuk?
Nur : Dah terbiasa sejak kat bilik dengan kawan-kawan
Nur semasa Nur kat sekolah rendah. Alhamdulillah impek nya beloh hingga masa ni
Tifa : Tifa nak juga buat macam kamu ni Nur.. tapi
mata Tifa rasa padih dah ni.
Nur : hihihi.. pelan-pelan nanti Tifa cuba ye.. ,
Tifa tidur je dulu,. Nanti sebelum subuh Nur bangunkan Tifa... persiapan pergi
sholat subuh.
Tifa : oke Nur.. syukron ye.. Tifa balik tidur dulu
ya.
Nur : afwan... silahakan ^^
Tifa kembali kekasur dan memejamkan matanya. Hatinya
diselimuti ketenangan setelah ia bermunajat di sepertiga malam ini. Pagi Harinya
sebelum subuh Nur membangunkan Tifa, mereka sholat berjama’ah di musholah kecil
didalam rumah Nur. Mereka lalu masak untuk sarapan pagi, sedangkan ibu Nur
mereka minta untuk tak ikut membantu, biarkan kali ini Tifa dan Nur yang mejadi
koki di dapur, melihat Nur dan Tifa yang
bersemangat maka ibu Nur pun membiarkan mereka mengahbiskan masa bersama.
Selama Tifa disini mereka merasa bahagia karena Tifa anak yang baik dan ramah.
Mereka bahkan menyayangi Tifa sepeti menyanyangi Nur.
Sore harinya Tifa kembali kemasjid di dekat taman.
Suara imam yang sama yang beberapa hari lalu ia dengar masih tetap sama
fasihnya dan indah. Begitu tersentuh hati Tifa setiapkali mendengar lantunan
ayat suci Al-Qur’an dibacakan oleh imam. Dan Tifa selalu saja kembali bersimpun
dengan doa yang tiada putus hingga ia kembali kehilangan imam itu lagi. Padahal
ia ingin mengucapkan terimakasih, namun selalu saja ia lupa waktu saat berdoa
kepada ALLAH.
Seperti hari-hari sebelumnya Tifa pun duduk ditempat
yang sama di pinggir danau yang sejuk
sebelum ia pulang kerumah Nur. Dan seperti biasa juga Damar tiba-tiba
datang dan duduk disebelah Tifa.
Damar : Assalamu’alaikum
Tifa : waliakumusalam
Damar : apa kabar ?
Tifa :
Alhamdulillah jauh lebih baik lagi setelah kamu membantuku sadar dari
semua pemikiranku yang salah kali ini.
Damar : Alhamdulillah Damar turut bahagia
mendengarnya.
Tifa :Damar apa yang Damar lakukan disini? Bukankah
Damar seharusnya berada di Inggis melanjutkan pendidikan Damar?
Damar : iya.., Damar menundanya Tifa. Damar
memutuskan untuk belajar diMalaysia dulu . Damar ingin malanjutkan pendidikan
di Inggris dengan usaha Damar sendiri.
Tifa : Damar kerja disini?
Damar : tidak Tifa.. Damar hanya mencari ilmu disini.
Tifa : lalu maksud Damar nanti ke Inggirs dengan usaha
Damar sendiri itu?
Damar : Iya Damar harus banyak belajar lagi sekarang,
Damar tak ingin ke Inggris dengan biaya dari orang tua, Damar mau melanjutkan
study kesana dengan beasiswa prestasi.
Tifa : owh... jadi begitu ya. Berbeda ya dengan
Tifa..
Damar : kau tau Tifa, banyak orang yang berkata
hiduplah bagaikan air yang mengalir. Apakah kau setuju dengan hal itu Tifa?
Tifa : tentu Tifa setuju.. Tifa ingin bisa hidup
mengalir seperti air. Mengalir sampai akhirnya tiba di lautan.
Damar : aku tak ingin hidup hanya mengalir seperti
air.
Tifa : kenapa? “tanya Tifa heran”.
Damar : karena air terlalu pasrah . ia hanya
mengikuti arus yang membawanya tanpa pernah menolak arus itu.. Dan air tak
pernah perduli apakah ia akan ternodai ataukah tidak. Air mengalir dari dataran
tinggi kedataran rendah. Ia mengikuti arus yang membawanya tanpa menolak.
Awalnya mereka bersih, saat mereka menjadi mata air..namun mereka terus terbawa
arus, melewati sungai yang, bahkan tak jarang mereka ternodai diperjalanannya
hingga akhirnya mereka sampai dilautan dan rasanya pun menjadi asin. Dari mata
air mereka begitu bersih hingga kita dapat meminumnya secara langsung. Tapi
seiring dengan perjalananya air pun berubah. Mungkin karena kau ingin hidupmu
mengalir seperti air, maka seperti sekarang inilah hidupmu. Hanya mengikuti
arus tanpa kau tau arus itu mampu menodaimu.
Tifa : Tifa tak mengerti maksud Damar... “semakin
bingung”.
Damar: “Hanya tersenyum” dan berkata. Coba Tifa
renungkan kembali kata-kata Damar. Tifa seorang wanita yang cerdas, Damar yakin
Tifa akan mengerti apa maksud Damar.
Renungkanlah lagi, dan di jam yang sama Damar tunggu Tifa diempat ini.
“tanpa menunggu reaksi Tifa, Damar melangkahkan kaki dan pergi meniggalkan Tifa
yang masih bingung.
Tifa : Damar.. apa maksud kamu Damar? Selalu saja
kamu datang dan pergi sesuka hati dan meninggalkan teka teki.
Tifa kini mulai merenunggi apa maksud perkataan
Damar. Ia tak tahu apa yang sebenarnya Damar maksud. Inilah sebabnya hidupku
seperti ini?? Apa maksud semuanya?? Berjam-jam Tifa terus berfikir tanpa
mendapatkan jwabannya. Hari semakin sore dan Tifapun pulang masih dengan tanda
tanya besar dalam benaknya. Rasanya ia inggin hari segera berganti sehingga ia
bisa segera mendapatkan jawaban dari teka teki ini.
Keesokan harinya seperti biasa Tifa kembali ke masjid
yang sama dan seperti biasa juga imam sholat telah pergi saat ia mencarinya.
Selalu saja Tifa asik memanjatkan doa sehingga ia tak menyadari bahawa seluruh
orang telah pergi keluar masjid. Dan seperti biasanya juga imam masjid ini
mengetahui keberadaan Tifa dan berdoa untuk kebaikan gadis ini. Tifa kini
melangkahkan kaki keluar dari masjid dan berjalan meuju taman. Ia hanya ingin
mencari tau jawaban dari pernyataan Damar kemarin. Namun kali ini bangku biasa
yang ia duduki telah duduki oleh seorang laki-laki. Tifa hendak menyapa
laki-laki itu untuk meminta ijin agar ia boleh duduk disana untuk menunggu
Damar.
Tifa : Assalamu’alaikum
Damar : Walaikumusalam “menengok ke arah Tifa”
Tifa : Damar... ternyata itu kamu, aku kira orag
lain. Tumben kamu datang lebih dulu.
Damar : iya... kebetulan saja. Jadi bagaimana? Sudah
tau maksudnya kan.
Tifa : tentu saja tidak. Itulah sebabnya Tifa kesini
untuk menanyakannya...
Damar : Tifa taukan sifat air yang mengikuti arus,
mengikuti bentuk, mengalir dari tempat tinggi ketempat rendah.
Tifa : Iya.. lalu bagaimana?
Damar : Air itu terlalu pasrah . ia hanya mengikuti
arus yang membawanya tanpa pernah menolak arus itu.. Dan air tak pernah perduli
apakah ia akan ternodai ataukah tidak. Air mengalir dari dataran tinggi
kedataran rendah. Ia mengikuti arus yang membawanya tanpa menolak. Awalnya saat
mereka menjadi mata air mereka bersih dan bahkan bisa kita nikmati secara
langsung tanpa kita memasaknya terlebih dahulu..namun mereka terus terbawa
arus, melewati sungai dan seiring perjalanannya itulah mereka ternodai hingga
akhirnya mereka sampai dilautan dan rasanya pun bisa berubah sesuai zat yang
akan kita masukkan kedalamnya. Dari mata air mereka begitu bersih hingga kita
dapat meminumnya secara langsung. Tapi seiring dengan perjalananya air pun
berubah. Diri kita pun demikian Tifa.. bila kita hanya pasrah pada arus maka
kita hanya akan seperti Mata air yang akhirnya kehilangan kejernihannya itu.
Sama dengan dirimu yang aku tau kau adalah sosok wanita tangguh dan sholeha.,
tapi beberapa waktu lalu aku melihatmu begitu rapuh dan kehilangan arah karena
kau begitu pasrah pada ketidak berdayaanmu menjaga hatimu.
Tifa : iya.. Damar benar, Tifa salah. Tak semestinya
itu Tifa lakukan “Tifa menundukan kepalanya dalam-dalam”.
Damar : kita perlu belajar dari ikan Tifa.. karena
mereka hidup, mereka bukan benda mati seperti air
Tifa : Dari ikan?? Maksudnya
Damar : Tifa tau kan.. ikan tak selalu mengikuti arus
yang membawanya. Kadang ia berjuang berenang melawan arus, dan kadang mereka
biarkan diri mereka terbawa arus. Mereka memilih jalan hidupnya terkadang
mereka akan mengikuti arus dan suatu saat mereka akan melawan arus. Itulah
kehidupan Tifa.. kadang kau perlu mengikuti perasaanmu, tapi kadang kau harus
melawan perasaanmu untuk menjaga dirimu sendiri.
Tifa : contoh simpel nya gimana Damar?
Damar : contoh simple nya.. jika kau suka sama
seseorang.., sebagian orang akan memilih mengikuti arus . dan sebagian lagi
tidak. Mengikuti arus disini maksudnya ia akan membiarkan rasa cintanya yag
mengebu-gebu ini semakin tak terjaga.. akhirnya mereka pacaran, tak sedikit
dari mereka akhirnya melakukan zina pada akhirnya. Dan sebagian lagi tidak
mengikuti arus, mereka menahan pandagannya agar jangan sampai rasa sukanya
membutakan mata sehingga melanggar syariat-syariat agama yang telah ALLAH
tetapkan. Itulah kehidupan.. kadang kita harus pasrah, tapi kita juga harus
tetap berjuang.
Tifa : iya.. Tifa paham sekarang. Jadi maksud Damar
Tifa seharusnya dapat menahan perasaan kecewa Tifa pada ibu?
Damar : Menurut Tifa??
Tifa : Tifa masih bingung
Damar : layaknya ikan Tifa.. Dimanapun kau
ditempatkan baik itu di air asin, ataupun di air tawar rasanya akan tetap saja
sama
Tifa : tetap saja sama?
Damar
: iya... Dimanapun kamu tetaplah kamu menjadi wanita sholeha. Muslim sejati
dialah Orang yang tidak akan pernah memendam ketakutan sedikitpun didalam
jiwanya karena ia yakin ALLAH senantiasa bersamanya, apapun yang terjadi ia
akan tetap menegakkan aturan ALLAH.
Tifa
: Kamu benar Damar... Tifa harus pulang ke Indonesia.., ibu pasti mencari Tifa.
Damar
: Bagaimanapun juga, mereka menyayangimu seperi anak mereka sendiri. Sometimes
kita harus lepaskan semua kesedihan hari ini. Sebab hari esok kita perlu
berusaha untuk gembira. Bukan bersedih selamanya
Tifa
: Astagfirallah
Damar : Jangan lemah dalam mengawal hati dan
perasaan. Sekali kita lemah , kita akan tersungkur dan mungkin akan tersesat
jauh. Jagalah hati karena ALLAH
Tifa
: syukron Damar..
Damar
: Afwan.. Sayonara Tifa. “Damar pergi meninggalkan Tifa”.
Tifa
yang menyadari kepergian Damar kali ini membiarkannya berlalu begitu saja.
Sedangkan Tifa segera kembali kerumah Nur dan ia bermaksud menyampaikan pada
nur bahwa besok Ahad dia akan kembali pulang ke Indonesia. Tifa sadar tak
semestinya ia meninggalkan ibunya seorang diri disana apalagi dalam keadaan
sakit. Tifa pun menyampaikan niatnya pada Nur saat sebelum mereka tidur.
Tifa
: Nur.. ada yang mau Tifa sampaikan boleh?
Nur
: soalan apa? Silahkan sahaja Tifa
Tifa
: Nur taukan Tifa kesini sebab Tifa lari dari masalah-masalah Tifa. Dan Tifa
beberapa hari ini bertemu seseorang yang membuat Tifa sadar bahwa Tifa sadar dan
harus kembali kerumah. Dan soal Jody dengan Zahra meskipun masih berat tapi
Tifa akan mencobanya
Nur
: Menyayangi seseorang tu lumrah pada setiap manusia. Kadang kala mungkin
menyakitkan dan mungkin menggembirakan. Itu semua kuasa ALLAH . Tifa tak perlu
risau ye... ALLAH pasti bagi putusan yang terbaik.
Tifa
: Nur tau siapa orang yang Tifa temui?
Nur
: tak tahu.. siapa dia?
Tifa
: dia Damar, seorang laki-laki yang Tifa tolak pinangannya sebab Tifa tak mahu
karena dia tak dapat jadi imam sholat saat itu. Dan sekarang dia yang pernah
Tifa sakiti hatinya justru datang membantu Tifa
Nur : Tifa... Ada sebab mengapa kita mengenal
seseorang itu dalam hidup kita. Mungkin karena kita perlu mengubah hidup kita
atau kita mengubah hidup dia :’) . dan soalan jodoh tu Kita semua ni berproses
dalam hal memantaskan diri. Terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik
lagi. ALLAH yang nanti bagi hasilnya J.
Tifa
: iya
Nur : Lepaskan kegundahanmu akan semua perih getirnya
kehidupan dunia ini hanya pada اَللّهُ. Sungguh ALLAH adalah sebaik-baiknya
penolong .
Tifa : iya. Terimaksih Nur.. kamu baik sekali pada
saya.
Nur : Tifa pun baik sangat pada Nur.., mana boleh Nur
tak buat sama dengan Tifa. Dah jam kita rehat... nanti malam kita bangun sholat
tahajud lagi. Esok kan kita mahu ke KL nak shopping dan antarkan awak ke
bandara sekali.
Tifa : iya.. Laila saidah..
Nur : Laila Saidah.
Keesokan paginya mereka telah siap dengan semua
barang-barang Tifa yang akan ia bawa kembali pulang ke Indonesia. Suasana haru
pagi itu saat kedua orang tua Nur melepas kepergian Tifa.
Tifa : Mak cik, pak cik.. Tifa pamit pulang.
Terimakasih mau berikan tumpangan pada rifa selama ini
Mak cik : yelah Tifa... tak apa-apa. Bila ada masa
Tifa datanglah kesini ye. Kita semua pasti rindukan Tifa..
Pak cik : iye Tifa... datanglah kunjung kat sini lagi
esok ye. Jaga diri elok-elok.. moga selamat sampai umah ye
Tifa : Aamiin.. Insyallah pak cik, mak cik.. nanti
bila ada masa Tifa datang kunjungi pak cik, mak cik, dan Nur
Mak cik : semoga ibu kamupun lekas sihat ye Tifa,
salam dari kita orang buat ibu kamu tu..
Tifa : baik mak cik.. Insyallah nanti Tifa sampaikan
pada ibu. Sekali lagi terimakasih Tifa dah diterima tinggal disini. Senang
boleh kenal dengan mak cik, pak cik dan Nur
Pak cik : same-same Tifa.. senang pula jumpa budak
baik macam kau ni. Esok bila datang sini Tifa masak makanan indo lagi ye...
sedap lah tu
Tifa : hihhih... tentulah pak cik.., pak cik , mak
cik dan Nur bila nak kunjung Indonesia? main-main lah kat umah Tifa...
Mak Cik : Insyallah... nanti lah ye Tifa bila ALLAH
bagi ^^
Tifa : baiklah mak cik. Pak cik dan mak cik jaga diri
baik-baik ya... “Tifa memeluk mak cik”.
Mak cik : Tifa pun jaga diri elok-elok.. tak usah
risau dengan semua ujian yang ALLAH bagi ye, semua ujian yang ALLAH bagi tu
pasti ALLAH bagipula solusinya. Tifa hanya perlu banyak-banyak bermohon ye pada
ALLAH.
Tifa : terimakasih mak cik. Tifa pamit balik...
Mak cik : iya Tifa.. ingat pesan mak cik dan pak cik
ye. Nur kamu antar Tifa sampai bandara kan? Nanti lepas tu langsung balik kat
umah ye.
Nur : Iya.. Nur dan Tifa pamit. Assalamu’alaikum
Tifa : Assalamu’alaikum
Mak cik & Pak cik : Walaikumusalam
*****
Bagian VI ( Seberapapun jauhnya ku pergi, Rumah akan selalu
menjadi tempat ku kembali Ibu )
Tifa dan Nur akhirnya melakukan perjalanan kembali
dari bukit mertajam ke Kuala Lumpur. Sesampainya di Kuala Lumpur mereka mampir
sebentar kepusat perbelanjaan untuk Tifa membeli cendra mata dari negri jiran
tersebut. Saat Tifa sedang asik memilih-milih pernak pernik Nur pamit pergi
sebentar. Rupanya Nur membelikan Tifa sesuatu untuk kenang-kenangan darinya.
Setelah mereka selesai belanja merekapun langsung berangkat menuju Bandara.
Disana jadwal keberangkatan masih menunggu kurang lebih 30 menit. Tifa pun
menyampaikan kata-kata terakhir sebelum kepulangannya meninggalkan Malaysia.
Tifa : Nur.. terimakasih banyak buat semuanya ya..
Nur : sama-sama Tifa.. jaga diri elok-elok ye..
Tifa : Insha Allah.. Nur ada satu hal lagi yang saya
mahu minta tolong boleh?
Nur : nak minta tolong ape? Insyallah Nur bantu bila
boleh
Tifa : Tolong sampaikan pada imam dimasjid dekat
taman itu termakasih sebab suaranya dah membuat hati saya terpanggil untuk
kembali mendekat pada ALLAH dan merasakan ketenangan.
Nur : insyallah nanti Nur sampaikan bila jumpa dengan
beliau ye Tifa..
Tifa : terimakasih Nur... semoga ukhuwah kita
terjalin sampai nanti ya. Sejujurnya saya tak ingin berpisah dengan kamu L .
Nur : Aamiin , owh iya Tifa.. ni kenang-kenangan buat
awak.
Tifa : apa nih?? Boleh Tifa buka sekarang?
Nur : boleh sahaja
Tifa : Masyallah.. Cantik sekali. Terimakasih Nur..
dah lama saya ingin beli tudung labuh macam ni.
Nur : Same-same Tifa, semoga kita boleh jadi wanita
sholeha penghuni syurga ye Tifa.. awak pasti kan lagi comel dan cantik bila
gunakan tudung tu. Canti tak hanya dari indahnya paras wajah , tapi juga dari
dalam hatimu yang tercermin dalam akhlakmu Tifa.
Tifa : Masyallah.. syukron ye Nur.. kau pun sama Nur.
Senang sekali dapat ALLAH pertemukan dengan seorang sahabat seperti kamu Nur
Nur : Ukhuwah karena ALLAH, semoga kekal hingga
Syurga ye Tifa. Satu lagi Tifa , bertudung , sholat, atau apapun tu lakukan
sebab ALLAH, bila semua yang kita buat tu senantiasa ingat pada ALLAH, Insha
Allah pasti ALLAH jaga hidup kita ni. Sepelik apapun ujian tu tak ada lah kita
ambik pusing, Sebab kita yakin kan. ALLAH ada, ALLAH pasti bantu kita. Masalah
tu pelik sangat tapi Kuasa ALLAH lagi besar kan. ^_^
Tifa : rasanya aku tak ingin berpisah denganmu..
“Tifa memeluk Nur”
Nur : Saye pun sama Tifa... Tapi perpisahan ini
bukanlah akhir persahabatan kita Tifa.., ni adalah awal persahabatan kita ^^ .
Cinta dan Benci Sebab ALLAH tu lah yang boleh jadikan hati lagi Damai dan
Tenang kan. Tifa Nur ada lagu buat Tifa... Tifa nak dengar tak?
Tifa : sure..
Nur : sebiru hari ini
birunya bagai langit terang benderang
sebiru hari kita bersama disini
seindah hari ini
indahnya bak permadani taman surga
seindah hati kita walau kita kan berpisah
bukankah hati kita telah lama menyatu
dalam tali kisah persahabatan ilahi
pegang erat tangan kita terakhir kalinya
hapus air mata meski kita kan berpisah
selamat jalan teman
tetaplah berjuang
semoga kita bertemu kembali
kenang masa indah kita sebiru hari ini
birunya bagai langit terang benderang
sebiru hari kita bersama disini
seindah hari ini
indahnya bak permadani taman surga
seindah hati kita walau kita kan berpisah
bukankah hati kita telah lama menyatu
dalam tali kisah persahabatan ilahi
pegang erat tangan kita terakhir kalinya
hapus air mata meski kita kan berpisah
selamat jalan teman
tetaplah berjuang
semoga kita bertemu kembali
kenang masa indah kita sebiru hari ini
Tifa tak kuasa menahan tanggis tatkala Nur
menyanyikan lagu dari Edcoustic itu untuknya. Nur yang melihatnya mulai
meneteskan air mata kini mengulurkan tangannya dan menghapus air mata yang
menetes dipipi Tifa.
Nur : jangan lah menangis, nanti Tifapun menangis
pula nih.. hihihi
Tifa :iya Nur... Tifa tak menangis lagi. I will
missing you sist... owh iya Boleh Tifa minta number phone Nur?? Nanti bila Tifa
dah sampai rumah Tifa hubungi Nur ya
Nur : tentu saja boleh.. “Nur mengambil bolpoint dan
kertas di tasnya dan menuliskan nomer telepone nya untuk Tifa. Tifa meraihnya dan menyimpannya dalam
dompet’’.
Tifa : pesawat saya dah mau berangkat. Sampai jumpa
lagi ya Nur... sampaikan salam saya pada mak cik dan pak cik. I love you all..
Nur : tentu Tifa... jaga diri elok-elok ya. Tifa..,
bila memang kita tak dapatkan merasakan bahagia, tetaplah buat mereka yang kita
cintai berbahagia.. Insyallah itu boleh buat kita pula rasakan bahagia kan ^^
Tifa : Right Nur,. dan awak juga ya jaga diri
elok-elok, jaga mak cik da pak cik pula ya... Nur.. Insyallah Tifa akan ingat
semua nasihat Nur . wassalamu’alaikum
Nur : wa’laikumusalam
Tifa berjalan meninggalkan Nur yang masih tak
beranjak dari tempatnya menunggu Tifa. Hingga Tifa kini tak lagi terlihat
dipandangan mata Nur. Nur akhirnya beranjak meninggalkan bandara dan kambali
untuk pulang ke Bukit Mertajam. Sedangkan pesawat Tifa kini telah terbang
meninggalkan Malaysia. Sungguh perjalananya di Malaysia kini banyak membawa
kenangan manis bagi perjalanan hidupnya. Disana ia akhirnya dapat melepaskan
bebannya selama ini. Kini Tifa pulang kembali ke Indonesia bukan dengan dendam
ataupun kemarahan yang dulu ia rasakan. tapi kini ia pulang kembali ke Indonesia dengan persaan
penuh haru dan cinta. Tak sabar Tifa ingin segera sampai ke Indonesia dan
menemui ibunya. Ia kini mengkhawatirkan kesehatan ibunya, apakah selama ia
meninggalkannya dirumah sakit semua baik-baik saja?..
Sedangkan Nur telah tiba di Bukit Mertajam tepat saat
waktu mendekati ashar. Maka Nur memutuskan untuk sholat ashar di masjid dekat
taman untuk menyampaikan pada imam sholat itu pesan dari sahabat barunya. Nur
baru pertama kali ini mendengarkan lantunan al-Qur’an seindah ini. Pantas saja
Tifa merasa tenang, rupanya memang kefasihan dalam membaca dan penghayatan sang
imam muda benar-benar dalam. Sehinggalah masjid itu kini menjadi ramai, rupanya
banyak hati yang telah terketuk sebab bacaan sang imam muda lulusan DQ ini.
Seperti biasa semua orang telah meninggalkan masjid saat sang imam telah
menyelesaikan dzikirnya. Ia beranjak dari tempatnya dan mendapati seorang
wanita terlihat seperti sedang menunggu seseorang. Mungkinkah ini wanita yang
bisanya ia lihat menanggis didalam masjid? Sang imam muda itupun melangkahkan
kakinya menuju pintu masjid. Terdengar wanita itu mengucapkan salam padanya..
Nur : Assalamu’alaikum
Imam Muda : Walaikumusalam , apakah ukhti ada
keperluan dengan saya?
Nur : na’am
Imam Muda : sebaiknya kita cakap kat luar masjid je.
Nur : Baiklah.. “berjalan mengikuti imam muda tersebut”. , Subhanallah.. begitu
rupawanya sang imam muda dari DQ ni,... Astagfirullah.. jaga pandangan Nur..
tak boleh macam ni “ucap Nur dalam hati’.
Imam Muda : Afwan.. ada soalan apa yang anti nak
sampaikan?
Nur : Saye nak sampaikan pesanan seorang kawan saya.
Imam Muda : kawan anti? Siapa?
Nur : nama dia Tifa, maybe atum tak menggenal dia,
sebab dia tak pernah bercakap dengan antum sebelumnya.
Imam Muda : owh ye.. ada apa? Silahkan sampaikan
Nur : saye hanya nak sampaikan pesanan dia. Dia
selama ni cari antum tapi antum dah keluar masjid sebelum dia sempat sampaikan
pada antum. Dia nak ucapkan banyak terimakasih pada antum.
Imam Muda : terimakasih? Sebab ape?
Nur : sebab kefasihan bacaan antum dah buat dia terpanggil untuk kembali bersujud
menghadap ALLAH.. dan sebab bacaan antum itu pula dia merasa jauh lagi tenang
dari sebelumnya.
Imam Muda : Alhamdulillah bila macam tu, tapi saya
hanya sholat sesuai kewajiban saya. Kat mana kawan awak tu sekarang? Kenapa dia
tak cakap sendiri.
Nur : dia dah balik pulang ke negara asal dia .
Indonesia..
Imam Muda : semoga ALLAH melindungi perjalanannya
hingga sampai kat tujuan,.
Nur : Aamiin..
Imam Muda : adakah yang mahu anti sampaikan lagi?
Maaf sebab saya harus segera pergi.
Nur : owh... tak ade. Silahkan.. syukron
Imam Muda : afwan.. assalamu’alaikum
Nur : walaikumusalam.
Imam muda DQ itupun meninggalkan Nur, tak lama
kemudian Nur pun melangkahkan kaki meninggalkan masjid menuju kerumahnya.
Sesampainya dirumah Nur menyampaikan pesan dari Tifa kepada kedua orangtuanya
dan diapun memberikan kenang-kenangan yang Tifa berikan untuk mereka, sementara
itu Tifa telah tiba di Indonesia.
Sesampainya
di jakarta ia memesan tiket pesawat untuk kembali ke kampung halamannya.
Beruntung pesawat ketempatnya ternyata akan
berangkat tak lama lagi sehingga ia bisa memesannya dan segera kembali
ke kampung halaman. Sepanjang perjalanan kenangan selama di Malaysia terus
berputar dalam memorinya. Hari-harinya bersama Nur dan keluarga, Kata-kata
Damar yang menyadarkannya dari kekhilafannya selama ini. Dan suara imam muda Dq itu... The voice make
me find a way to Hijrah. Tifapun berkata
dalam hati “Bersabarlah wahai hati. Semoga disebalik yang ada, pengakhirannya
akan ada kebahagiaan kembali. Kuatkan hati ini Ya ALLAH”. Aamiin
Tidak lama kemudian pesawat yang dinanti sudah siap
untuk lepas landas, mengetahui hal tersebut Tifa bergegas melangkahkan kaki
dengan raut wajah yang begitu tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya. Dia
ingin secepat mungkin meminta maaf kepada beliau tentang kebodohan yang telah
dia lakukan, sepanjang perjalanan dan dia tidak putus berdoa agar diberi
kesempatan untuk meminta maaf kepada ibunya dan juga mendoakan kesembuhan
beliau, tidak luput ucapan syukur tidak pernah putus dalam ucapnya.
Entah apa yang membuat dia menuju rumah sakit saat tiba
dibandara, padahal dia sudah lama meninggalkan ibunya disana. Dengan keyakinan
yang begitu besar dia melangkah dengan pasti menuju sebuah taksi dan meminta
untuk diantarkan kerumah sakit, supir itu pun mengemudikan kendaraannya dengan
begitu cepat untuk memenuhi permintaan Tifa. Tidak lama kemudian mereka sampai
di depan rumah sakit yang dituju, Tifa dengan segera membayar ongkos taksi dan
menuju ke meja resepsionis untuk menanyakan keberadaan ibunya saat itu.
Ternyata dugaan Tifa benar ibunya masih dirawat di sana, tanpa menunda lagi
Tifa menuju kamar ibunya. Sesampainya didepan kamar air matanya tiba-tiba
bergulir diwajahnya, dia tidak ingin ibunya melihat air matanya, dengan segera
dia menghapus air matanya dan masuk kedalam kamar ibunya.
Saat dia membuka pintu, suara ibunya terdengar sangat
lemah memanggil dirinya, tak kuasa dia menahan air matanya dan kembali air
matanya jatuh. Dia berlari menuju ibunya dan memeluk ibunya dengan penuh hangat
kasih sayang, dengan pelukan Tifa ibunya sadar dari tidurnya. Beliau begitu
bahagia melihat anaknya kembali dalam peluknya, air matanya pun mengalir.
Tifa: ibu, aku minta maaf. Aku terlalu bodoh
meninggalkan ibu disaat ibu membutuhkan aku, maafkan aku ibu. L
Ibu: sudah anakku semua ini bukan salahmu, tapi semua
ini salah ibu. Kami menyimpan rahasia yang begitu besar bertahun-tahun, kami
tidak pernah berpikir sebelumnya responmu setelah kamu mengetahui ini semua,
ini sudah menjadi suratan takdir.
Tifa: aku sudah memaafkan ibu dan ayah, bagiku kalian
adalah orangtua ku. Kalian adalah berlian yang harus ku jaga dan ku rawat
sepanjang hidupku disegala keterbatasanku. Kalian telah mengorbankan segalanya
demi membesarkan aku yang bukan siapa-siapa menjadi seperti ini. Aku sangat
sangat mencintai ibu dan juga ayah, ibu harus sembuh. Aku ingin ibu melihat aku
menikah dan aku ingin ibu menggendong anakku nanti. Aku sayang ibu
Ibu: alhamdulillah, ibu sangat bersalah anakku. Ibu
telah membuat mu sangat terpuruk, namun inilah kenyataan yang ada. Semoga kamu
menjadi wanita yang semakin sholeha dan tegar menghadapi setiap kenyataan yang
ada. Aamiin
Tifa: aamiin.....
Ibu: ketahuilah nak, meskipun kau bukan anak kandung
kami, kami sangat menyayangimu. Tetaplah disini bersama ibu ya nak.
Tifa : Insha Allah tifa akan disini dan terus menjaga
ibu. Maafkan Tifa bu
Ibu : ibu boleh
bertanya anakku?
Tifa: tentu saja boleh, ibu mau bertanya apa?
Ibu: beberapa hari ini kamu pergi kemana nak? Ibu
sangat cemas disini menanti kehadiranmu kembali, namun ibu sangat bersyukur
Allah menjaga mu dimana kau pun berada, ibu mengetahui kepergiaanmu dari surat
yang kau tinggalkan didalam rumah.
Tifa: aku pergi ke negri sebrang bu, kenegeri jiran Malaysia. Disana aku menemukan
keluarga yang begitu luar biasa dan disana aku bertemu kembali dengan Damar bu,
dia yang dan keluarga Nur lah yang telah membantu Tifa kembali berfikir
jernih... oh ia bu, ada juga seorang imam muda yang baca’an al-Qur’annya indah
sekali bu.. Tifa selalu terenyuh ketika mendengarnya. (Tifa menceritakan setiap
kejadiaan yang terjadi selama dia di negeri jiran)
Ibu: subhanaallah, Allah selalu menuntun umat-Nya
kembali kejalan-Nya melalui malaikat-malaikat yang tidak bersayap. ^^
Mereka berbincang begitu akrabnya, mereka telah
mengikhlaskan semua yang terjadi dalam hidup mereka selama ini terutama Tifa.
Dia belajar arti sebuah menerima tanpa harus mengeluh, kini semuanya dia
pasrahkan kembali kepada Rabbnya. Dia hanyalah manusia yang lemah, dia hanya
mampu belajar dari setiap cobaan dan ujian yang diberikan oleh Rabbnya. Dia
semakin mendekatkan diri terhadap Rabbnya dari setiap kejadian yang sudah
terjadi secara bertubi-tubi yang dia alami saat itu, dia pun berdoa untuk
kebahagian sahabatnya yaitu Zahra.
Perlahan Ibu kembali memeluknya dan membisikan sebuah kata
yang begitu menyentuh hati “Sayang... jangan pernah lagi menyalahkan takdir
Allah. Karena Allah tak pernah salah”.
1 kalimat yang membuatnya begitu tertunduk malu , malu
akan semua dosa-dosa yang telah ia lakukan sedangkan Allah selalu memberinya
Nikmat tiada henti, Allah tak pernah salah, takdirku ini sudah menjadi yang
terbaik untukku dan semestinya aku bersyukur atasnya. Terimakasih ya Rabb.
Dipelukan Ibunda tercintanya.. dalam deraian penuh air mata dengan Dzikir yang
tiada henti kini disini Tifa berada dalam keteguhan hati karena Illahi. ^^
THE END
Bagaimana
hubungan Tifa dengan Jody ?? benarkah Zahra segera menikah dengan Jody?
Siapakah
imam muda dari DQ yang mampu membuat Tifa terpesona hanya karena Suaranya?
Bagimanakah
hubungan Damar dengan Tifa setelah kepulangan Tifa ke Indonesia?
Akankah
Persahabatan Nur dengan Tifa berakhir di bandara?
Nantikan
kelanjutan kisahnya ^^
By :
#jefri_haholongan
#lalat_ungu
Subscribe to:
Posts (Atom)